logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 3 Penggoda Kepedean

Pov Andre
Jam sudah menunjukkan pukul empat sore, sudah waktunya pulang nih. Aku sudah tidak sabar bertemu Miranda untuk menjelaskan kesalahpahaman tadi karena aku yakin tadi siang Miranda ingin mengantarkan bekal makan siang untukku namun tanpa sengaja melihat adegan Bu Sinta mendekatiku lalu Miranda salah faham trus pergi begitu saja.
Sebelum sampai ke rumah aku mampir dulu ke kedai cake bakery langganan kami, aku mengambil macaron kesukaan si kembar dan cheese cake kesukaan Miranda. Aku sangat suka melihat si kembar yang kegirangan menyambutku pulang membawakan macarone kesukaan mereka, begitupula Miranda. Senyuman manisnya sungguh sebuah obat kala aku merasa kelelahan setelah berjibaku dengan tumpukan pekerjaan yang tiada habisnya.
Aku berjalan ke kasir dan membayar tagihan.
"Loh Pak Andra! Kok anda ada disini? Ini kebetulan atau memang di sengaja ya kita bisa bertemu disini? Padahal baru tadi siang kita bertemu tapi bapak sudah pengen ketemu saja sama saya, seharusnya kalau bapak ingin bertemu saya tinggal chat atau telepon kan beres pasti saya langsung samperin bapak di kantor atu ketemuan dimana gitu." cerocosnya tanpa tahu menahu apa yang sejatinya aku lakukan disini. Ck seperti jalangkung saja dimana mana ada dia datang tinggal datang pergi langsung pergi huh.
Aku akui tingkat kepercayaan dirinya terlalu tinggi maka dari itu perusahaannya bisa semaju ini karena biasanya orang yang percaya diri akan sukses dalam hidupnya. Namun kali ini dia terlalu keblinger, kepercayaan dirinya sekali lagi salah tempat.
Setelah aku selesai dengan belanjaanku, aku pun tak memperdulikan ocehan Bu Sinta. Biarkan saja dia dengan imajinasinya.
"Saya permisi ya Bu Sinta." ucapku berpamitan, sungguh tidak sopan kalau main nyelonong saja karena dia adalah teman dalam berbisnis, aku juga harus bersikap profesional.
"Eh loh P_Pak Andre! Tunggu!" panggilnya terbata. Namun tak kuhiraukan seruannya karena aku sudah tidak sabar bertemu dengan istri dan anak anak di rumah.
"Haa haa haa"
Samar samar terdengar suara tawa teman teman Bu Sinta, ck tertawa saja bisa terdengar sampai ke area parkir. Perempuan tertawa kok bisa sekencang itu? Apa yang mereka tertawakan sehingga terdengar sejauh ini padahal posisi mereka agak jauh.
Ah sudahlah ngapain juga mikirin orang lah aku ini.
Sesampainya di rumah kepulanganku di sambut girang oleh si kembar, huh adeeemm lihat hal seperti ini. Rasa penat seketika meleleh, begitulah untungnya punya anak guys.
Namun tak ku lihat batang hidung Miranda. Biasanya istriku itu sudah berbaur dengan si kembar menyambutku pulang dengan senyuman manisnya.
Haeh pasti dia masih salah faham dengan kejadian tadi siang, dasar Bu Sinta bikin rumah tanggaku goyah saja!
"Anak anak jagoan Papa...Mama kalian dimana nak?" tanyaku lembut penuh kasih sayang.
"Mama di kamar Pa, daritadi Mama gak keluar keluar kamar tuh. Aku dan Rendi daritadi hanya bermain dengan mbak Sahwa."
Anakku Randa menjawab pertanyaanku dengan lancar walaupun masih sedikit agak celat dan di angguki adiknya Rendi.
"Baiklah sayang, kalian semua kembali bermain sama mbak Sahwa ya nih sambil nyemil macaronnya."
"Horeeeeeee." dengan girang si kembar menerima macaron mereka.
"Jadi Papa mau ke atas dulu menemui Mama kalian ya." ucapku lagi seraya mengelus pucuk kepala si kembar.
"Baik Papa." jawab si kembar berbarengan.
"Sahwa titip si kembar ya, saya mau istirahat di atas dahulu."
"Baik Pak." jawabnya dengan tersenyum malu? Kenapa nih pengasuhnya anakku? Kok senyumnya yang merona gitu pipinya? Dia lagi kepanasan? Tapi rumah ini kan adem ber AC. Dih jangan jangan kecantol juga nih cewek oleh ketampananku? Alamak bahaya juga ya punya wajah tampan nan mempesona, huft harus jaga jarak nih.
Ada yang tanya kenapa bisa aku tahu kalau si pengasuh anak anakku pipinya sedang merona karena malu? Ya karena diri ini sudah banyak berpengalaman menghadapi wanita wanita yang tengah mengagumiku haa haa haa.
Aku pun bergegas menaiki tangga dimana kamarku dan istri tercinta berada.
Ceklek.
Ku putar handle pintu hingga mengeluarkan bunyi ceklek. Gara gara suara tersebut istriku yang tadinya memejamkan mata kini ia membuka matanya. Ternyata Miranda tengah berbaring di ranjang kami.
Melihat kedatanganku Miranda malah memunggungiku, tubuhnya di miringkan ke kiri dan wajahnya di benamkan dalam selimut, oh istriku sedang merajuk ckckck imutnya.
Diri ini tak langsung menemui Miranda karena aku harus mandi dulu baru mengeluarkan rayuan maut dengan badan yang sudah segar rambut yang wangi agar istriku cepat luluhnya.
Sraasshhhh
Shower ku hidupkan seketika rintikan deras air menghujani kepalaku ah segaar. Aku mandi dengan tergesa gesa takut Miranda menunggu terlalu lama dan level marahnya bertambah lantas semakin susah pula merayunya.
Aku keluar dari kamar mandi namun netra ini tak menangkap kehadiran istriku lagi di tempatnya tadi berbaring.
"Miranda sayang! Kamu dimana?" seruku memanggil istriku.
Tak ada sahutan, kemana ya istriku? Lebih baik gegas ku mengenakan pakaian dan mencarinya di luar kamar.
"Miranda Miranda! Kamu dimana?" aku berseru mencari keberadaan Miranda di dapur namun tetap saja tak ada jawaban.
"Eh anu pak mencari Bu Mira ya? Itu Ibu ada teras depan Pak bersama nenek dan kakeknya anak anak." sahut Sahwa yang tiba tiba nongol dari arah belakang.
"Oh iya Sahwa makasih ya." sahutku kemudian berlalu menuju teras.
"Ibu sama Bapak datang kok gak ngasih kabar ya? Padahal kan biasanya mereka telepon dulu kalau mau berkunjung." gumamku dalam hati.
"Miranda..." panggilanku terhenti saat melihat tiga orang yang telah lama tak ku lihat sedang duduk bersama istriku dan anak anak di bangku teras.
"Papi...Mami..." ucapanku tertahan saat melihat Mami nya Miranda melengos sinis saat melihatku. Ya Allah segitu bencinyakah Mami padaku?
Aku berjalan mendekat hendak menyalami kedua mertuaku ini, ku ulurkan tanganku yang gemetar ya gemetar takut niatku ingin salim akan di tolak mentah mentah. Namun kekhawatiranku tidak terjadi, tanpa di duga kedua mertuaku ini mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Ku cium tangan yang sudah keriput ini dengan takzim.
Tiba tiba tanpa aba aba air mata ini luruh begitu saja membasahi pipi. Sejak menikah dengan anaknya tak pernah sekalipun aku mencium tangan kedua mertuaku. Itu karena kesalahanku  menjadi orang tak punya yang nekad meminang anaknya!
"Hug hug!" tangis tertahan tak terelakkan lagi. Aku berlutut di kaki kedua mertuaku yang terlihat sudah sepuh.
"Ma_maafkan hug hikz An_dre Mami Papi! Andre mengaku salah!" ucapku tertahan karena berbarengan dengan tangisan tergugu yang tak bisa aku tahan lagi. Sungguh aku merasa bersalah saat melihat kedua mertuaku yang sudah sepuh ini.
"Huwaaaaaaaaaaaaa!"
Tanpa di sangka sangka kedua anakku beserta istriku ikut menangis saat melihatku menangis, sontak kupeluk tiga orang yang paling berharga dalam hidupku ini. Kami menangis sesenggukan bersama, kulirik ke arah Mami ternyata dia juga ikut menitikkan air mata begitupula Papi.
Hanya satu orang yang malah mencebik sinis melihat keluargaku menangis, iya aku baru sadar kalau ada seorang lagi yang berada disini di tengah tengah keluargaku. Dia Frans laki laki yang dulu pernah bersaing denganku memperebutkan hati Miranda dan jelas akulah pemenangnya.
Kini ia berada disini dan datang bersama kedua mertuaku? Padahal mereka tidak punya hubungan kekerabatan. Apa tujuan Frans datang kemari bersama mertuaku? Jangan jangan ia ingin merebut Miranda dariku? Huh jangan harap.
Aku mempersilahkan Mami dan Papi masuk ke rumah namun Papi menolak dengan halus, ia ingin duduk di teras saja sambil melihat taman buatan di teras rumahku yang di tumbuhi berbagai macam bunga. Istrikulah yang merawat bunga bunga tersebut sehingga terlihat menyejukkan mata.
Entah alasan Papi benar atau hanya sebuah alasan karena ia merasa tidak sudi masuk ke rumahku, aku tak tahu.
Bersambung...

Book Comment (46)

  • avatar
    BarruRusmawan

    novel yg bagus

    22/08

      0
  • avatar
    azmin min

    good👍🏼👍🏼👍🏼

    21/07

      0
  • avatar
    amiranur

    good edit

    08/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters