logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Part 4

Rina duduk di sisi ayahnya yang sudah rapi menggunakan baju koko dan peci bersandar di kasur, Lina memegang tangan ayahnya yang tidak sakit.
Lina sungguh bahagia sekarang, senyum selalu tersungging di bibirnya. Menemukan perubahan dari sikap ayahnya yang berbeda tidak sama sekali membuat Lina curiga, gaya bahasa yang berbeda! Ayahnya biasanya menggunakan bahasa Sunda kasar khas warga di sana, namun sekarang gaya bicaraayahnya terlihat sangat lembut dan menggunakan bahasa yang sangat halus.
Arif juga sekarang sudah mulai bercerita ceria lagi tentu saja hal itu membuat Lina bahagia juga keluarganya.
Lina ia bersandar dibahu Ayahnya di tangan kanannya karena tangan kiri Ayah yang sangat membengkak.
"Bapak besok kan 17 Agustus Aku mau ikut beberapa lomba, kalau menurut bapak aku ikut lomba apa saja selain volleyball?,"Lina meminta pendapat ayahnya tentang lomba yang akan ia ikuti.
Arif memeluk Lina dengan tangan kanannya, ia mengusap tangan atas Lina iya mencium ubun-ubun. "Lina jangan terlalu banyak ikut lomba, Jika kamu akan ikut lomba volly ball, nanti kamu kecapean. Kamu ikut satu lomba aja,"ujar Arif. "Tapi kalau anak bapak ini kuat boleh aja, jangan banyak-banyak asal, kamu ikut lomba yang ringan aja soalnya kan yang beratnya kamu bakalan ikut lama volleyball. Kamu harus fokus dengan satu tujuan," lanjut Arif. Lina mengganggu menyetujui ucapan ayahnya.
Hari yang ditunggu-tunggu tiba Lina seharian di sekolah, pagi hari Lina mengikuti beberapa lomba bermacam-macam seperti makan kerupuk dan memasukkan paku ke dalam botol dan lainnya, hingga pada waktu Zuhur Lina pulang sebentar untuk makan dan melaksanakan salat zuhur sekolah yang dekat dengan rumah neneknya memudahkan Lina untuk pulang pergi ke sekolah.
Melihat ayahnya yang baik-baik dan sempat mendoakannya semoga menang karena jam 1 siang ia akan melaksanakan pertandingan membuat Lina bersemangat kembali ke sekolah.
Lina dan timnya memenangkan 3 set lomba volleyball, ia sangat gembira saat pulang ke rumah imembawa piala sebagai penghargaannya memenangkan 3 kali pertandingannya. Lina akan metunjukkan pada ayah dan ibunya Rina, hadiah yang ia pegang dengan bangga.
Lina berjalan seraya bersenandung bersholawat. sampai di rumah Lina dibuat heran dengan banyaknya sandal di dekat pintu masuk ke rumah neneknya. Namun perkataan ayahnya kembali terngiang di benak Lina, 'jika kita menjenguk orang lain ketika sakit, niscaya mereka juga akan kembali menjenguk kita ketika kita sakit.' Tak bisa dipungkiri senyum langsung tersungging dari bibir Lina, banyak sekali warga yang menjenguk ayahnya, membuat lihat bahagia. Berarti perkataan ayahnya pada Lina memang benar.
Banyak yang sayang pada ayahnya, begitu pikirnya. karena ibu dan ayahnya selalu bilang jika sedang sakit, banyak yang menjenguk berarti banyak yang sayang pada mereka. Begitupun juga dengan kita harus menjenguk mereka yang sedang sakit agar ketika sakit kita juga ada yang menjenguk. Lina bahagia dengan apa yang terjadi saat ini kepada ayahnya. Ia yakin dan bangga kepada kesolehan ayahnya. Lina masuk setelah mengucapkan salam, Lina langsung menuju tempat tidur ayahnya.
Tubuh Lina membeku, kebahagiaan yang sempat ia rasakan luntur tiba-tiba, Lina menjatuhkan piala dan tasnya. Ayahnya sedang sakaratul maot sedang di tuntun oleh pak ustad membaca zhikir, tangan Lina di pegang seseorang, Lina di tuntun seseorang untuk mendekatkan pada ayahnya yang sedang berbaring. Mulut ayahnya terbuka, namun air matanya merembes keluar.
"Bilang sama bapak sayang, kalo kamu akan baik-baik saja,"ucap paman Sam yang menuntut Lina mendekat pada Ayahnya dengan suara yang bergetar.
Lina tak mampu mengatakan apa-apa selain suara tangis yang ia keluarkan. Meskipun Lina masih kecil namun Lina mengerti dengan keadaan ayahnya sekarang.
Paman Sam memeluk Lina dengan erat, menenangkan gadis kecil itu agar tak terlalu kencang menangis, nenek Lina mengambil Lina menjauh dari dekat Arif, ia menggendong Lina, membawa Lina keluar dari rumah.
"Ba-bapak, Nek." Lina tidak mau di ajak keluar. Namun agar Susana di dalam rumah bisa lebih tenang, mungkin Lina memang harus di bawa keluar.
Semua orang yang ada di rumah itu menatap Lina dengan kasihan.
Rani bahkan sudah di ungsikan ke dapur karena ia tak berhenti menangis.
"Bapak janji bapak akan menjaga Lina dan adik lina yang masih dalam kandungan nak Rani, sampai mereka besar dan sanggup berdiri sendiri, bapak juga akan menganggap nak Rani sebagai anak sendiri, bapak janji akan menyayangi mereka setulus hati,"ucap kakek Toha.
Jam 17: 25 Arif meninggal dunia. Rani pingsan saat itu, ia terus saja berbicara ingin ikut dengan suaminya sebelum Rani pingsan. Arif mungkin lebih tenang setelah mendengar Toha mengatakan akan melindungi istri dan anak-anaknya, hingga akhirnya Arif menghembuskan napas terakhirnya dengan tenang.
Lina kembali dibawa ke rumah setelah orang-orang mengatakan jika Arif sudah meninggal kepada nenek Ningsih. Nenek Ningsih sebenarnya ingin di sana melihat dan menemani Arif putra paling dewasanya di detik-detik terakhirnya. Namun melihat keadaan Lina yang tak bisa diajak tenang membuat nenek Ningsih harus membawa Lina keluar dari rumah dan menenangkan Lina. Ia berusaha kuat kehilangan anaknya itu dan mengiklankan kepergian anaknya tanpa dirinya.
Rani Ibunya Lina sedang hamil, Lina melihat ibunya yang pingsan dia memeluk ibunya. Entah bagaimana nasib bayi yang ada dalam kandungan Rina tanpa ayahnya. Lina mengepalkan tangannya kuat, ia benar-benar sangat marah ia sangat menyalahkan kan siluman biadab itu. ia mengambil ayahnya dari dirinya juga ibu dan adiknya.
Walaupun banyak orang berkata jika ayahnya meninggal hanya karena takdir Tuhan namun tetap saja hati Lina tidak menerima itu. Coba saja lipan itu tidak menggigit ayahnya pasti ayahnya sekarang baik-baik saja
Satu minggu setelah ayahnya meninggal ibu Lina juga meninggal, begitupun juga dengan bayinya. Lina semakin hancur tak kala keluarganya satu persatu diambil oleh hewan itu, Lina tidak tahu saya yang sebenarnya terjadi kepada ibu dan adiknya. Karena saat itu ia sedang berada di pesantren, Yang Lina tahu saat pulang ke rumah ibu dan dan sudah dikafankan, dan adiknya juga ikut meninggal dalam kandungan ibu tidak dikeluarkan dari perut ibunya yang Lina tahu.
Suatu saat ia berjanji pada dirinya sendiri Jika saja siluman itu berani menampakan diri di depannya atau mengambil korban lagi di kampungnya, maka ia akan berdiri paling depan untuk menolong orang itu. Lina tidak ingin nasib anak-anak di kampung itu sama sepertinya, hidup tanpa orang tua.
Hidup Lina sehari-harinya hanya diisi dalam kekosongan. Lina menjadi sosok yang pendiam jarang berinteraksi dengan orang Ia hanya selalu saja mengenang orang tuanya dan datang ke rumah orangtuanya yang sepi, dan melihat Curug tempat tinggal Langir Brahma dari kejauhan.
Mimpinya bermain dengan adiknya, jalan-jalan dengan ayah, ibu dan adiknya pupus sudah karena siluman itu.
Lina sudah seperti anak yang tentu arah,. seringkali nenek dan pamannya juga mengajak Lina untuk berbicara tapi Lina hanya diam saja.
Lina hanya fokus pada sekolah dan mengajinya dan mengajinya.
Hingga pada suatu ketika ada seorang yang dulu telah mengobati ayahnya, ia adalah tabib yang telah berusaha mengambil kembali ayahnya dari dunia gaib, tapi kekuatannya dulu mungkin tak sekuat siluman Langir Brahma hingga membuat ia kalah dan justru malah ikut sakit, meskipun ia selamat.

Book Comment (35)

  • avatar
    Nurshahirah Kay

    😊😊

    05/07

      0
  • avatar
    Kgsepong

    saya sudah membaca sampai bawah

    06/06

      0
  • avatar
    rrnzakya

    bagus

    24/05

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters