logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Part. 3

Usai mengantar Chika, Cindy mengarahkan kendaraannya ke pusat kota. Mengantar sahabat SMA-nya itu pergi ke salon perawatan kecantikan langganannya. Setelah selesai, mereka melanjutkan mencari pakaian ke butik langganan mama Aileen. Demi memberikan penampilan yang terbaik, gadis bermata bulat itu rela merogoh kocek yang tidak sedikit untuk mendapatkan semuanya.
“Nanti malam jangan lupa datang, ya guys. Temenin aku.”
“Tenang.”
“Cindy ...” ucapnya ragu. Ada keinginan untuk menceritakan tentang perjodohan yang dilakukan papanya, tapi khawatir menambah beban sahabat di depannya itu.
Sejak satu tahun yang lalu, Cindy menjadi tulang punggung bagi keluarganya. Ayahnya dipenjara karena korupsi di perusahaan tempat kerjanya. Dua adiknya masih SMP dan SMA. Sementara mamanya kini sakit-sakitan karena memikirkan papanya.
Aileen masih menatap ramainya pengunjung di pusat jajanan di salah satu mal di pusat kota. Sambil menikmati makanan kesukaannya, kentang goreng plus saus mayonise.
“Heh, bengong. Gue dicuekin!”
“Eh, eng-enggak.”
“Udahan, yuk.” Aileen menyudahi makannya lalu ke kasir. Setelah itu Cindy melajukan roda empatnya mengantar sahabatnya pulang.
“Dont forget to my party to night.” Gadis berkerudung pashmina itu sekali lagi mengingatkan sahabatnya.
Dari balik kemudi gadis berbaju dress selutut itu mengangkat dua jempolnya sebagai jawaban.
“Bye-bye.”
***
Kesibukan kecil terlihat di keluarga abi Hasby. Ummi dan Nissa terlihat sibuk menyiapkan oleh-oleh untuk keluarga Hadiwidjaya. Sedangkan Abi dan Hasby sedang mengecek mobil sedannya yang sudah berumur tua.
Tepat pukul 15.00 mereka meninggalkan rumah. Sebenarnya jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh. Namun, mengingat hampir di setiap ruas jalan kemacetannya mengular, maka mereka sepakat untuk berangkat jauh kebih awal.
Sampai di tempat acara tepat ketika adzan Maghrib berkumandang. Usai melaksanakan kewajiban tiga rakaat di musala kecil di rumah mewah itu, keluarga Hasby disambut hangat oleh keluarga Hadiwidjaya.
Undangan lain sudah banyak yang berdatangan. Memenuhi ruang tamu dan teras samping yang kini telah berubah menjadi tempat acara yang indah dan megah. Beberapa buket bunga hidup terpajang di beberapa titik ruangan. Menambah segar suasana yang bernuansa hijau dan putih itu.
Sepuluh menit lagi acara di mulai. Namun, tak satu pun dua dari sahabatnya kelihatan batang hidungnya. Akhirnya Aileen menelepon kembali untuk mengingatkan. Namun beberapa kali melakukan panggilan, panggilanya tidak terangkat.
“Ck. Kemana mereka?” Gadis yang mengenakan celana bahan warna hitam dipadu dengan pashmina warna abu-abu muda ini masih mematut diri di depan kaca besar di kamarnya yang luas. Lalumenyempurnakan riasan wajahnya dengan lipstik warna nude kesukaannya.
“Sudah, yuk. Acara sudah mau dimulai, tuh.” Suara laki-laki yang sangat dikenalnya itu terdengar seiring langkahnya yang mendekat ke arahnya. Menyejajari dirinya di depan cermin. “Hmm, cantiknya. Beruntung sekali calon suaminya.” Tangannya merangkul bahu adik semata wayangnya. “Paan, sih.” Aileen memukul lengan kakaknya hingga meringis kesakitan. “Cakep juga, tuh, calonmu.”
“Hah, emang dia datang juga?”
“Sekeluarga.” Sontak gadis berkulit putih itu menoleh ke laki-laki di sampingnya. “Serius? Wait, emang Kakak tau?” Yang ditanya hanya mengedikkan bahunya.
Tomy siap menggandeng Aileen ke tempat acara di lantai satu. Gadis yang sebenarnya menahan kantuk akibat jetlack itu berusaha tampil ceria. Aileen dan kakaknya berjalan beriringan menuju tempat papa dan mamanya berada. Setelah itu MC segera memulai acara sesuai rencana.
Di tengah maraknya suasana syukuran malam itu, di sudut ruangan ada sepasang mata elang yang selalu berusaha menjaga pandangan. Dia lebih suka berbincang dengan salah satu ustaz yang mengantar anak-anak yatim yang juga menjadi salah undangan dalam acara. Sesekali dia melihat benda pipih yang melingkar di tangan kanannya.
“Sini, Le. Ayo kenalan sama anak-anak Pak Arya, sini.” Laki-laki yang mengenakan kemeja putih itu memenuhi panggilan abinya.
“Tomy.”
“Hasby.”
“Aileen.” Gadis itu mengulurkan tangan hendak bersalaman. Hasby bingung harus melakukan apa. Meskipun dirinya bukan salah satu orang yang mengambil pendapat tentang haramnya berjabat tangan dengan lawan jenis, tetapi selama ini ia selalu menghindarinya.
Tangannya hampir saja membalas uluran tangan gadis itu, tetapi tiba-tiba ....
Prang!
Seorang anak kecil menyenggol gelas bertangkai yang tersimpan di atas meja hidang hingga pecah berantakan. Gegas Hasby menarik kembali tangannya dan menolong si anak kecil yang terlihat ketakutan.
Kejadian itu menjadi pusat perhatian para hadirin. Menyadari hal itu, laki-laki bertubuh tinggi itu segera mengembalikan si kecil kepada ibunya. Lalu ia menyelinap di antara banyaknya tamu undangan, menuju ruangan yang tak jauh dari tempat acara. Ya, ruangan itu musala. Ia menyendiri di sana. Membaca buku sembari menunggu waktu salat Isya’ yang tinggal beberapa menit saja.
Sementara di ruang tamu, Aileen tengah bertemu dengan teman dan sahabatnya yang baru saja datang secara bersamaan. Mereka mengobrol banyak hal. Termasuk kisah beberapa temannya yang setelah lulus kuliah langsung diterima bekerja di perusahaan bonafit yang mereka impikan. Aileen merasa senang mendengarnya. Namun, di sisi lain tak bisa dipungkiri jika ada rasa iri muncul dalam hatinya.
“Eh, wait a minute, ok. Ada special gift buat kalian semua.” Aileen melangkah cepat menuju kamarnya di lantai dua. Ketika melewati musala keluarga yang berdinding kaca, pandangannya tertuju pada sosok lelaki yang tengah duduk sendiri sambil membaca buku.
Bunyi ketukan sepatunya yang terdengar hingga dalam musala menyebabkan Hasby mengalihkan pandangannya pada gadis yang tengah berdiri di dekat tangga. Beberapa saat pandangan mereka bersirobok, tetapi gadis itu segera memutar bola matanya. Seolah menyatakan rasa malasnya bertemu dengannya lagi. Hasby pun segera memalingkan pandangan ke arah lain.
Tetiba ponsel di sakunya bergetar. “Abi?” gumamnya pelan. Obrolan singkat antara anak dan orang tua itu berakhir dengan ajakan sang abi kepada anaknya untuk berbincang santai dengan keluarga Hadiwidjaya di sofa ruang tengah.
Hasby segera mengembalikan buku yang dibacanya pada rak di pojok musala. Lalu melangkah ke luar menuju ruang tengah seperti yang dikatakan abinya. Namun, baru satu tapak kakinya melangkah, terdengar beberapa benda jatuh dari atas tangga.
Hasby mendongak. Menyaksikan gadis yang bernama Aileen tadi sibuk dengan mengambili barang-barang yang sudah terbungkus rapi di beberapa anak tangga.
“Ada yang bisa dibantu, Aileen?”
“Gak.” Gadis itu menjawab dengan ketus.
Hasby mengedikkan kedua bahunya. Dengan wajah datar, ia melenggang ke ruang tengah menyusul Abi, Ummi, dan Nissa.

Book Comment (27)

  • avatar
    Mawaddah

    thanks

    11/07

      0
  • avatar
    Nisrina Fatin Nabila

    Seorang gadis yang dipaksa menikah oleh orang tuanya yang mana gadis tersebut masih ingin melanjutkan kariernya.

    25/04

      0
  • avatar
    infinixErni

    alur cerita nya bagus bkin nambah semangat baca novel nya

    26/03

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters