logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Godalah  Suamiku Jika Mampu

Godalah Suamiku Jika Mampu

Dwi Padma


Chapter 1 Penolakan

Pov Miranda
Dengan bersenandung ria ku oseng oseng rica rica ayam yang rasanya sedikit pedas di atas wajan panas.
Hari ini aku memasak makanan kesukaan suamiku yaitu rica rica ayam sedikit pedas berteman kerupuk udang dan lalapan mentimun untuk mas Andre tercinta.
Rencananya siang ini aku akan mengantarkan makan siang ke kantor mas Andre, dia pasti sangat senang karena aku memasak makanan kesukaannya.
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Masakanku juga sudah matang dan siap di santap.
Gegas ku bersihkan badanku yang berbau asap dapur, hari ini acara masak memasak bisa selesai tanpa gangguan karena si kembar aku titipkan ke neneknya. Kedua anak laki lakiku yang sudah berumur empat tahun itu memang kerap membuatku kewalahan karena sikap mereka yang over aktif.
Ada saja tingkah mereka yang membuatku mempunyai banyak pekerjaan rumah, seperti membuang perabotan dapur sehingga tercecer kemana mana.
Pernah juga keran air kamar mandi di putar lalu tak di matikan tanpa sepengetahuanku, entah bagaimana cara mereka membuka keran air yang berada di atas bak mandi sehingga membuat lantai dapur sampai ruang tamu banjir. Berakhirlah diri ini berlelah lelah membersihkan banjir buatan si kembar. Belum lagi menghadapi ulah mereka yang lainnya.
Begitulah lelah seorang ibu yang mempunyai dua anak laki laki yang sedang aktif aktifnya, dua anak saja sudah begini repotnya apalagi di luaran sana punya anak ada yang lima bahkan lebih.
Namun kebahagiaan lebih mendominasi, kedua malaikat kecilku ini lah yang membuat hidup penuh warna. Kebahagiaan tiada tara mempunyai mereka di hidupku.
Sebenarnya suamiku juga menyewa pengasuh untuk anakku namun tetap saja anak anak lebih suka menggangguku yang sedang repot repotnya mengurus dapur. Oh iya hari ini anak anak berada di rumah neneknya otomatis si pengasuh juga ikut kesana.
Kulirik jam yang sudah melingkar cantik di pergelangan tangan kiriku.
"Wah sudah pukul 11.45, aku harus bergegas agar mas Andre tidak kelamaan nungguin makan siangnya." gumamku sendiri.
Ku patut wajah ini sekali lagi di cermin, kulit wajahku terlihat bersinar dari sebelumnya karena barusan ku poles dengan sedikit foundation dan bedak, bibir terlihat fresh setelah ku poles dengan lipstik warna pink namun masih terlihat natural, tak lupa alis berbentuk ala ala wanita korea.
"Hmmm masih terlihat segar sih walau sudah punya dua anak hee hee...tapi gelambir di perut ini susah sekali runtuhnya? Padahal sesekali aku berolahraga."
Ada rasa sesal dalam diri karena kini aku sudah tak bisa menyenangkan pandangan mata suamiku saat ia pulang ke rumah setelah berlelah lelah kerja dari pagi sampai malam.
Dalam hati aku terus saja menyemangati diri agar suatu hari nanti aku bisa sukses diet sehingga membuat suamiku tak sakit mata lagi karena melihat gelambir di perutku.
***
Tak butuh lama dua puluh menit saja aku sudah sampai di pelataran kantor suamiku padahal jarak antara rumah ke kantor  Mas Andre umumnya memakan waktu kurang lebih satu jam, maklum sedari muda aku pernah ikut perlombaan balap mobil sport dan ya aku sering menang juara satu. Namun sekarang aku sudah berhenti dari kegiatan itu semenjak menikah dengan mas Andre.
Mas Andre melarang keras aku mengikuti balapan, dia hanya ingin aku menjadi ibu rumah tangga yang mengurus anak anak dengan baik dan menyambutnya pulang  kerja juga melaksanakan kewajiban sebagai istri dengan baik. Begitulah impian sederhana suamiku dan aku tentu saja sangat menyukainya.
"Eh Bu Miranda, bawain makan siang untuk Pak Andre ya bu?" sapa Pak Sobri security kantor mas Andre.
"Iya pak, oh iya ini saya juga bawa bekal makan siang untuk bapak juga." jawabku seraya menyerahkan satu bekal terpisah yang sengaja aku bawakan dari rumah untuk Pak Sobri.
"Waduh ibu kok repot repot bawa bekal untuk saya, jadi tak enak hati saya bu, takut ibu kerepotan, terima kasih sekali ya bu." jawabnya segan namun dia tetap menerima pemberianku dengan senang hati.
"Tidak apa apa pak, saya sekalian masaknya kok. Mohon di makan ya pak."
"Baik Bu, terima kasih sekali lagi."
"Iya Pak sama sama, ya sudah saya masuk dulu ya Pak."
"Iya Bu silahkan."
Dengan santai aku berjalan ke arah ruangan Mas Andre, para karyawan yang berpapasan denganku menundukkan badan memberi salam hormat, aku pun membalas dengan menganggukkan kepala seraya tersenyum ramah.
Mereka semua sudah sangat hafal bahwa aku adalah istri seorang manajer di kantor ini. Maka dari itu mereka sangat ramah terhadapku.
"Loh Bu Miranda!?" kelihatan sekali Faiz sangat terkejut saat melihat kedatanganku, kenapa musti terkejut? Aku kan sudah biasa kesini menemui suamiku. Kok otakku jadi traveling kemana mana ya setelah melihat respon Faiz yang tak biasanya kali ini.
"Iya Faiz, saya mau mengantar bekal makan siang suami saya seperti biasa." sengaja ku tekankan kalimat 'seperti biasa' agar dia sadar kalau sikapnya kali ini sangat mencurigakan.
"Ah em iya anu Bu itu em Pak Andre nya sedang ada tamu jadi lebih baik bekalnya di titipkan ke saya saja gimana? Nanti kalau Pak Andre sudah selesai bekalnya pasti saya berikan pada Pak Andre." elaknya seperti beralasan agar aku tak masuk ke ruangan Mas Andre.
Aku menghela nafas jengah, sikap Faiz benar benar membuatku curiga kalau sepertinya ada hal hal tak bagus di dalam ruangan Mas Andra.
Tanpa menjawab pertanyaan Faiz aku langsung nyelonong melangkah ke depan ruangan mas Andra.
Hatiku mendidih karena terbakar cemburu, dari jendela kaca ruangan Mas Andra terlihat dengan jelas kalau seorang wanita cantik dan sexy tengah memegang bahu suamiku seraya mendekatkan wajahnya ke wajah Mas Andra.
Tanpa fikir panjang lagi aku berlari meninggalkan kedua insan tak halal itu berduaan di dalam  ruangan sepi tanpa adanya penghuni lain.
Jangan di tanya air mata sudah jelas membanjiri wajahku. Para karyawan terlihat keheranan karena melihatku berlari melewati mereka tanpa memperdulikan tatapan penuh pertanyaan yang pasti ingin mereka tanyakan.
Dengan cepat ku buka pintu mobil yaris  milikku hadiah dari Papi sewaktu aku belum menikah.
Tanpa merasa takut membahayakan diri ini sedikitpun aku menekan pedal gas sedalam yang aku mampu, namun tiba tiba otakku mengingat banyak orang yang tak bersalah di jalan yang aku lalui apabila aku mengalami kecelakaan hanya karena sedang patah hati lalu tanpa sengaja melibatkan mereka dalam kecelakaan. Sungguh egois diri ini, walaupun aku mantan pembalap handal namun aku tak boleh seenaknya ngebut ngebutan di jalan umum seperti ini.
Kupelankan laju mobilku, hati ini harus tenang tak boleh gegabah. Kalau aku nekad akan ada orang orang tak bersalah menerima dampak buruk akibat ulahku yang terlalu emosional.
Sesampainya di rumah baru ku tumpahkan kesedihan dengan membuang air mata sebanyak mungkin agar apabila Mas Andra pulang nanti ia tak melihatku menangisi dirinya yang mungkin mulai tak setia.
Aku akui fisikku sudah tak secantik dulu tapi masak iya Mas Andre tega mengkhianatiku? Apa ia tak mengingat pengorbananku selama ini? Bukan aku mengungkit kebaikan yang ku berikan padanya namun apa kurangnya aku hingga diri ini sampai di khianati?
Aku rela menentang titah Papi dan meninggalkan segala kemewahan yang di berikan keluargaku demi bisa menikah dengan Mas Andre. Papi tidak menyetujui Mas Andre yang hendak melamarku di karenakan kala itu Mas Andre hanya seorang pemuda miskin belum mapan yang masih kuliah semester empat.
Namun Mas Andre nekad melamarku karena takut keduluan orang lain yang akan datang melamarku karena jujur dulu memang banyak sekali pria pria yang datang padaku hendak melamarku bahkan terang terangan ada suami orang yang ingin menjadikanku istri kedua pula.
Flashback On
"Papi tak habis fikir, kamu kenal darimana laki laki pengangguran ini? Nganggur gini kok berani beraninya ngelamar anak orang! Kamu mau di kasih makan apa sama dia? Cabe? Rumput? Hah!? Di anggap sapi kamu hah!?" teriak Papi di depan ku serta di depan Mas Andre.
Mas Andre menunduk dalam, kepalanya tak pernah tegak setelah mendengar penolakan Papi secara terang terangan. Aku menangis sesenggukan karena tak tega melihat Mas Andre di hina hina oleh Papi.
"Heh anak muda! Apa sih tujuanmu ingin menikahi anak saya dengan keadaanmu yang masih seperti ini? Mau coba coba aja karena penasaran atau gimana?" tanya Papi mulai melunakan suaranya.
Mas Andre memberanikan diri mendongak melihat wajah Papi namun urung karena ia sempat melirik dahulu ke arah Papi, Papi berdiri tegap seraya bersedekap memperlihatkan otot ototnya yang sering terlatih di gym. Wajah Papi terlihat sangat garang dengan kumis agak tebal bertengger manis di bawah hidung.
Sejak saat itu Papi menyuruh seorang bodyguard untuk menjagaku serta menghalagiku agar tidak bertemu lagi dengan Mas Andre, kami hanya bisa sembunyi sembunyi saling menukar kabar lewat chat dari gawai baruku.
Gawai lamaku tentu saja disita oleh Papi,  namun uang sakuku sangat banyak kala itu jadi dengan mudah aku membeli gawai baru dan menghubungi nomor Mas Andre yang sudah hafal di luar kepala.
Karena kampusku dan kampus Mas Andre berbeda jadi kami sangat kesusahan untuk sekedar bertemu. Kehidupan seperti itu aku jalani sampai kami lulus kuliah.
Di kala setres menghadapi ketidaksetujuan Papi datang lagi penghalang baru, seorang cowok narsis yang gak mau nerima kata penolakan.
"Mir ayo naik!"
Tiba tiba Frans datang menghalangi jalanku dengan mobil sportnya, Frans adalah teman se hobi denganku yaitu suka balapan mobil. Dia sudah berulang kali nyatain cintanya padaku namun aku kekeh menolak karena hatiku sudah terpaut pada satu hati yaitu Mas Andre, lagipula Frans itu playboy ya ogah banget berhubungan dengan playboy.
"Sory aku udah ada yang jemput." tolakku terang terangan.
"Di jemput siapa? Andre? Di jemput pakai motor bututnya? Haa haa haa!" ejeknya dengan tertawa sangat puas.
"Cih!" aku mendecih sinis malas banget nanggepin ni orang setengah setengah.
"Ayolah aku antar pulang ke rumah, aku yakin orang tuamu pasti setuju kalau aku yang jadi kekasihmu di bandingkan si Andre miskin itu." ucapnya pongah penuh kesombongan, itu malah membuatku tambah tak berselera melihat wajahnya.
Tak berniat meladeni ocehannya lagi langsung ku tinggalkan saja dia menuju mobil jemputanku yang di sopiri bodyguard bayaran Papi, kebetulan sekali bodyguard Papi datang tepat waktu.
Bersambung...

Book Comment (46)

  • avatar
    BarruRusmawan

    novel yg bagus

    22/08

      0
  • avatar
    azmin min

    good👍🏼👍🏼👍🏼

    21/07

      0
  • avatar
    amiranur

    good edit

    08/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters