logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Minta Tanggung Jawab

Sebenarnya sebagai orang tua, Tuan Andreas sangat mengetahui bahwa Elisa dari dulu memang menyukai Arya.Namun dia tidak menyangka akhirnya akan seperti ini.
Tuan Andreas dari hanya mengira rasa suka yang Elisa miliki terhadap Arya, hanya sebatas cinta monyet saja. Mengetahui usia Elisa saat itu masih sangat muda, dan Arya pun belum cukup dikatakan dewasa.
Bahkan kepulangan Elisa ke Indonesia yang dia sebut sebagai liburan, tidak bisa membohongi, bahwa sebenarnya hanya akal-akalan gadis itu saja untuk bisa menemui Arya, yang saat ini lebih dulu kembali ke Tanah Air.
Diam-diam Tuan Andreas menyuruh salah satu orang kepercayaannya untuk mengikuti Elisa, dan melaporkan semua kegiatan putrinya.
Saat mengetahui Arya tidak sama sekali menyukai putrinya, awalnya Tuan Andreas sangat kesal. Apa sih yang kurang dari Elisa? Hingga ada seorang pria yang menolaknya?
Cantik, pintar, berkelas pula...
Namun Tuan Andreas masih bisa mengendalikan dirinya untuk tidak terlalu ikut campur masalah percintaan gadis itu.
Tapi kini kekesalannya semakin memuncak saat mengetahui, bahwa Arya laki-laki yang telah merusak Elisa.
Kenapa Arya tidak bisa menahan dirinya? Kalau memang Arya tak pernah mencintai Elisa, harusnya dia tidak akan melakukan perbuatan seperti itu.
Pupus sudah harapan Tuan Andreas untuk bisa menjodohkan Elisa dengan Rangga. Padahal pria paruh baya itu sangat mengharapkan putrinya berjodoh dengan keluarga Wijaya.
******
Tuan dan Nyonya Andreas membawa Elisa ke tempat kediaman Pratama. Dengan membawa bukti rekaman cctv yang sempat Ia minta pada salah satu anak buahnya, Tan Andreas yakin kalau Arya tidak akan bisa mengelak dari tanggung jawab.
Memasuki halaman rumah mewah itu,mobil Keluarga Andreas langsung di sambut salah satu pelayan yang kebetulan tengah merapikan tanaman.
Tuan Andreas langsung menyampaikan niatnya kepada pelayan itu, agar memberi tahu Tuannya, kalau sekarang mereka ingin menemui kedua majikannya.
Pelayan pun segera mempersilahkan para tamu itu untuk duduk, lalu bergegas menemui Tuan dan Nyonya Pratama yang sekarang tengah berada di taman belakang.
"Permisi Tuan, Nyonya, di depan ada tamu," ucap pelayan itu tergopoh-gopoh.
"Tamu?" Nyonya Anggi mengernyit heran, "Apa Papa mengundang seseorang?"
"Tidak,"jawab Tuan Pratama.
"Tamu siapa Bi?" tanya Nyonya Anggi lagi.
"Keluarga Tuan Andreas yang datang Nyonya," jawab pelayan.
Tuan dan Nyonya Pratama semakin heran dengan kedatangan tamu tersebut. Pasalnya, mereka tidak terlalu dekat dengan keluarga itu,.kecuali masalah pekerjaan, itu pun semua sudah di serahkan kepada putranya, Arya.
Jadi untuk apa Tuan Andreas sampai datang kemari? Bukankah kalau urusan pekerjaan, harusnya mereka datang ke kantor menemui Arya, bukan malah datang kesini.
"Selamat siang Tuan Andreas," ucap Tuan Pratama menjabat tangan pria di depannya.
"Siang Tuan Pratama. Maaf sudah mengganggu waktu Anda," balas Tian Andreas datar.
"Sepertinya ada sesuatu yang penting, hingga Anda sampai menyempatkan diri datang kemari?" Tuan Pratama memulai pembicaraan.
"Benar Tuan Pratama. Memang ada sesuatu yang sangat penting, yang ingin kami sampaikan," mengambil sesuatu dari saku jasnya, dan menyerahkan pada Tuan Pratama.
Tuan Andreas tidak ingin berbasa-basi lagi, karena ini menyangkut harga diri putrinya.
Tuan Pratama yang masih bingung, hanya saling menatap dengan istrinya. Mereka masih tidak mengerti apa yang di maksud Tuan Andreas. Dengan pikiran yang masih bertanya-tanya Tuan Pratama membuka isi rekaman CCTV itu.
"Apa maksud semua ini, Tuan Andreas?" Tuan Pratama masih tidak mengerti dengan arah pembicaraan mereka, kenapa Tuan Andreas memberinya sebuah rekaman CCTV?
"Putri kami, Elisa hamil," sela Tuan Andreas cepat.
"Ha_hamil?" Nyonya Anggi menatap gadis itu yang sedang tertunduk malu.
"Lalu, apa hubungannya dengan kami?" Nyonya Anggi mengernyit heran.
"Jadi sebenarnya, Ayah dari anak yang di kandung Elisa adalah_...?" Tuan Andreas menahan sesak di dadanya. Sungguh lidahnya tiba-tiba terasa kelu, saat ingin menyebutkan nama laki-laki itu.
Bagai tersambar petir, Nyonya Anggi langsung syok mendengar penjelasan dari Tuan Andreas. Wanita itu langsung menangis meraung-raung tanpa memperdulikan Keluarga Andreas yang masih ada di situ.
Dia tidak bisa membayang bagaimana hancurnya perasaan Rengganis, kalau tahu berita ini. Apalagi sekarang menantunya itu tengah hamil, Nyonya Anggi khawatir akan berakibat buruk pada kandungannya.
🍀🍀🍀🍀🍀
Perusahaan Pratama
"Iya, Pa?" Arya mengangkat telepon dari Papanya sembari memeriksa beberapa berkas yang akan dia bawa dalam rapat satu jam lagi.
"Pulang sekarang! Papa tunggu di rumah." ucap Tuan Pratama dengan suara yang tegas.
"Tapi Pa? Arya satu jam lagi ada rapat, bisa kah_....?"
"Pulang!!!!Atau Papa sendiri yang akan menyeret mu." ucap Tuan Pratama dengan suara baritonnya.
"Sebenarnya ada ap...?"
tutt...
Tiba-tiba sambungan telepon diputus secara sepihak, Arya bingung dengan sikap Papanya yang tiba-tiba meneleponnya dengan marah-marah. Tak ingin membuat Papa nya semakin kesal, Arya bergegas menemui Alex, dan memintanya memimpin rapat yang akan di adakan sebentar lagi.
Arya segera menginjak pedal gasnya menuju rumah kedua orang tuanya. Dalam perjalanan dia terus berpikir, apa kesalahannya hingga Papanya bisa semarah itu.
Sampai di halaman rumah,Arya melihat sebuah mobil yang dirasanya tidak asing.
Ya, mobil Tuan Andreas. Dia beberapa kali melihat Elisa menggunakan mobil itu, saat ada pertemuan dengannya.
Melangkahkan kaki masuk,Arya langsung di sambut tatapan tajam dari semua orang. Dia menoleh ke arah Mama Anggi,terlihat wanita paruh baya itu tengah menangis terisak di samping Papanya.
Arya semakin bingung karena di sini tengah berkumpul Tuan Andreas beserta istrinya,dan juga gadis itu, Elisa.
"Pah_..."
Plakkk!!!
Sebuah tamparan melayang mengenai pipi Arya ,laki-laki itu langsung meringis kesakitan merasakan ujung bibirnya yang robek, dan sedikit mengeluarkan darah.
"Tunggu Pa, salah Arya apa?"Mencoba maju mendekati Mama Anggi, namun lagi-lagi Papa Pratama melarang.
"Diam di situ!!!" teriak Papa Pratama
Arya hanya bisa diam dan memikirkan apa kesalahannya. Sungguh dia tidak pernah melihat Papanya semarah ini, apalagi sampai menamparnya.
"Papa kecewa padamu,"ucap Papa Pratama menahan amarah.
"Salah Arya apa,Pa?"
"Kamu tanya salahmu apa, hah! Dasar anak kurang ajar,beraninya kamu merusak anak gadis orang," teriak Mama Anggi yang menangis semakin kencang.
"Merusak? Anak gadis orang?" Arya mengulangi perkataan Mama Anggi yang masih membuatnya bingung.
"Apa maksud Mama?"
Tuan Pratama melemparkan bukti rekaman CCTV kehadapan anaknya. Arya yang masih bingung hanya menatap rekaman itu dengan kening yang sedikit berkerut.
"Apa benar kau yang ada dalam rekaman itu?" tanya Papa Pratama.
"Iya Pa, itu memang Arya," jawab laki-laki itu tegas.
"Jadi benar kau yang melakukannya!" Papa Pratama semakin emiosi. Pria paruh baya itu maju ke depan, ingin segera menghajar putranya lagi. Namun tiba-tiba Mama Anggi menahannya.
"Rekaman pertama memang itu Arya Pa, tapi yang kedua Arya tidak tau mereka siapa?"
"Maksudmu Elisa yang berbohong?" teriak Tuan Andreas murka. "Jelas-jelas Elisa melihat wajahmu saat kalian berada di kamar.
Sebagai seorang Ayah, dia merasa tidak terima jika putrinya di tuduh berbohong.
"Saya tidak mau tahu, Arya harus bertanggung jawab pada Elisa." ucap Tuan Andreas lagi. Dia kok hanya ingin putrinya mendapatkan keadilan.
"Tapi saya tidak melakukan apa-apa, Pa," Arya mencoba mencari pembelaan dari Papanya, tapi Tuan Pratama mendiamkanku begitu saja.
"Apa kau punya bukti, kalau kau bukan laki-laki itu?" tanya Papa Pratama kemudian.
Bukti?
Laki_laki itu tampak membeku tanpa berani menatap ke arah sang Papa. Mungkin karena ia merasa bersalah atau sedang mencari pembelaan lain.
"Kak...?"
Arya melengos, menatap tidak suka pada gadis yang tengah asik oleh kedua orang tuanya.

Book Comment (250)

  • avatar
    Ina La Riski

    cerita bagus

    16d

      0
  • avatar
    Mohd Syafiq

    good sir

    19d

      0
  • avatar
    SubaktiAgus

    👍👍

    20d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters