logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Part. 2

Kecintaannya pada ilmu agama, membuatnya kembali mengajukan beasiswa untuk menuntut ilmu di universitas yang sama tetapi jenjang pendidikan yang lebih tinggi, S2. Ia harus menunggu beberapa bulan untuk mengetahui hasilnya.
Selama masa menunggu, Hasby membantu abinya merintis bisnis biro travel haji dan umrah. Ar roudhoty namanya. Biro travel itu merupakan hasil kerjasama dengan beberapa kolega bisnis abinya. Terutama dari sisi pendanaannya.
Pengumuman peraih beasiswa pendidikan S2 telah terbit. Hasby menjadi salah satu penerimanya. Maka babak baru kehidupannya sebagai mahasiswa pascasarjana di negeri Kinanah itu akan dimulai kembali. Sementara, pengelolaan bisnis biro travel umroh dan haji Ar Roudhoty ia serahkan kepada sang Abi.
Setelah empat tahun kemudian, laki-laki bernama lengkap Hasby Al Azizy itu kembali lulus dengan predikat lulusan terbaik. Ia memang terkenal sebagai anak yang rajin dan ulet. Predikat juara kelas pun tak pernah lepas dari masa SD hingga SMA. Bahkan berlanjut hingga tingkat mahasiswa.
“Abi senang proses studimu berjalan kancar, Le. Delapan tahun bukan waktu yang sebentar untuk menuntut ilmu. Alhamdulillah, semua sudah Kamu lalui. Kini tinggal memikirkan bagaimana cara mengamalkan ilmumu.”
“Inggih, Bi. Ini juga lagi menjajagi kerjasama dengan seorang teman. Ia tinggal di daerah. Sepertinya Ana tertarik dengan tawarannya.”
“Bagus, itu. Tapi jangan melupakan umur. Usiamu sudah cukup untuk mulai memikirkan pendamping hidup, lho. Ummimu sudah pingin punya cucu katanya.” Laki-laki yang dikenal dengan panghilan abi Hasby itu terkekeh kecil.
“Fitrah, toh, Bi. Tapi, diam-diam abimu itu juga menginginkannya, kok, Le.” Ucapan ummi Hasby disambut tawa lebar oleh Hasby dan Nissa, adiknya.
Wajah pemuda yang dibicarakan memerah. Ia menunduk, merasa belum mempunyai jawaban yang tepat untuk disampaikan. Karena memang hingga kini, ia belum pernah serius memikirkan masalah pendamping hidup. Namun, tetiba sekelebat wajah ayu terlintas di benaknya. ‘Astaghfirullah ...’ batinnya.
“Inggih, Bi, Mi.”
“Kalo masalah pekerjaan, jangan khawatir. Biro travel haji dan umrah yang sekarang Abi kelola, nanti Kamu juga bisa bergabung di dalamnya.”
Dering suara ponsel Abi Hasby terdengar nyaring. Nissa, gadis yang sedang kuliah di semester akhir itu segera bangkit mengambilkan ponsel abinya di dalam kamar. Lalu menyerahkan kepada si empunya.
“Terima kasih, Nduk.” Abi menerima panggilan sembari melangkah menuju ruang tamu.
[Halo.]
Kini tinggal Hasby, Nissa, dan umminya yang melanjutkan obrolan. Mereka menghabiskan malam itu dengan bercengkrama bersama di sofa ruang tengah. Hingga tak terasa tengah malam telah menghampiri.
***
Tin tin.
Suara klakson membuat Aileen gegas bangkit dari sofa. Ia melangkah cepat menuju teras, melihat mobil siapa yang datang. Mengetahui orang yang datang adalah sahabat yang ditunggu, senyumnya mengembang.
“Sini.” Tangannya melambai ke arah dua gadis yang baru saja turun dari mobil sedan warna hitam.
Ketiga sahabat yang sudah lama tak bersua di dunia nyata itu saling bergantian berpelukan.
“Kok pagi banget? Bukannya kita janjian jam sepuluh?” tanya Aileen sembari mengurai pelukan.
“Hari ini kita cuti khusus menyambut kedatanganmu, Leen.” Jawaban Chika disambut tawa lebar sahabat satunya, Cindy.
“Hm, enak, ya. Dah jadi model terkenal.” Dua sahabatnya kembali menyambutnya dengan tertawa.
“Yuk, come in. Breakfast, yuk.”
“Ah, enggaklah. Kita nunggu di sini saja. “
“Yaudah. Wait for a minute, ok?”
Kebiasaan berbahasa Inggris ketika masih di San Fransisco, membuat bahasa yang dipakai Aileen saat ini bercampur dengan bahasa internasional itu.
Usai bersiap diri, gegas gadis berkerudung pasmina hitam itu pamit kepada kedua orangg tua. Setelah itu mengambil tas selempang yang tersimpan di atas meja sofa ruang tengah.
“Come on!” Langkahnya diikuti kedua sahabatnya.
“Jangan lupa nanti malam, Nduk.” Mama mengingatkan dari teras sembari melepas kepergian putri kesayangan bersama sahabat masa SMA-nya. Gadis itu hanya melempar senyum sambil mengacungkan jari jempolnya ke udara.
“Kita ke tempat pemotretanku dulu, ya. Ada yang perlu diambil di sana,” ucap Cindy kepada Aileen dan Chika yang duduk di jok tengah.
Sampai di tempat tujuan, Aileen hanya menunggu di samping mobil. Kebetulan pengambilan gambar hari ini dilakukan di luar ruangan. Dari jauh, ia mengamati bagaimana cara pengarah gaya mengarahkan para modelnya.
Keasikannya terusik kala terdengar dentuman keras dari jarak yang tidak terlalu jauh darinya. Ia menoleh ke arah asal suara. Merasa penasaran, akhirnya dia berjalan mendekati tempat kejadian.
Sebuah mobil SUV warna hitam melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan tempat kejadian. Tak sempat melihat nomor polisinya, kini gadis dengan rok lipit warna dusty itu fokus pada sosok renta yang terjatuh di pinggir jalan. Ia menoleh kanan kiri berusaha mencari bantuan. Namun, situasi sangat sepi.
Ia melihat motor matic melaju dengan kecepatan sedang tengah melintas. Gegas ia menyetopnya. Memintanya untuk membawa korban tabrak lari ke rumah sakit terdekat. Setelah memesan taksi online, tubuh renta sang kakek segera dibawa ke rumah sakit.
“Help me, please. Kakek ini perlu bantuan. Bawa ke rumah sakit, ya. Aku ada acara sama teman-temanku. Ini mungkin diperlukan saat di rumah sakit nanti.”
Gadis berbaju putih mutiara itu menyerahkan beberapa lembar uang kertas berwarna merah kepada lelaki di hadapannya. Namun, dengan sopan lelaki muda yang masih menggunakan helm fullface-nya itu menolaknya.
Merasa tak dibutuhkan lagi, gadis itu melenggang meninggalkan pengemudi kendaraan roda dua yang telah dihentikannya tadi.
“Ih, kemana aja, sih. Dicariin dari tadi.”
“Ditelpon berulangkali juga kagak diangkat.”
“Ready? Yuk.” Tanpa merasa bersalah Aileen langsung memasuki mobil berwarna merah silver itu. Dua sahabatnya cuma geleng-geleng melihat sikap cueknya yang masih saja belum berubah.
“Come on, guys! Kemana kita sekarang? How about—“
“Santana Cafe? Kafe Daun Hijau? Gu—“
Drrrt drrrt.
“Iya, Mi?”
[Sekarang juga pulang! Se-ka-rang. Nggak pake lama.]
“I-iya, Mi.”
“Ada apa, Chik?”
“Tolong antar aku pulang Cyn.”
“Your Mom?” Pertanyaan Aileen langsung dijawab Cindy dengan sekali anggukan. Aileen segera mengelus bahu sahabatnya itu untuk memberi kekuatan.
Menurut kabar dari Cyndy beberapa bulan yang lalu, Mommy Chika mengalami depresi. Papinya tertangkap menjalani hubungan tanpa ikatan. Mommy Cindy ingin menggugat cerai, tapi mama dan mama mertuanya melarang. Akhirnya dia mencoba tetap bertahan. Namun, ternyata hal itu menyebabkan dirinya mengalami tekanan batin yang hebat dan berujung pada depresi.

Book Comment (27)

  • avatar
    Mawaddah

    thanks

    11/07

      0
  • avatar
    Nisrina Fatin Nabila

    Seorang gadis yang dipaksa menikah oleh orang tuanya yang mana gadis tersebut masih ingin melanjutkan kariernya.

    25/04

      0
  • avatar
    infinixErni

    alur cerita nya bagus bkin nambah semangat baca novel nya

    26/03

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters