logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 6. Rencana Terselubung

Ketika kepercayaan runtuh, maka kehampaan akan menyapa.
***
Saat asyik mengobrol tiba-tiba Anton memanggilku untuk menghampirinya. Aku pun pamit terhadap Lisa dan teman-temanku untuk keluar sebentar menemui lelaki itu.
Anton menarik tanganku dengan kasar, lalu mengajak ke tempat yang sepi dan seperti biasa ada udang di balik batu.
"Apaan, sih? Bisa kagak pelan dikit, sakit tau!" Aku berusaha melepaskan pegangan Anton yang menyakitkan tanganku.
"Aku, kangen, Sayang." Anton mulai merayu. Lalu, dia mengelus kepalaku dengan mesra, seraya hendak menyerang lebih dari itu, tetapi dengan cepat aku menghindar.
Bukan Anton kalau tidak pintar merayu. Dia tahu kalau aku menghindar darinya. Tanpa basa basi dikeluarkan jurus mautnya. Apalagi kalau bukan rekaman itu. Ah, sial! Kenapa bikin aku muak saja dengan semuanya.
Aku pun tunduk tidak berdaya saat ancaman ada di hadapan mata. Aku menyerah dan pasrah saat tangan nakalnya mulai beraksi bersama serangan lainya mendarat dan Anton berhenti karena suara tidak asing menyapa.
Hemmm … Hemmm ….
"Asyiknya, bagi dong! Aku, juga mau." Rio muncul secara tiba-tiba sambil tertawa.
Anton langsung mengusirnya untuk menjauh, tetapi Rio tidak bergerak apalagi menjauh. Dia malah memperlihatkan sesuatu di luar dugaanku dan Anton. Cerita macam apa ini? Aku terjebak dalam dua video yang mengerikan. Sungguh tragis diriku, sial!
"Apa maksud kamu, hah? Terus buat apa, kamu rekam adeganku?" Anton tidak terima kalau sampai rekaman itu tersebar luas.
Anton tidak sadar apa yang dia perbuat terhadapku telah dibalas oleh temannya sendiri, tetapi sayang tidak menguntungkan diriku.
"Sabar, aku kagak sebodoh itu, Bro. Asal, kamu mau berbagi denganku, gimana?" Rio melirik ke arahku sambil memajukan bibirnya.
"Apa! Kagak ada yang lain? Kamu, tau dia cewekku! Kagak ada yang boleh menyentuh, paham!" Anton masih berkeras tidak ingin berbagi.
"Oke, itu keputusan, kamu dan ini keputusan, aku!" Rio sudah bersiap untuk menyebarkan video panas durasi pendek itu.
Anton akhirnya mengalah, dia menyetujui keinginan Rio tanpa meminta kesepakatan aku terlebih dahulu. Saat Rio mulai beraksi, terdengar bel berbunyi tanda masuk. Aman.
Rio dan Anton sepakat berencana akan melanjutkan apa yang tertunda setelah pulang sekolah nanti di apartemennya. Hal itu, mereka bisikan langsung padaku.
Mereka berdua pun kompak menungguku di parkiran usai jam pelajaran.
Namun, aku pun tak mau kalah, cukup sudah aku dipecundangi mereka, aku berencana akan menghancurkan bukti yang selalu mereka pergunakan untuk mengancamku.
***
Pengumuman UAS selesai diumumkan dan lembar hasil kerja pun dibagi ke setiap murid. Ada yang senang, ada yang murung, dan ada juga yang terlihat biasa-biasa saja. Nilaiku masih di posisi aman, meski sikapku berubah. Perasaan ketar-ketir semakin membara di hati. Takut akan kenyataan kalau di dalam perut ini telah bersemi bibit sel bernyawa tak berdosa. Cita-cita dan harapan, kini menjadi taruhan.
Selesai pembagian hasil UAS aku keluar kelas, berharap bisa lolos dari dua m*can
bu*s yang sedang lapar. Namun, baru saja melangkah selangkah dari ruang kelas, Anton sudah memanggil dan memberi kode. Dengan terpaksa aku mengikutinya, tetapi sebelum itu aku bicara dengan Anton.
"Aa, nanti berhenti ke apotik dulu ya, bisa, 'kan?" Anton memandangku dengan tatapan curiga. Seperti tidak menyetujui permintaanku.
"Mau ngapain?" tanyanya datar.
"Boleh, aku, bertanya?" Aku balik bertanya, bukan menjawab pertanyaannya.
Anton mengangguk sebagai jawaban. Sebelum melanjutkan ucapan, aku tarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya. Anton yang melihat hal itu semakin curiga, terlihat dari tatapannya dengan sorotan tajam. Aku jadi takut ingin menyampaikan kekhawatiran yang sedang melanda. Namun, harus kusampaikan.
"Aa, apa tidak melihat perubahan pada tubuhku?" Aku berusaha tenang karena tahu sikap Anton sebenarnya sedang tidak baik-baik.
"Iya, kamu berubah lebih berisi sekarang. Semenjak jalan bareng, aku. Terus, kenapa?" tanyanya sambil memandang wajahku dengan tajam.
Aku memberanikan diri untuk mengatakan sesuatu yang mengganjal hati. "Aa, andainya, aku, hamil apa dirimu akan menjauh dan meninggalkanku?" tanyaku sambil mengamati perubahan ekspresi wajah Anton.
Aku melihat Anton mengerutkan wajahnya. Dia memandang tubuhku begitu dalam, apalagi di bagian perut.
"Kamu, hamil? Yakin itu anak, aku?" Ucapan Anton seketika membuat dadaku sesak, maksud dia apa bertanya seperti itu. Meragukan benih yang ada di rahimku, padahal baru andai belum positif hasilnya.
"Lho ko, Aa, omongnya, gitu? Kalau bukan anak, Aa, terus anak siapa? 'Kan, aku, sering begituan cuma sama dirimu?"
Aku berusaha menyakinkan dia kalau diriku tidak pernah mendua. Namun, kenyataannya tidak, tetapi itu semua bukan keinginan yang disengaja. Semoga Anton tidak tahu itu semua.
Anton tertawa setelah aku mengatakan hal itu. Wajahnya terlihat santai tidak ada pesona kebahagiaan dengan kabar kehamilan aku. Malah sebaliknya dia menuduh tidak-tidak.
"Kagak usah bohong, Khanza! Aku, sudah tahu semuanya. Kamu, pernah 'kan tidur bareng dengan Rio dan dua laki-laki lain dalam satu malam? Dasar munafik! Diajak bareng Tika bersamaku sok kagak mau, tetapi dengan tiga lelaki sikat abis, mana liar lagi!" Ternyata perempuan waktu itu bernama Tika.
Penjelasan Anton cukup mengejutkan aku. Dari mana dia tahu semua ini dan sayangnya aku tidak tahu seperti apa liar yang di maksud Anton.
"Maksudmu apa, Aa? Aku, tidak mengerti." tanyaku pura-pura tidak tahu.
Anton menunjukkan sesuatu dari handphonenya. Mataku terbelalak kaget tidak percaya dengan apa yang kulihat. Video berdurasi lumayan lama, menampilkan tayangan plus-plus dengan sangat liar. Akibat pengaruh alkohol aku sendiri tidak ingat, bahkan tidak tahu kalau bisa seliar itu.
"Bagaimana, masih mau bilang kagak ngerti? Kalau dirimu hamil, berarti itu bukan anak, aku, tetapi anak mereka juga. Ha ha ha …," tawa Anton membuat aku marah dan hampir saja ingin menamparnya, tetapi kutahan demi rencana yang sudah disusun.
"Tega kamu, A. Aku, melakukan itu karena kesal sama, kamu dan posisiku juga dalam keadaan mabuk, mana ingat apa yang kulakukan." Aku berusaha membela diri sendiri, meski tahu dia tidak akan menerimanya.
"Ah, Sudahlah! Ayo, cepetan ikut, aku!" Anton menarik paksa tanganku dengan kasar.
Sampai di parkiran mobil. Rio sudah menunggu dan menyuruh Anton mengemudi mobil miliknya. Sementara aku disuruh duduk di belakang bersama Rio. Biasa melakukan hal itu bersama Anton tidak merasa cangguh, tetapi dengan Rio aku merasa risi dan takut.
Ganasnya Anton lebih ganasnya Rio. Di mobil saja seperti itu, bagaimana di apartemen nanti? Bayangan mengerikan membuat aku makin takut. Anton tiba-tiba menghentikan mobilnya mendadak. Aku dan Rio hampir saja terbentur bangku depan.
"Woy! Berhenti bisa pelan, kagak!" Rio membentak Anton dengan nada tinggi.
"Maaf kagak sengaja," jawab Anton dengan santai. "Khanza, katanya, lu mau mampir di apotik? Itu ada apotik buka," ucap Anton.
"Ngapain ke apotik?" tanya Rio.
"Biasa beli pengaman. Sudah sana, buruan. Awas, jangan lama-lama, Khanza!" Anton menyuruh aku turun dengan kasar.
Segera aku turun dan membeli sesuatu yang diperlukan. Terutama membeli pengaman untuk melabuhi mereka berdua. Padahal selama ini aku dan Anton tidak pernah pakai. Selesai belanja aku segera masuk ke dalam mobil. Anton pun kembali mengemudi dengan kecepatan lumayan.
Apartemen Seroja kamar 10BA menjadi saksi bisu perbuatan kotor yang kulakukan selama dua tahun. Namun, di tempat ini pula akan aku tuntaskan semuanya dan berharap tidak akan pernah kembali lagi ke sini. Sampai di dalam apartemen, dua s*nga lapar siap m*n*rkam, tetapi segera kutahan.
"Sabar, aku, akan menyervis kalian dengan pelayanan terbaik, tetapi tidak sebaiknya, kita minum dulu sebentar. Kalian haus, 'kan?" tanyaku sekaligus ingin menjalankan rencana terselubung.
Anton mengangguk, sedangkan Rio sepertinya kurang setuju dengan ideku. Dia malah memepetkan tubuhnya ke tubuhku yang sudah terpojok di dinding. Matanya memandangku dengan tatapan liar.
"Sabar! Biarin Khanza bikinin minuman dulu, aku, haus." Anton menarik tubuh Rio dan menyuruhku bikinin minuman.
Yes, semoga rencanaku berhasil. Aku segera ke dapur dan membuat minuman dingin tidak lupa kucampur dengan serbuk yang tadi dibeli di apotik. Tentunya tanpa Anton dan Rio tahu.

Book Comment (218)

  • avatar
    NendenKucrit

    cerita ini sangat menarik dan mudah di pahami

    31/05/2022

      3
  • avatar
    ttSatria

    🤗🤗

    18d

      0
  • avatar
    FearlessIant

    cerianya menarik

    24d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters