logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 5 RENCANA BALAS DENDAM

Pagi ini adalah kelas Vienna yang Leon ajar, belum sudah kesal lantaran chatnya diabaikan, gadis itu malah terang-terangan tidur.
Kala semua orang sedang sibuk menulis di papan tulis, dia malah enak mengelap iler dan kembali tidur.
Semua orang kini memandang kearah Leon yang melangkahkan kaki menuju Vienna, sambil berbisik sesuatu lalu cekikikan seperti wanita yang berpakaian putih dan  duduk di dahan pohon.
"Kamu!" ucap Leon yang menunjuk seseorang yang berambut klimis dengan baju rapih, seperti murid yang nakal tidak dan berprestasi juga tidak.
"Saya pak?" tanyanya dengan wajah bingung.
"Ambilkan saya spidol di sana!" ujar Leon sambil menunjuk ke arah mejanya.
Tanpa berlama-lama dia segera mengambil spidol itu dan memberikannya kepada Leon entah untuk apa, lalu pria itu kembali duduk.
Leon tersenyum dengan wajah setannya yang menyebalkan, dia pun menyoret bulatan besar di wajah gadis itu dan menggambarkan lagi kumis tiga di setiap pipinya, lalu bulatan kecil di hidung.
Anehnya sudah dicoret banyak dia tetap tak bangun, Leon mengeluarkan ponselnya lagi lalu memoto wajah gadis itu untuk dia bagikan ke Grub sekolah, gadis ini pasti kapok.
Ada satu hal yang harus diketahui, Leon tak mau masuk ke Grub sekolah, karena banyak Grub wa lain juga memasukkannya entah untuk apa, jadi dia menghapus semua Grub termasuk sekolah ini, dia akan mengirimkan foto itu ke kepala sekolah dan menyuruhnya membagikan.
BRAKK! Gebrakan keras itu membuat Vienna yang tadi tertidur langsung bangun dengan wajah celingak-celinguk seperti orang linglung.
"Hah ada apa? Gempa? Atau longsor?" tanyanya yang aneh mengundang tawa semua orang karena wajahnya yang lucu.
"Kok pada ketawa sih?" tanya Vienna yang langsung kaget melihat Leon yang memasang wajah tak bersahabat padanya, dia sampai hampir jatuh karena saking kagetnya.
"Eh bapak, udah kayak setan aja tiba-tiba nongol," ucap Vienna sambil tersenyum bodoh.
"Kamu tuh yang kayak setan," balas Leon geram.
"Kalo saya setan, bapak guru setan dong?"
"Berani kamu ya?" tanya Leon yang berapi-api.
"Ampun pak, maaf!"
"Kalau kamu mau dimaafkan, jawab pertanyaan saya dulu."
Vienna menelan ludah, dia semalam hanya mengerjakan PR hingga larut malam karena saking pusingnya, ini lagi harus menjawab soalan yang membuatnya bertambah pusing.
"Jangan susah dong pak, saya itu ketiduran karena ngerjain pr MTK yang mumetnya nauzubillah, pak."
"Saya gak perduli, kamu sudah juga bukan karena saya lagi malem."
"Kok bapak gitu sih!" tanya Vienna yang memelas.
"Sekarang dengar ini baik-baik! Kamu sedang mengadakan sebuah pesta ulang tahun dan menginginkan sebuah ruangan agar diisi dengan sebuah balon helium yang besar. Temperatur ruangan sebesar 24o Celcius. Balon diisi dengan gas helium dan memiliki volume sebesar 0,24 m3 serta tekanan didalamnya sebesar 0,038 atm. Berapa besar tekanan akhir balon besar tersebut hingga menempati ruangan sebesar  0,4 m3?"
Vienna menelan ludah berat, dia paling pusing dengan pelajaran fisika, jika saja dia bisa memilih sendiri lebih baik ia masuk kelas IPS dan sehingga tak terlalu membebankan otak seperti ini.
"Hehehe, gak tau pak," ucapnya sambil menggelengkan.
Leon memukul kepala Vienna dengan spidol. "Kalau kamu gak merasa pintar, lebih baik kamu bersikap baik di kelas saya, sekarang maju ke depan! Hapus semua tulisan di sana dan salin halaman 160 sampai 170!"
Vienna kembali melongo mendengar hal itu, banyak banget halamannya? Apa guru itu sengaja bikin tangannya patah?
"Kenapa kamu diam? Gak mau? Ya sudah jawab pertanyaan yang tadi!" ujar Leon sambil melipat tangannya di dada.
Pada akhirnya mau tak mau, gadis itu melakukan apa yang pria itu minta, menghapus dan menulis kembali, tak banyak orang yang tertawa melihat wajah Vienna, tapi gadis itu menganggap kalau ini karena hukuman salinan.
.
.
Sepanjang jalan Vienna tak mengerti kenapa orang-orang menertawakannya, dengan wajah aneh, dia mengusap pipinya juga tak ada apa-apa, karena tinta spidol sudah kering dan harus di cuci agar bisa dibersihkan.
Gadis itu menjadi heran karenanya, sesampainya di kantin orang-orang juga masih menertawakannya dengan ramai, bahkan teman-temannya pun turun berprilaku begitu.
"Anjing Lo semua, pada kenapa sih orang-orang?" tanya Vienna sambil duduk dengan wajah geram.
"Muka Lo kenapa Vi?" tanya Aldo sambil tertawa kecil melihatnya, beda dengan Bima dan Tasyanto yang tertawa terbahak-bahak.
"Apa sih? Muka gue kenapa?" tanya Vienna yang mengusap pipinya, tapi tetap tak ada apa-apa di sana.
Tak lama Tasyanto mengeluarkan cermin kotak kecil dari kantongnya. "Nih Vi, Lo liat aja sendiri!"
Gadis itu segera mengambilnya dan bercermin di sana, alangkah terkejutnya ia mendapat wajah yang yang penuh coretan entah karena siapa.
"Setan alas, siapa yang berani nyoret muka cantik gue?" tanya Vienna yang tak terima di coret seperti badut begini, apa lagi gambarannya benar-benar tak jelas.
Ketiganya mengakat bahu tidak tau sambil kembali tertawa, diiringi seluruh siswa yang juga lucu melihat wajahnya.
Tak lama notifikasi wa muncul di ponselnya.
Guru jelmaan iblis
[Gimana suka gak sama Hadian yang saya kasih?]
Vienna yang terus terang marah dengan perlakuan ini, yang benar saja dia sudah membuat dia menjadi bodoh di depan kelas, membuat tangannya gempor, dan ini ia sekarang menjadi bahan tertawa seluruh siswa, ia rasa gak waras guru yang satu ini.
Gadis tercantik di dunia
[Bapak yang bener aja dong, ngerjain saya sampe segininya?]
Guru jelmaan iblis
[Itu pantas untuk murid yang suka tidur di kelas, apa kamu gak mau lulus?]
Gadis tercantik di dunia
[Tapi gak gini juga pak, saya malu nih! Intinya bapak harus harus tanggungjawab!]
Guru jelmaan iblis
[Tanggung jawab? Emang saya ngamilin kamu kapan, Vienna?]
Gadis tercantik di dunia
[Tapi bapak bikin saya malu]
Guru jelmaan iblis
[Kalau kamu malu, itu derita kamu bukan saya. Oh iya saya juga udah sebar foto kamu nih, biar jadi kenangan-kenangan di grup]
Matanya melotot seketika  mendengar ucapan itu, apa dia mengabadikannya? Tidak-tidak dia pasti akan jadi bahan bully sekolah tau ini.
"Monyet, babi, setan! Gue sumpahin Lo jodohnya gue," ucap Vienna tanpa sadar, dia menutup mulutnya karena gak tau Ngomong apaan.
"Ciee Vienna, suka juga ya sama pak guru ganteng, Tasya juga suka kok," ucapnya sambil tersenyum memainkan rambut palsunya yang baru saja dia beli dari online shop.
"Gue salah ngomong, amit-amit deh kalo sampe gue suka sama jelmaan iblis kayak si Leon itu, gak Sudi."
"Awas lo, Vi! Nanti suka beneran lagi," goda Bima sambil mencolek pipinya.
"Apaan sih Lo, gue malah sekarang ada ide," ucap Vienna sambil berbisik.
"Ide apaan, mau bikin tumpeng Lo ya?" tanya Tasyanto yang benar-benar jauh jawabannya.
"Bukan beg*! Ini rencana balas dendam, intinya kalau dia bisa bikin gue malu, gue juga harus bisa bikin lebih malu dari apa yang gue alami."
Mendengar itu semuanya mengangguk paham, hanya saja Tasyanto agak loding dengan ucapan teman perempuannya.
Sedangkan Vienna tersenyum bagai setan, biarlah nilai belakangan yang penting dia mengerjai pria itu dulu hingga puas.

Book Comment (2470)

  • avatar
    Saidatul Syuhada

    i like it very much, cause the statement is good and meaningful, i like to read

    07/04/2022

      3
  • avatar
    Syazwani Latif

    terbaik .. tapi bahasanya ada faham ada yang xfaham.. kena translate juga . tapi bagus jalan cerita lawak ..

    29/03/2022

      4
  • avatar
    HelenLen

    cerita nya bagus banget , ada terharu ny jga ada seneng ny jga pokoknya bagus lh ceritanya

    07/03/2022

      43
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters