logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 7

"Ada kabar bagus!" Angel menggebrak meja kantin tempat anak-anak klub musik berada, napasnya terengah-engah. "Kabar bagus, guy's!"
Teman-teman yang diajak bicara hanya bengong. Sesaat mereka menjadi pusat perhatian seisi kantin karena kehebohan Angel.
"Tenang, santai, duduk dulu coba." Revan menginterupsi. "Kabar apaan?"
Angel menenggak jus jeruk Ian sampai habis kemudian kembali menggebrak meja, meletakkan sebuah poster yang sepertinya ia robek entah di mana. "Ada pentas seni sekolah dua minggu lagi!"
Kiana meneliti poster itu dengan seksama. "Lo dapet poster ini dari mana?"
"Dari mading sekolah, gue cabut terus bawa ke sini." Angel menjawab sambil nyengir.
"Pinter banget, dasar manusia." cetus Arkan. "Ini sekolah kita yang ngadain?"
Angel mengangguk antusias, lalu kembali menunjuk poster itu. "Ada tanda tangan kepala sekolahnya."
"Terus?" Ian yang dari tadi diam mulai bersuara, ia bertopang dagu dengan sebelah tangan. "Emang kenapa kalo ada pentas seni?"
"Ya, kita harus tampilah, bego!" Angel menoyor kepala temannya itu. "Pokoknya, Papan Tulis harus bawain lagu, cari perhatian sama kepsek terus minta dana, deh, buat ikut lomba! Aduh, untung gue cerdas!"
Arkan, Revan, dan Ian saling lirik, kemudian serentak melempari Angel tatapan datar. "Dasar betina."
Kiana bertepuk tangan sekali, tanda bahwa ia memiliki sebuah ide. "Kita bikin lagu, yuk! Biar ada kreatifitas, terus nanti kepsek bisa lebih tertarik, ya, gak?"
"Iyain aja, deh," Arkan menghembuskan napas dan merendam wajahnya di meja.
"Ih!" Kiana misuh-misuh. "Kok giliran gue dapet ide, gak ada yang apresiasiin gitu, sih? Ih, males, ih!"
"Jangan ngambeklah, bikin lagu gak segampang itu." kata Arkan, Kiana mengabaikannya, Arkan menghela napas lalu kembali memejamkan mata. Beberapa menit mereka terdiam. Hingga Arkan tiba-tiba mendongak sambil menepuk bahu Kiana. "Ki!"
Kiana yang sedang meminum air pun menyemburkannya tepat di wajah Ian. "Apaan, sih, Kan?"
"Kok gue yang jadi sasaran, ya?" Ian berkata datar dengan wajahnya yang sudah basah. Revan dan Angel malah menertawainya.
Arkan tidak menggubris ucapan temannya itu, ia fokus pada Kiana. "Lo jadi penulis lagu."
"What? Kenapa harus gue? Lagian bukannya tadi lo gak mau, ya?" Kiana menyahut tidak terima.
"Gue gak bilang gak mau." Arkan mengelak.
"Ya, tapi gue gak jago bikin puisi, Angel aja, deh."
"Hah? Enggak, ah, apa lagi gue." Angel juga menolak.
Arkan menghela napas. "Bukan puisi, tapi lirik lagu."
"Sama aja."
"Jelas bedalah!"
Kiana mencebik. "Kenapa harus gue coba?"
"Karena ... l-lo ...." Arkan tampak berpikir apa yang harus ia katakan, lalu ia menjawab asal. "Soalnya lo cantik."
What the ...,
Anjir.
Wajah Kiana memanas sementara yang lain terdiam. Keempatnya menatap Arkan datar begitu pun Kiana. "Apa hubungannya coba?"
"Eum ...." Arkan menjawab gelagapan. "M-ma-masud gue ... maksud gue, tuh, lo jago mainin kata-kata gitu, pasti cocok buat bikin lirik lagu. N-nah, iya, gitu maksudnya."
Ian melirik Angel seraya berujar. "Emang kata-kata bisa dimainin?"
Angel yang dari tadi hanya berdeham pun menggedik.
Arkan menghembuskan napas kasar. Akibat menganggap berpikir sebelum bicara adalah hal yang ribet. Lain kali ia akan berpikir dulu sebelum bicara walaupun itu adalah hal yang ribet.
Tak ada satu pun yang menyadari bahwa daritadi Revan hanya menatap datar temannya itu. Memasang aura dingin, seolah menjauh dari mereka.
[.]
Kiana dan Revan masih berada di sekolah sore itu. Revan berada di perpustakaan berkutat dengan buku-buku puisi yang ada. Sementara Kiana hanya membolak-balik halaman buku catatan kecilnya.
"Kalo lagu pertama, kayaknya lebih cocok lagu tentang pertemuan." Kiana bergumam tapi dapat didengar dengan jelas oleh Revan. "Iya gak, Van?"
Revan mengangguk mantap dan menutup bukunya. "Dan kalo lagu itu harusnya gak perlu terlalu puitis dan pake kata-kata ambigu. Yang sederhana, tapi perasaannya bisa tersampaikan."
Kiana menghela napas lelah seraya berdecak. "Kenapa coba Arkan gak bantuin? Masa gue harus bikin lirik lagunya sendiri?"
"Sendiri?" Revan mengulang kata Kiana, ia tersenyum seraya menunjuk dirinya sendiri. "'Kan ada gue."
"Pada ngomongin gue, ya?" Suara seorang laki-laki terdengar di ambang pintu, Arkan melambaikan tangan dan mengangkat kantong plastik yang ia bawa, "Hai, guy's, gue kembali! Ada yang kangen?"
"Gak!" Revan dan Kiana menjawab serempak membuat Arkan mendengus sebal.
Arkan duduk di samping Kiana seraya meletakkan kantong plastiknya di meja. "Sorry, tadi gue habis beli martabak."
Revan mencibir. "Ah, nanti bangke tikus lagi."
"Pala lo!"
Dua cowok itu masih mengoceh tak jelas sementara Kiana terus berpikir. "Kira-kira judul lagunya apa, ya?"
"Cintaku ketiban duren!" Revan berseru.
Arkan tak mau kalah. "Jangan ambil suamiku!"
"Gak nyambung, bego! Lo pikir judul film FTV?" Kiana mencebik kesal dengan usulan kedua cowok itu. Harusnya ia minta tolong pada Angel saja yang walaupun licik tapi cerdik.
[.]
Angel sedang mengantri untuk mengambil uang di ATM. Dua anak cewek berseragam sama di belakangnya sedang mengobrol sedikit serius. Angel memakai hoodie hitam disertai tudung hingga tidak dikenali oleh dua teman sekelasnya itu. Ia pun menajamkan telinga.
"Denger-denger bakal ada pentas seni di sekolah, terus katanya sih klub musik mau tampil," Suara Windy memulai pembicaraan. "Sebelum ke sini gue gak sengaja lihat dia sama Revan di perpustakaan, baca-baca buku puisi gitu. Kayaknya, sih, mau bikin lagu, deh."
Chelsie yang di sebelahnya pun menoleh dengan mata berbinar. "Serius lo? Mereka bikin lagu sendiri? Gila, gak sabar lihat mereka tampilin lagu yang liriknya buatan Revan."
"Yakin lo?" Windy menatap Chelsie tidak percaya. "Yang bikin liriknya 'kan Kiana, bukan Revan. Tuh, cewek juga jadi vokalisnya, duet sama Arkan katanya. Gue, sih, tau dari Bella."
Chelsie terdiam beberapa saat, ekspresinya berubah gelap. Ia pun berbicara. "Gak boleh, dia gak boleh jadi bintang. Satu-satunya bintang sekolah itu cuma gue."
Windy mengangguk menyetujui. "Betul tuh, makannya kita harus ngelakuin sesuatu."
Chelsie tersenyum licik. "Tenang aja, gue pastiin, penampilan mereka gak akan berjalan lancar."
Angel bergidik ngeri. Ia sudah memasuki ATM, begitu selesai ia kembali mengantri di belakang Windy dan Chelsie yang kebetulan paling terakhir.
Windy menoleh heran, sedikit terkejut begitu tahu kalau cewek itu adalah Angel. "Lo ngapain, Jel? Kok antri lagi?"
Angel masih berekspresi malas. "Iya, katanya Papa gue kirim uang ke rekening gue, gue lihat tadi ternyata uangnya belum masuk. Yaudah, gue antri lagi, mau pastiin uangnya udah masuk atau belum."
Chelsie yang heran dengan Angel ikut menoleh. "Lo gak ada kerjaan lain apa?"
"Yep." Angel mengangkat bahu acuh tak acuh, membuat dua teman sekelasnya itu geleng-geleng kepala.

Book Comment (206)

  • avatar
    UmayahSiti

    bagus

    24d

      0
  • avatar
    NovitasariChelsie

    bagus

    22/08

      0
  • avatar
    BarEraa

    bagus sekali cerita ini

    28/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters