logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 7 Terkuaknya Kejahatan Kinan.

Segera Kuurus administrasi pemulangan jenazah Ibu. Citra ku titipkan pada Ustadzah Aisyah selama ku tinggalkan. Aku berada di mobil ambulans sedangkan Citra semobil dengan Ustadzah Aisyah saat Kami telah bisa membawa jenazah Ibu pulang untuk di makamkan.

Setibanya di rumah, warga telah banyak berkumpul untuk membantu proses pemakaman Ibu. Hingga selesai pemakaman, tak ku lihat sama sekali sosok Kinan untuk memberikan penghormatan terakhir pada Ibu.
Citra sudah terlelap di kamarnya, saat Bu Lastri tetangga sebelah rumah datang menemuiku yang sedang duduk termangu di ruang tamu.
"Kalau Nak Jaya ingin membawa kasus ini ke jalur hukum, Ibu siap menjadi saksi. Warga lainpun juga bersedia, Nak. Selain pagi tadi, Bu Laras sudah mengalami banyak penganiayaan dari Kinan. Berkali-kali Kami menasehati Bu Laras untuk melawan, tapi beliau tak pernah mau mengindahkan saran Kami." Ujar Bu Laras sontak membuatku terkejut. Tak menyangka kalau Kinan tega menyakiti Ibu selama ini.
"Apa yang sebenarnya Kinan lakukan pada Ibu Saya, Bu?" tanyaku penasaran dengan ucapan dari Bu Lastri.
Setiap hari setelah Kamu berangkat kerja, Ibu mu mengantar Citra sekolah setelahnya Kinan akan memberikan begitu banyak pekerjaan. Jika ada pekerjaan. yang tak beres, Kinan akan melemparkan apapun yang dia pegang seperti panci atau piring. Entah saat di lempar terkena Ibu Kamu atau tidak, Kami tak pernah melihatnya. Hanya mendengar suara pelaratan jatuh dan teriakan dari mulutnya yang mengucapkan kata kasar." Ungkapnya membuatku ternganga tak percaya.
"Astaghfirullah, bagaimana Kinan bisa setega itu? Kenapa pula Ibu tak pernah bercerita padaku?" gumamku lirih, penuh tanda tanya.
"Kalau untuk itu, Ibu kurang tahu. Setahu Ibu tiap jam sepuluh pagi Ibumu akan berangkat kerja di rumah Ustadzah Aisyah, sebagai buruh cuci dan setrika mungkin pekerjaan lain juga. Dengan membawa Citra hingga jam tiga sore. Sepulangnya dari rumah Ustadzah Aisyah Ibumu kembali memasak untuk menyiapkan makan malam. Itupun masih di iringi dengan cacian dan makian dari Kinan." Jelas Bu Lastri kembali.
"Saat Saya pulang kerja semua terlihat seperti baik-baik saja, Bu." Sanggah ku lirih.
"Begitu pintarnya Istrimu menyembunyikan bangkai kejahatannya. Walau begitu serapi apapun kejahatan, Allah pasti akan bantu untuk menguaknya. Dan terjadilah hal tak terduga seperti ini!" cerita Bu Lastri membuatku termenung.
"Berarti selama ini Saya anak yang buruk Bu, kesusahan Ibu Saya sendiri saja tak ku ketahui." Ucapku sambil mengacak rambut dan menyugarnya kasar.
"Ibumu akan sedikit lebih tenang dan santai jika Kinan sudah berangkat kerja. Kalau di rumah, sudah pasti mulutnya tak akan berhenti memarahi Bu Laras. Ohya Nak Jaya, yang Saya ceritakan ini sejujurnya yang saya lihat dan dengar. Kalau tidak percaya kita bisa tanyakan ke tetangga lain!" ajak Bu Lastri untuk memastikan.
"Tidak perlu Bu, Saya percaya dengan perkataan Ibu. Saya juga tidak akan membawa Kinan ke jalur hukum, biar Allah yang akan memberikan hukuman untuk Kinan nantinya. Sekarang fokus Saya hanya berjuang demi masa depan Citra!" ujarku yang di tanggapi anggukan kepala oleh Bu Lastri.
Betul Nak, Ibu setuju dengan pemikiran mu. Semoga Allah lancarkan semua usahamu ya!" doa Bu Lastri tulus.
"Terima kasih Bu, sudah mendoakan Kami sekeluarga. Sepertinya sore nanti Saya akan ke rumah keluarga Kinan. Saya akan membuat perhitungan dengannya!" ujarku lirih dengan menahan amarah yang bergejolak dalam dada.
"Lakukan apapun yang Kamu inginkan, Nak. Asal tetap di jalur kebenaran dan pintar-pintarlah mengendalikan emosi. Ingat Citra, dia masih sangat membutuhkan kehadiranmu!" nasehat Bu Lastri membuatku semakin termotivasi untuk bangkit menjadi lelaki yang tangguh.
"Bu, bisakah Saya minta tolong titip Citra sebentar, Dia sedang tidur nyenyak kasihan kalau harus di bangunkan. Saya akan ke rumah keluarga Kinan, sekarang juga!" pintaku pada Bu Lastri.
"Tentu saja, Nak. Sebentar lagi juga, Ibu-ibu akan datang kemari membantu menyediakan suguhan untuk acara tahlilan nanti malam. Kamu pergilah, hati-hati ingat nasehat Ibu tadi!" ujar Bu Lastri memperingatkan ku.
"Terima kasih Bu, sudah mengingatkan Saya. Saya permisi sebentar ya Bu!" pamitku sambil beranjak berlalu menuju rumah keluarga Kusuma.
Tak sampai sepuluh menit menggunakan motor, Aku tiba di depan sebuah rumah mewah dengan gerbang tinggi di depannya. Ku datangi pos satpam untuk meminta ijin masuk menemui Kinan. Segera Satpam masuk ke dalam rumah dan tak berapa lama kemudian datang lagi untuk membukakan pintu gerbang agar Aku bisa masuk ke dalam.
Satpam membukakan pintu rumah lalu mempersilahkan Aku masuk dan memintaku menunggu di ruang tamu.
Dengan angkuhnya, Kinan datang bersama kedua orangtuanya menemuiku. Segera Aku berdiri untuk menyalami mereka, tapi uluran tanganku tak diindahkan bahkan mereka menatapku jijik.
"Mohon maaf jika kedatangan Saya kemari, mengganggu waktu Bapak dan Ibu beristirahat." Ujarku sambil menarik tangan yang terulur dan kembali duduk.
"Cepat katakan keperluanmu, dan segera pergi dari sini!" usir Pak Hartawan dengan ketusnya.
"Tujuan Saya kemari hanya akan mengucapkan kata talak untuk Kinan, dan menyerahkan kembali pada Bapak dan Ibu sebagai orang tuanya!" ucapku jelas dan tegas, membuat kedua bola mata mereka mendelik. Mungkin tak percaya, orang yang mereka hina begitu berani mencampakkan Putri kesayangannya.
"Miskin saja sombong Kamu, Mas. Berani-beraninya mentalak Saya. Harusnya Saya yang lebih dulu mengajukan gugatan atas Kamu!" Seru Kinan dengan angkuhnya.
"Anda tidak perlu membuang waktu untuk melakukannya, Karena Saya yang akan menceraikan Anda. KINANTI KUSUMA , PADA HARI INI SAYA JATUHKAN TALAK SATU PADAMU DAN SEKARANG KITA SUDAH BUKAN SUAMI ISTRI LAGI!" ujarku dengan suara lantang dan penuh penekanan. Terlihat wajah mereka yang ada di ruangan ini memerah karena menahan amarah.
"Terima kasih sudah menemani Saya selama lima tahun terakhir ini menjadi seorang istri. Terima kasih sudah menjadi Ibu yang acuh pada Citra. Terima kasih sudah menjadi menantu yang buruk untuk Ibu Saya. Teriring doa untuk Anda, semoga Allah memberi balasan yang setimpal atas kedzoliman yang Anda lakukan. Berhubung kepentingan Saya di sini sudah selesai. Saya mohon undur diri. Assalamualaikum." Pamitku seraya beranjak pergi meninggalkan mereka yang masih terpaku mungkin sedang mencerna apa yang baru saja ku ucapkan.
"DASAR LAKI-LAKI KERE! KAMU AKAN MENYESAL TELAH MEMPERMALUKAN SAYA!" teriak Kinan keras dari ambang pintu. Terlihat wajahnya yang semakin merah karena emosi yang tak mampu di kontrol nya.
Aku menghentikan langkahku kemudian membalikkan badan, menatap sinis wanita yang telah membersamaiku lima tahun terakhir ini. Sesaat tersungging senyum untuknya lalu Aku beranjak pergi meninggalkannya yang kembali berteriak-teriak tak jelas.
Ku stater motor yang terparkir di luar gerbang. Tersenyum puas dalam hati bergumam. Inilah pembalasan yang pantas Kamu dapatkan Kinan. Harga dirimu yang terluka sedikit bisa meredam rasa sakit atas kepergian Ibu.
Andai tak mengingat masa depan Citra, ingin ku balaskan dendam ini, Bu. Tapi ku yakin, di sana Kau tak ingin Aku melakukannya. Iya kan, Bu? Batinku terus saja bergumam.
🌾🌾🌾🌾

Book Comment (20)

  • avatar
    atiqahnurul ainaa

    Reality kehidupan

    02/07

    Β Β 0
  • avatar
    Pasariburidwan

    πŸ‘πŸ‘

    24/11/2022

    Β Β 0
  • avatar
    Iqbal Faizz

    baguss

    12/07/2022

    Β Β 0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters