logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Amarah

Tuan Andreas yang mengetahui Elisa pingsan karena apa langsung meradang. Lelaki paruh baya itu segera meraih ponsel dan menghubungi Asistennya, Roy. Ingin menanyakan apa saja kegiatan Elisa selama dua bulan belakangan ini, termasuk apa saja yang putrinya itu lakukan selama berada di lingkungan kantor. Tuan Andreas menghitung usia kehamilan Elisa, dan ternyata sama persis dengan jadwal pekerjaannya di luar kota waktu itu.
Kini hanya Roy yang di anggapnya dapat dipercaya, karena laki-laki itu sudah mengabdi cukup lama pada keluarganya, bahkan semenjak sang ayah masih hidup. Selama ini pun Roy tidak pernah mengecewakannya. Untuk itu Tuan Andreas sangat yakin jika Roy dapat di percaya.
Entah berapa puluh kali panggilan, namun Roy tidak juga mengangkatnya. Tuan Andreas bahkan lupa kalau hari ini ada rapat penting, dan Roy lah yang harus memimpinnya. Di karenakan tadi pagi Elisa yang tiba-tiba sakit, dan tidak bisa menghadiri rapat itu.
Tuan Andreas mengeram frustasi, segera meraih kunci mobil, lalu melangkah keluar dari kamar Elisa. Dia tidak lagi memperdulikan teriakan istrinya yang menanyakan kemana akan pergi.
Namun lagi-lagi baru setengah perjalanan menuju kantor, Tuan Andreas di kejutkan dengan suara dering ponselnya. Dengan terpaksa dia harus menepikan mobil, lantas menjawab panggilan dari istrinya, agar tidak membahayakan pengguna jalan lain.
Tuan Andreas begitu kesal karena Nyonya Sintia memintanya kembali ke rumah. Wanita itu bahkan sempat marah-marah dan mengancam, karena suaminya itu menolak permintaannya.
Akhirnya Tuan Andreas mengiyakan permintaan istrinya untuk kembali ke rumah, karena tadi Nyonya Sintia mengatakan kalau Elisa sudah sadar, dan akan mengatakan dengan jujur siapa laki-laki yang telah merusaknya.
Tiba di halaman rumah, Tuan Andreas bergegas masuk dan meninggalkan mobilnya begitu saja.Berjalan cepat menaiki satu persatu anak tangga yang di rasa begitu lama, laki-laki paruh baya itu sudah tidak sabar dan ingin mendengar sendiri pengakuan dari Elisa.
Brakkk,
Tuan Andreas masuk ke kamar Elisa dengan membanting pintu sangat keras, hingga kedua wanita yang ada di dalamnya tersentak kaget. Elisa sampai menggigil ketakutan melihat amarah papinya yang menurutnya sangat menyeramkan. Gadis itu nahkan baru melihat ekspresi wajah papinya yang seperti ini.
"Cepat katakan! Siapa yang melakukannya padamu?" teriak Papi Andreas dengan suara baritonnya.
"Pih...?" Mami Sintia mencoba meredam amarah suaminya, dia begitu kasihan melihat putrinya yang sudah meringkuk ketakutan.
"Diam!!!Jangan selalu membelanya. Lihat, akibat Mami selalu memanjakannya, dia jadi tumbuh menjadi liar seperti ini!" ucap Papi Andreas dengan wajah yang memerah.
"Cukup Pih!Jangan marahi El terus. Papi tidak lihat dia sudah ketakutan seperti ini?" jawab Mami Sintia tegas.
Tuan Andreas memandang Elisa yang masih meringkuk sambil menangis di atas tempat tidur. Lelaki itu segera merengkuh tubuh anak gadisnya dan membawanya ke dalam pelukan.
"Maaf, Papi tidak bisa menjagamu," mencium puncak kepala putrinya yang kini terlihat sangat menyedihkan.
Orang tua mana yang sanggup melihat anaknya seperti ini? Sungguh Tuan Andreas sangat merasa gagal menjadi seorang Ayah, karena telah lalai menjaga putri satu-satunya.
"Maaf Pi?.Elisa udah buat Papi kecewa." Gadis itu menangis terisak di pelukan orang tuanya.
Melepas pelukannya, dan mengusap air mata di pipi putrinya, "Papi sudah memaafkan mu. Sekarang katakan pada Papi, siapa Pria itu?" Menatap wajah Elisa dengan intens.
"Papi janji,tidak akan menghukumnya, Papi hanya ingin dia bertanggung jawab atas perbuatannya."
"Tapi_,"
"Sst..." Tuan Andreas menggelengkan kepalanya, saat melihat keraguan di mata Elisa," Tidak akan terjadi apa-apa, jangan takut."
Gadis itu kembali diam.
"Apa El ingin lihat Papi dan Mami sedih?" tanya Papi Andreas
Elisa menggelengkan kepalanya,sungguh ini bukan kemauannya. Memang Elisa menginginkan laki-laki itu untuk jadi suaminya,tapi bukan dengan cara seperti ini.
"Apa El mau, nanti ketika bayi El lahir tidak tahu siapa Ayahnya?" Tuan Andreas kembali bertanya pada putrinya itu.
Elisa mendongak, menatap wajah laki-laki paruh baya yang ada di depannya. Ada yang sedikit mengusik di hati kecilnya. Bagaimana dia bisa punya pikiran seperti ini, membiarkan anak yang tidak berdosa lahir tanpa seorang Ayah.
Lalu bagaimana dengan istrinya? bukankah lelaki itu telah menikah.
Awalnya Elisa berpikir perbuatannya itu tidak akan menghasilkan anak, mengingat dia melakukannya hanya sekali. Tapi nyatanya benih itu sudah tumbuh di dalam perutnya.
Entah kenapa pikiran Elisa bertolak belakang dengan niat awalnya mengejar cinta pertamanya. Dulu mungkin dia akan dengan senang hati menikah dengan laki-laki itu, namun kenapa sekarang dia sendiri merasa bimbang.
Elisa memilih diam dan menerima semua amarah dari kedua orang tuanya. Bukan lagi tentang itu yang Ia takutkan, karena sudah jelas tadi Papinya mengatakan sudah memaafkan. Tapi, kini dia takut tentang keluarga besar lelaki yang merenggut kesuciannya. Apa mungkin mereka akan menerima perempuan seperti dirinya? Dan, apa lelaki itu akan mengakui anak yang ada di dalam kandungannya, mengingat sikap terakhir saat bertemu dengannya begitu dingin.
"ELISA!!!!" teriak Tuan Andreas murka. Kesabarannya sudah habis menunggu jawaban dari anaknya yang tak kunjung berbicara.
"Pih_," Elisa sempat terlonjak kaget sambil memegangi dadanya, dia menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan keberaniannya tadi yang sempat hilang, akibat teriakan Papi Andreas.
"Sebenarnya_....."
"Ma-maafin dia Pih? Hukum El saja. " Akhirnya tangis Elisa kembali pecah, dia sampai berlutut memohon kepada orang tuanya agar tidak menyakiti laki-laki itu.
"Sebesar itu kah kau mencintainya, El? Hingga kau mati-matian membela laki-laki itu!" teriak Tuan Andreas memenuhi langit-langit kamar.
"Aku mencintainya Pih, tolong jangan sakiti dia," ucap Elisa lirih, dengan air mata yang semakin deras.
Elisa tahu bagaimana sifat Papi nya saat sedang marah, bahkan Tuan Andreas bisa melakukan apa saja dengan uang yang di milikinya.
"Pih, Elisa benar. Papi tidak boleh melakukan apapun padanya. Dia adalah Ayah dari anak yang sedang di kandung Elisa saat ini," ucap Mami Sintia mencoba membela putrinya.
"Aku memang tidak akan menyakitinya. Tapi, dia harus bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan pada Elisa," jawab Tuan Andreas.
"Lalu bagaimana dengan istrinya? Bukankah dia anak angkat Mbak Rani? Apa Papi tega menyakitinya?" tanya Nyonya Sintia bingung.
Persetan dengan anak itu, dia bukan siapa-siapa...
"Aku tidak peduli dengan istrinya. Bukankah dia hanya anak angkat? Untuk apa kita memikirkannya. Toh, pasti mbak Rani tidak akan terlalu sedih," jawab Tuan Andreas yakin.
"Bangun El, kita akan ke rumah keluarganya untuk meminta pertanggung jawaban." Tuan Andreas memapah putrinya untuk duduk di sisi tempat tidur.
"Makasih, Pih," Elisa tersenyum dan mengusap sisa-sisa air mata di pipinya.
"Kalian segera bersiap-siap, Papi ada urusan sebentar," ucap Tuan Andreas melangkah keluar dari kamar Elisa.
Di dalam kamar...
"Mi, bagaimana ini...?" Elisa sudah cemas sendiri, padahal papinya belum mengatakan kemana mereka akan pergi.
Elisa bukan gadis bodoh yang tidak tau maksud perkataan Papi Andreas baru saja.
Kemana lagi jika bukan menemui keluarga laki-laki yang menidurinya, untuk memberitahu kehamilannya sekaligus meminta pertanggung jawaban. Elisa hanya mengangguk pasrah mengiyakan perintah Papi Andreas tadi. Di bantu Mami Sintia, Elisa bersiap-siap untuk segera pergi menemui keluarga laki-aki itu.
*****
"Iya Tuan," jawab seseorang di seberang telepon.
"Tolong kau minta rekaman cctv dari hotel XX sekarang juga, lalu kirimkan padaku."
"Baik Tuan."
Klik....
"Kenapa harus dia?" Tuan Andreas mengepalkan kedua tangannya,darahnya menggelegak hebat saat menyebut nama lak-laki itu.
"Padahal Papi sudah siapkan calon yang pantas untukmu, El? Yang pasti lebih baik dan setidaknya bisa menghargaimu."
Hancur sudah rencana Tuan Andreas untuk bisa menjodohkan putrinya dengan laki-laki bernama Rangga, yang tak lain adalah rekan bisnisnya sendiri.
"Aku pastikan, kau akan menyesal telah menyakiti putriku!"

Book Comment (250)

  • avatar
    Ina La Riski

    cerita bagus

    16d

      0
  • avatar
    Mohd Syafiq

    good sir

    19d

      0
  • avatar
    SubaktiAgus

    👍👍

    20d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters