logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 4

Istirahat saat itu Arkan tidak makan. Ia mendengarkan musik dari earphone dan menulis sesuatu di buku catatannya. Tak memedulikan tatapan bingung ketiga sahabatnya.
Arkan terlihat lebih energic dan ceria dibandingkan hari-hari yang biasa. Sesekali ia bersenandung dan menyanyikan sepenggal lirik lagu yang didengarnya.
"Kan, lo gak makan?" tanya Revan, Arkan hanya menoleh sekilas lalu menggedik.
Arkan kembali sibuk pada catatannya. "I wanna be your number one~!"
Angel menarik salah satu earphone Arkan untuk ia dengarkan. "Sejak kapan lo suka lagu Number One? Coveran Lefty Hand Cream lagi."
"Kemarin," Arkan berujar malas seraya menarik kembali earphone miliknya.
"Terus lo lagi nulis apa?" Kali ini Ian besuara, menatap Arkan serius. "Kita, tuh, mau ngomong penting."
Arkan memutar bola matanya. "Yaudah, ngomong aja."
Angel menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya. "Eskul musik bakal dihapus sama kepala sekolah."
[.]
Kiana kembali lagi ke ruang musik. Ia melenturkan jari-jarinya dan mulai merapikan ruangan itu. Mulai dari merapikan meja dan alat musik, membersihkan debu serta menyapu lantai.
Ia menghela napas begitu selesai, kemudian mencuci tangan. Baru saja ia ingin duduk dan makan siang. Seorang pria dengan setelan jas serta satpam dan pekerja sekolah datang.
"Cepat angkat barang-barang di ruangan ini." ucap pria yang rapi itu--Pak Harto sang kepala sekolah.
Kiana melirik bingung satpam dan para pekerja sekokah yang mulai mengangkat alat musik di ruangan. Kemudian ia berseru dan menghentikan sebelum para pekerja itu melangkah. Baru saja ia membersihkan ruangan ini, selalu saja ada yang mengacaukannya. "T-tunggu, Pak!"
"Kamu anggota baru eskul musik?" tanya Pak Harto.
Kiana mengangguk dengan ragu. "Kenapa Bapak mau mengambil barang-barang di sini?"
"Saya akan menggantikan eskul musik dengan eskul lainnya. Eskul ini anggotanya terlalu sedikit dan belum bisa mencapai prestasi."
"Jadi bapak mau menghapus eskul musiknya?"
Pak Harto mengangguk yakin.
"Tapi tolong jangan dulu, Pak. Beri anggota eskul ini sekali lagi kesempatan." Kiana memohon. "Kami pasti akan melakukan yang terbaik."
"Saya sudah berkali-kali memberikan kesempatan. Tapi mereka selalu gagal! Percuma!" seru Pak Harto, membuat Kiana tersentak. Dapat Kiana rasakan amarah dalam suaranya. "Nanti akan ada eskul baru yang lebih bermanfaat dan profesional. Jadi kamu jangan coba-coba buat menghalangi."
"Maaf, tapi saya enggak bermaksud menghalangi, saya cuma minta kesempatan sekali lagi." Kiana bersikeras. "Saya denger, eskul ini baru dibentuk satu tahun lalu sama seorang siswa. Eskul ini masih baru, makannya susah mendapatkan anggota apalagi prestasi."
"Kesempatan itu cuma buang-buang waktu! Gak ada hasilnya sampai sekarang! Sudah saya bilang, saya akan tetap menghapus eskul--"
"Lomba Musikal!" Kiana berteriak memotong ucapan sang kepala sekolah, emosinya meluap-luap sekarang. Tapi kemudian ia mengatur napas dan berkata lebih pelan. "Ada lomba Musikal Band di gedung Rossi Musik. Kalau kami kalah lagi di event itu, maka kami gak akan minta kesempatan lagi."
Alis Pak Harto terangkat sebelah, tampak berpikir. Menimang-nimang taruhan yang diucapkan murid barunya ini.
Kiana membungkuk 180 derajat. Entah siapa yang ia perjuangkan. Ia hanya melihat klub musik bernama Papan Tulis itu kelihatan sangat berarti.
"Baiklah, saya beri kalian kesempatan. Kalau kali ini gagal lagi, saya akan benar-benar menghapus eskul ini."
[.]
"Kepala sekolah bilang, kita itu kurang profesional menjalankan eskulnya." Revan melanjutkan ucapan Angel. "Makannya mau dihapus."
Arkan tersentak. "Kok bisa?"
"Bisalah, eskul kita itu 'kan anggotanya cuma sedikit, belum berprestasi juga, mana sekarang ruangannya udah kayak gudang." Ian berceloteh kesal.
Arkan berdiri seraya berlari menuju ke ruang musik diikuti ketiga temannya. Kepanikan ada di setiap langkahnya. Tangannya terkepal. Jangan lagi, jangan lagi. Ia sudah janji.
Setelah sampai di ambang pintu, kepala sekolah keluar diikuti para pekerjanya.
"Pak Harto, maaf." ucap Arkan, menghadang jalan Pak Harto.
Pak Harto menghela napas dalam. "Kalian saya beri satu kesempatan lagi, awas aja kalau kali ini juga gagal."
"Beneran, Pak?" Angel dan Ian berseri-seri.
Pak Harto mengangguk. "Tanya anggota baru kalian yang di dalam, apa yang harus kalian lakukan."
Setelahnya Pak Harto pergi tanpa mengatakan sepatah kata lagi.
"Anggota baru?" Arkan membeo, kemudian beralih ke Revan. "Van, lo terima anggota baru?"
Revan yang ditanya hanya menggeleng.
Arkan dan yang lainnya pun masuk ke dalam ruang musik, menemukan Kiana yang sedang makan siang sambil mendengarkan lagu di earphone-nya. Ian bersiul melihat ruang musik yang sudah rapi dan bersih.
Arkan menghampiri Kiana dan membungkuk. "Makasih udah nyelametin klub musik."
Kiana mendongak mendapati kepala Arkan. Angel, Revan dan Ian yang menatapnya juga ikut membungkukkan badan. Ia meneguk salivanya susah payah. "Kalian anggota eskul musik?!"
Revan kembali berdiri tegak lalu tersenyum miring. "Lo bilang apa ke kepala sekolah, sampe dia kasih kita kesempatan?"
"Eh ... i-itu ...." Kiana menautkan jari-jarinya dan melirik ke arah lain. "Gue bilang, kalau kita gagal lomba musik di gedung Rossi, kita gak akan minta kesempatan lagi."
Ian otomatis menggebrak meja. "Lo bilang apa?! Lo pikir daftar event di situ murah? Lo mau bayarin?!"
"Ian, tenang dulu," Angel menepuk bahu sahabatnya itu, pandangannya beralih ke Kiana. "Makasih udah bantu."
Kiana mengangguk. "Anu, emangnya kalian gak bisa patungan? Minta ke orangtua?"
Arkan menepuk bahu Kiana. "Gak akan cukup, apalagi kita butuh dana buat ganti alat-alat musik yang udah rusak ini."
"Ngamen aja gimana?" Usulan Revan membuat semuanya menoleh, ia hanya tersenyum. "Siapa tau bisa dapet uang banyak."
Semua diam.
"Kalau pada setuju, kita ngamen bareng-bareng." Arkan menjeda. "Gue juga setiap weekend bakalan kerja sampingan."
"Jadi apa?" tanya Ian.
"Tukang ojek," Arkan nyengir. "Lo mau ikut ngojek?"
Ian menggedik. "Mendingan ngamen dari pada satu motor sama ibu-ibu rempong."
"Yaudah, lo ngamen aja."
"Tapi kalo ngamen terus ketahuan orangtua gue, gimana?"
"Yaudah, mati aja lo sekalian."
"Jangan ngajak ribut, oy."

Book Comment (206)

  • avatar
    UmayahSiti

    bagus

    25d

      0
  • avatar
    NovitasariChelsie

    bagus

    22/08

      0
  • avatar
    BarEraa

    bagus sekali cerita ini

    28/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters