logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 3 Mengenang Masa Lalu.

Kuletakkan kembali ponsel Kinan pada posisi semula. Menatap wajahnya yang manis, tak ada perubahan sama sekali hanya kulit wajahnya sedikit kusam di banding pertama kali bertemu dengannya.
Kinan berasal dari keluarga terpandang di kota ini. Kekayaan yang berlimpah, tak akan habis walau tujuh turunan ikut memakannya. Entah mengapa, Kinan lebih menjatuhkan pilihannya padaku, yang hanya anak dari sopir pribadi keluarganya.
"Aku jatuh cinta pada pandangan pertama." Ujarnya kala itu saat Kinan menyatakan cintanya padaku. Aku hanya tertunduk tak berani menatap wajahnya.
Aku tak menyangka, kalau hari pertama menggantikan Ayahku bekerja adalah hari di mana seorang gadis terpandang menyatakan cintanya padaku. Ayahku demam dari semalam, terpaksa Aku menggantikannya bekerja. Bahkan Aku Sampai ijin dari fotokopian, tempatku bekerja hanya untuk menggantikan Ayahku, mengantar jemput Kinan kuliah.
"Apa Kamu juga menyukaiku?" tanyanya memastikan perasaan ku.
"Maaf, Non. Saya tidak berani!" tolakku waktu itu, tapi Kinan tak menyurutkan niatnya untuk mendekatiku.
Tak ku pungkiri ada getar dalam hati untuk Kinan, tapi Aku harus sadar diri kasta Kami berbeda. Aku tak ingin, hanya karena perasaan cintanya yang konyol membuat Ayahku kehilangan pekerjaan yang menjadi tumpuan utama hidup keluarga Kami.
Berkali-kali ku tolak keinginan Kinan, tapi malah membuatnya semakin tertantang untuk mendapatkan ku. Bahkan cintanya telah berubah menjadi sebuah ambisi. Ada rasa takut saat melihat kilat cinta di mata gadis itu, tak munafik Akupun menginginkannya. Hingga hari terakhirku menggantikan pekerjaan Ayah, Aku berinisiatif untuk berpamitan pada Kinan dan keluarganya. Ada gurat kecewa terpancar dari sinar matanya.
Tak ku sangka, hari ini bencana itu di mulai. Sepulang kuliah, Kinan meminta untuk berhenti di sebuah minimarket. Dia menenteng dua minuman botol yang sama.
"Tolong cicipi rasanya, apa menurutmu ini enak?" tanyanya padaku. Dengan ragu-ragu ku terima botol minuman yang telah terbuka segelnya. Tanpa menaruh curiga sama sekali, sedikit ku cicipi minuman yang terasa menyegarkan.
"Segar, enak kok minuman ini!" ucapku sambil membaca tulisan pada botol minuman Dengan rasa jeruk itu.
"Oke, Aku akan minum kalau itu enak. Kamu habiskan saja itu!" ujarnya sambil membuka segel minuman di tangannya dan menenggaknya hampir habis separuh. Akupun melakukan hal yang sama.
"Kita langsung pulang Non?" tanyaku, siapa tahu ada tempat lain lagi yang ingin Kinan kunjungi.
"Ke kost temanku dulu ya, mau pinjam buku. Ada tugas yang belum ku kerjakan. Kostnya ada di belakang mini market ini, tapi lewatnya gang depan sana lalu belok kiri." Ujarnya yang ku jawab dengan anggukan kepala tanda bahwa Aku paham akan maksudnya.
Sepanjang menuju kost, ku rasakan ada yang berbeda dengan tubuhku. Rasa panas mulai menjalar di seluruh area tubuh. Keringat satu persatu mulai bercucuran.
"Kenapa Kamu berkeringat seperti itu, AC mobil hidup, kan?" tanya Kinan terlihat tak suka.
"Hidup Non, Saya juga tidak tahu, rasanya panas saja." Ucapku takut-takut.
"Nanti ikut turun di kost, numpang mandi di sana! Aku tak mau ya mobil Ku bau keringat mu!" ancamnya membuatku sedikit bergidik.
"Baik Non." Ujarku menyetujui perintahnya.
Setibanya di kost, Kinan membuka pintu dengan kunci yang di bawanya. Sembari Dia mencari buku, Aku di suruhnya masuk untuk mandi. Saat keluar dari kamar mandi, rasa panas makin menjadi. Terkejut saat kulihat Kinan berbaring di atas kasur tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh seksinya.
"Apa yang Non Kinan lakukan?" tanyaku kaget melihat perilaku Kinan. Ku coba tetap menjaga kewarasan diri saat tubuh tak lagu sinkron dengan keinginan hati. Ada gejolak yang menggebu, membuatku susah untuk mengontrol diri.
"Jangan muna, deh Jay. Tak akan ada laki-laki yang mampu menolak keinginanku!" ujar Kinan sambil berjalan mendekatiku.
Buru-buru Aku berlari menuju pintu, sayang tak bisa terbuka. Aku berbalik dan menatap geram pada Kinan. Sedangkan hasrat tubuh ini mengajakku untuk selalu mendekat.
"Kuncinya, sudah ku simpan di tempat yang aman. Ayolah, Jay apa Kamu tega menyakiti hati ini dengan menolakku." Rayunya sambil terus mendekati ku, hingga terpojok.
"Saya mohon, Non Kinan jangan seperti ini. Kasihani keluarga Saya Non, pekerjaan ini satu-satunya Mata pencaharian Kami. Jika Non seperti ini, pasti Ayah Saya akan di berhentikan dari pekerjaannya." Ucapku memelas, walau gejolak dalam hati makin memanas, ku paksa otak ini menolaknya. Kinan makin mendekat dan menempel kan tubuh mulusnya hingga gairah tak lagi mampu ku tahan.
Pastinya, setan akan bersorak kegirangan saat berhasil meruntuhkan iman seorang insan. Buliran bening mengalir membasahi pipi, saat dosa memberi kenikmatan semu, sedangkan hati di penuhi sesal yang tak mampu untuk menolak hasrat.
Hingga kepuasan dosa di raih, luruh tubuh ini merasa jijik, hingga mual mendera. Aku berlari kedalam kamar mandi dan memuntahkan apapun yang ada dalam perutku. Berulang kali hati mengucap Istighfar di bawah guyuran air, berharap dinginnya dapat meredakan panas yang bergejolak dalam benak.
Marah dan benci bercampur aduk jadi satu. Menyesali peristiwa yang baru saja terjadi. Bahkan Aku sendiri tak tahu mengapa tak bisa menahan nafsu. Baru selangkah kaki keluar dari kamar mandi, terdengar suara keras dari arah pintu.
BRAK BRAK BRAK!
Pintu di dobrak secara paksa, tiga orang pria merangsek masuk yang salah satunya Pak Aldi, Kakak kandung Kinan. Aku terpaku di depan pintu kamar mandi saat Pak Aldi datang melayangkan pukulan ke arahku.
Dengan berbalut selimut, Kinan berlari untuk melindungi ku dari pukulan bertubi-tubi yang Kakaknya lakukan.
Suatu kewajaran jika pukulan dan tendangan mampir di tubuhku. Kehormatan seorang wanita dengan tak sengaja telah ku renggut. Aku tertunduk menyesali diri dengan tangis yang berderai tanpa suara.
"Cukup Mas! Aku mencintainya! Berani memukulnya lagi, Kau akan menyesal!" ancamnya sambil berdiri menantang Pak Aldi. Aku hanya bisa diam dan bersimpuh di lantai, karena memang ini kesalahan ku.
Terengah-engah Pak Aldi menahan amarahnya yang memburu. Seolah tak habis pikir dengan perilaku tak bermoral Adik kandungnya.
"Kau hancurkan masa depanmu sendiri! Selangkah lagi wisuda, dan Kamu melakukan kebodohan ini!" teriak Pak Aldi hingga mukanya memerah karena menahan amarah.
"Kamu! Laki-laki miskin, Ku pastikan niat burukmu tak akan terlaksana. Hanya demi bisa hidup bergelimang harta, Kau renggut kehormatan Adik yang sangat Ku sayangi!" serunya dengan gelora yang tertahan hingga genggaman tangannya memukul tembok dan berdarah.
"Hari ini ku putuskan Kinanti Kusuma, Kau bukan lagi anggota keluarga dari Hartawan Kusuma! Jangan pernah Kau injakkan kaki di rumah keluarga Kusuma lagi!" terdengar suara menggelegar dari arah pintu. Kinan yang terkejut, segera berlari menghampiri dan bersujud di bawah kakinya.
"Ampuni, Kinan Ayah!" ucapnya sambil terisak memohon maaf.
🌾🌾🌾🌾🌾🌾


Book Comment (20)

  • avatar
    atiqahnurul ainaa

    Reality kehidupan

    02/07

    Β Β 0
  • avatar
    Pasariburidwan

    πŸ‘πŸ‘

    24/11/2022

    Β Β 0
  • avatar
    Iqbal Faizz

    baguss

    12/07/2022

    Β Β 0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters