logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 6 Kekacauan

Pernikahan Hanin kurang dari satu minggu lagi akan dilaksanakan, tetapi setelah keributan saat makan malam itu Hanin belum pulang. Di kamarnya, dengan perasaan cemas Marini berusaha menghubungi Hanin. Sepertinya Hanin mematikan ponselnya sehingga tidak bisa dihubungi.
Dari jendela, Marini menyaksikan kedekatan Gunadi dengan Handa yang sedang menikmati kopi di taman. Keduanya tampak bahagia melepas kerinduan yang telah lama terpendam dan merasa tidak ada yang mengganggu kebersamaan mereka. Marini kembali meneteskan air mata menyaksikan suami dan anaknya seakan tidak mempedulikan keberadaan Hanin sekarang.
"Mengapa kau hadir dan menghancurkan kebahagiaan kami?" Gumam Marini sambil mengenggam erat ponselnya.
Kembali Marini mencoba menghubungi Hanin "Angkat nak! Ini mama." Punggung Marini bergetar, suara isak tangisnya mengisi ruangan yang menjadi saksi kesedihan yang ia harus rasakan sendiri. Bahkan Gunadi sang suami justru terlihat sangat bahagia bersama Handa, putri bungsunya.
***
Di pagi hari yang cerah, matahari menyinari dan menghangatkan bumi, Handa dan Gunadi menikmati kopi di taman rumah mereka. Gunadi seakan tak ingin berhenti memandangi wajah Handa, setelah lima tahun mereka tidak bertemu. Waktu yang tak mungkin kembali, waktu yang tak mungkin terganti. Sejak lulus SD Handa sudah dikirim ke Semarang, dititipkan pada Gunawan saudara tua Gunadi. Saat SMP hingga SMA sesekali Handa pulang saat liburan sekolah, tetapi setelah kuliah Handa tak pernah lagi pulang meskipun sedang libur kuliah. Gunadi, Marini dan Hanin juga tak pernah mengunjungi Handa di Semarang. Bahkan saat lebaran pun Gunadi tidak ke Semarang untuk bersilaturahmi ke Gunawan saudaranya. Mereka terlalu sibuk dengan urusan masing-masing.
Senyum Handa menghangatkan hati Gunadi layaknya sinar matahari pagi ini, Gunadi menangkup pipi Handa dengan kedua tangannya, lalu ia mencium pucuk kepala putrinya, Handa. Setelah puas mencium pucuk kepala putrinya, Handa dan Gunadi saling berpandangan dan tersenyum bahagia. Mereka seolah tak mempedulikan dengan keresahan yang sedang dirasakan oleh Marini. Meskipun tahu jika Hanin sudah tidak pulang beberapa hari, tetapi bagi Gunadi hal itu sudah biasa, karena Hanin sering bepergian dengan Satria atau temannya yang lain.
"Papa sayang Handa."
Handa mengangguk pelan tersenyum memandangi wajah pria paruh baya di depannya.
"Kau sangat mirip dengan mamamu." Gunadi menatap wajah Handa dengan saksama, senyum yang tersungging seakan mengingat masa lalu yang indah.
Handa terkejut dengan ucapan Gunadi "Baru papa yang bilang kalau Handa mirip mama, kebanyakan orang bilang Handa lebih mirip papa."
"Mamamu pandai berdandan, tak banyak orang yang melihat wajah polosnya, sebenarnya dia sangat mirip denganmu." Jawab Gunadi cepat, beberapa saat kemudian pandangannya menerawang jauh.
Gunadi segera mengambil kopi dan menyesapnya perlahan. Gunadi memejamkan mata merasakan nikmatnya kopi di tangannya.
"Kau yang membuatnya?"
"Ya." Jawab Handa singkat.
"Rasa kopi yang sangat nikmat, rasa yang sudah lama papa rindukan."
"Papa merindukannya?" Handa menatap wajah Gunadi penuh curiga. "Ini adalah pertama kalinya Handa membuatkan kopi buat papa."
Gunadi mendengus kasar, lalu ia kembali menyesap kopi dan menikmatinya.
"Ya, jika kau di sini pasti tiap hari papa bisa menikmati kopi buatanmu."
"Kau tidak mengkhawatirkan putrimu?"
Suara Marini mengalihkan perhatian Handa dan Gunadi. Gunadi seakan tak peduli dan tetap menikmati kopinya.
"Dia sudah besar, apa yang harus dikhawatirkan?"
"Papa!" Handa seakan tak percaya mendengar ucapan Gunadi.
"Berapa tahun Handa meninggalkan rumah ini? Dia kembali baik-baik saja." Gunadi menjawab dengan datar.
"Pa! Ada apa dengan papa?"
Mata sembab Marini kembali meneteskan air mata. "Lima hari lagi Hanin menikah dan sampai hari ini kita tidak tahu dimana dia berada, bagaimana keadaannya saat ini."
"Karena kau selalu memanjakannya, memberikan setiap apa yang dia minta, dia menjadi kekanak-kanakan."
"Apa maksudmu?" Teriak Marini.
"Hubungi saja HP-nya dan suruh segera pulang!"
Marini mendengus kasar mendengar ucapan Gunadi yang seakan tidak peduli.
"Aku sudah mencobanya dari kemarin, tapi HP-nya mati. Dia tidak bisa dihubungi Gun."
Gunadi mulai cemas mendengar penjelasan Marini, "Apa yang diinginkan anak itu? Sungguh kekanak-kanakan."
"Jangan menyebutnya kekanak-kanakan!" Marini tidak bisa lagi menyembunyikan amarahnya saat putri sulungnya disudutkan atau dipersalahkan meskipun oleh Gunadi ayahnya sendiri.
"Kita coba hubungi calon suaminya, mungkin mereka sedang bersama." Handa merasa bersalah membuat kedua orang tuanya menjadi cemas.
Marini semakin marah mendengar ucapan Handa, "Sehina itukah Hanin di matamu?"
"Bukan begitu ma, menurut Handa calon suami Mbak Hanin pastilah salah satu orang terdekat Mbak Hanin, mungkin dia mengungkapkan keluh kesahnya pada calon suaminya. Menurutku itu hal yang wajar."
Handa mendengus kasar, sejak kedatanganya dia terus saja menghadapi situasi yang sangat tidak menyenangkan.
"Sebaiknya mama juga mencoba menghubungi teman-teman Mbak Hanin!"
Handa memandang Gunadi, wajah bahagia beberapa waktu yang lalu kini tak dilihatnya lagi. Pria pruh baya itu pun akhirnya menunjukkan kecemasannya.
"Jika mama sudah mengetahui keberadaan Mbak Hanin, atau sekedar bisa menghubunginya, katakan padanya aku akan segera kembali ke Semarang." Lanjut Handa dengan nada putus asa.
"Handa!" Sergah Gunadi.
"Itu yang diinginkan Mbak Hanin, papa jangan pura-pura tidak tahu." Handa meninggalkan Gunadi dan Marini.
"Tapi Nda?" Gunadi tak rela Handa pergi lagi.
"Jangan egois pa! Hal seperti sudah biasa pa, Handa terima." Handa menunjukkan wajah pasrahnya
***
Handa mengemasi pakaiannya dan memasukannya ke dalam tas ranselnya. Dia harus mengalah lagi dan meninggalkan rumah, itu yang selama ini dia lakukan tiap kali pulang ke rumah dan terjadi keributan. Secepatnya pergi hanya itu yang ada ia pikirkan.
Dia memandangi seisi ruangan, ini kamarnya waktu kecil dulu sebelum ia tinggalkan. Dan dia akan meninggalkan kamar ini lagi, dalam hatinya berjanji bahwa setelah meninggalkan rumah ini dia tidak akan kembali lagi. Dia tidak ingin menjadi penyebab kekacauan dikeluarganya lagi.
Air mata Handa menetes, pertanyaan yang selalu menghantuinya belum juga terjawab. Mengapa dia dibuang? Mengapa dia tidak diinginkan? Handa berpikir jawaban itu hanya akan dia dapat dari kakaknya Hanin, tetapi selama ini Hanin tidak pernah mau bersamanya walau sebentar untuk membicarakan hal tersebut. Hanin selalu menolaknya dan lebih memilih pergi saat ia berada di rumah.
"Nda!" Suara Gunadi dari balik pintu membunyarkan lamunan Handa.
"Masuk pa!" Handa menghapus air matanya.
Gunadi membuka pintu, wajahnya tampak muram. "Tak ada yang tahu di mana Hanin berada."
"Calon suaminya?" Handa berdiri dan segera menghampiri Gunadi.
Gunadi menggeleng pelan, "Satria juga tidak tahu. Apa yang harus kita lakukan?"
"Lapor polisi pa!"
***
"Mau kemana kalian?"
Suara Marini membuat Handa dan Gunadi menghentikan langkah mereka. Marini tampak jauh lebih tenang, kekhawatiran dan amarah yang tadi memuncak tampak sudah hilang.
"Ke kantor polisi." Jawab Gunadi singkat.
"Apa yang kau pikirkan?" Tanya Marini dengan nada ketus.
"Minta bantuan polisi ma, sudah dua hari Mbak Hanin belum pulang, kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan, apa salahnya minta bantuan polisi?"
"Apa kamu tidak tahu keluarga calon suami Hanin?"
"Tentu saja tidak, ma." Jawab Handa dengan menyeringai.
"Satria anak seorang pengusaha." Handa mengangguk pelan mendengar penjelasan Marini. "Dia juga mempunyai posisi penting di perusahaan orang tuanya. Mereka tidak ingin ada skandal, mereka akan datang membicarakan masalah ini."
"Hanya skandal yang ditakutkan?" Tak ada jawaban atas pertanyaan Handa. "Lalu bagaimana dengan keselamatan Mbak Hanin?"
Marini mendengus kasar, "Nanti kita bicarakan dengan mereka." Marini meninggalkan Handa dan Gunadi di ruang keluarga.
"Mama tidak mengkhawatirkan Mbak Hanin?" Handa menatap Marini dengan pandangan penuh selidik, tampak ada sesuatu yang janggal bagi Handa.
"Mama tahu apa yang mama lakukan." Marini segera pergi seakan menghindari pertanyaan selanjutnya.
Handa dan Gunadi saling berpandangan tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh marini.
***
Handa duduk di tempat tidurnya sambil memainkan ponselnya, dia membuka kontak ponselnya. Beberapa kali ia ingin menghubungi seseorang tetapi ia urungkan. Masalah yang dia hadapi adalah masalah keluarga yang harus sebisa mungkin dia tutupi selayaknya aib.
Terdengar suara deru mobil memasuki pekarangan rumah, Handa bangkit dari tempat tidurnya. Dari kaca jendela dilihatnya dua mobil mewah terparkir di halaman rumah, satu mobil mewah berukuran besar, dan yang satunya mobil sport dengan dua pintu. Handa bingung harus bagaimana, apakah tetap diam di dalam kamar, atau turun ikut menemui tamu itu, atau pura-pura membuatkan minum lalu nguping di dapur. Dalam hatinya berkata dia harus tahu apa yang terjadi.
Handa keluar dari kamarnya, saat menuruni tangga dilihatnya di dekat pintu kedua orang tuanya berdiri menyambut tamu. Sepasang paru baya dan seorang pria muda yang gagah dan tampan, dialah Satria Mahawira Argawinata calon suami Hanin. Tanpa sengaja Handa dan Satri saling berpandangan.

Book Comment (196)

  • avatar
    Nia Anjani

    Kapan update bab barunya kak?... Penasan bgt lanjutannya....

    04/05/2022

      0
  • avatar
    Tebel Emet

    lanjut lagi

    1d

      0
  • avatar
    Jila SiapatJill

    wow the beutiful view

    4d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters