logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

TEMEN TAPI DEMEN Bab 6

TEMEN TAPI DEMEN 6
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Cemburu memang terkadang bisa datang ketika melihat orang yang sering bersama kita tiba-tiba mempunyai teman baru. Temen baru yang jelas-jelas menyimpan perasaan lain.
Dan itu pasti datangnya selalu di akhir. Penyesalan memang terkadang selalu menakutkan.
Soni tidak bisa menjawab pertanyaan Shasa sama sekali. Ia lebih memilih pergi meninggalkan rumah Shasa.
Sedangkan Shasa masih terus menatap kepergian Soni yang mulai menghilang di pertigaan gang rumahnya. Hingga bayangannya tidak terlihat lagi.
“Tinggal bilang cemburu aja gengsi kamu, Son ... mungkinkah sebenarnya kamu juga memiliki perasaan yang sama?” tanya Shasa dalam hati.
Entah kenapa kesimpulan seperti itu terlintas dalam benaknya. Namun segera ia buang jauh. Shasa tidak mau memikirkan hal-hal yang belum pasti. Takut sakit hati.
Malam ini Shasa lewati dengan hati yang begitu bahagia. Bisa melihat Sheila, dan juga bisa bepergian bersama Soni. Menghabiskan malam dengan cara yang luar biasa.
Shasa mengambil kunci cadangan rumahnya yang ia simpan dalam tas kecil. Ibu berpesan menyuruh membawa kunci cadangan supaya tidak perlu membangunkan tidurnya.
Setelah pintu terbuka, Shasa langsung masuk ke kamar. Lalu bergegas mencuci muka dan juga kaki. Kemudian merebahkan tubuh lelahnya ke tempat tidur.
"Ah ... nyamannya ...." lirih Shasa.
Senyumnya sekali lagi merekah saat membayangkan penampilan Sheila yang baru saja dilihatnya.
Pokoknya puas pakai banget.
Apalagi bisa nonton band favorit berdua bareng Soni. Itu membuat rasa bahagianya bertambah berkali lipat.
Bayangan jemari tangan yang saling bertaut semakin menambah perasaan sukanya menjadi menggila. Tidak mengapa jika hanya bahagia ini dirasakan sendiri. Karena bisa bersamanya saja itu sudah cukup. Ia tidak berani menginginkan lebih.
Suara dering ponsel tiba-tiba mengagetkan jantung Shasa yang sedang berada dalam mode khayalan tingkat tinggi. Diambilnya ponsel yang berada di samping bantal guling dengan tangan kirinya.
Shasa mengernyitkan dahinya membaca pesan dari Rey. “Gercep juga abangnya Rea. Bales gak ya ...?” gumamnya dalam hati.
Rey
[ Selamat istirahat, Sha. Ini aku, Rey. ]
Shasa membiarkan pesan Rey begitu saja, lalu meletakkan kembali ponsel dengan asal. Ia masih belum ingin menyambut sapaan Rey. Shasa memilih memejamkan kedua matanya hingga benar-benar terlelap bersama malam.
Sementara Soni masih begitu memikirkan sikap Rey dalam tidurnya. Ia mulai merasa cemas kalau Shasa nanti kepincut oleh abangnya Rea.
Dadanya pun menjadi gelisah dan memanas dengan rasa yang bercampur aduk. Antara takut kehilangan dan juga cemburu.
Dan di tengahnya terselip rasa cinta sendiri.
Pokoknya tidak karuan.
Akan tetapi, lagi-lagi Soni merasa kalau tidak berhak melarang Shasa mau berteman dengan siapa saja. Ia tidak ingin terlalu mencampuri urusan pribadinya.
Lagian memang dia bukan siapa-siapa. Hanya teman. Sudah, itu saja.
“Ah, sudahlah. Kalau jodoh pasti tidak akan ke mana,” lirih Soni kemudian mencoba terlelap bersama malam.
Entah karena terbawa perasaan atau terlalu cemburu, Soni sampai merintih dalam tidurnya lewat mimpi.
“Sha ... Shasa ... kamu jangan pergi dengan Rey! Aku mohon!”
Soni tersentak kaget dan terbangun karena bermimpi aneh. Masih teringat jelas saat Shasa pergi berdua dengan Rey dan meninggalkan dirinya sendiri di tempat biasa.
Soni melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul lima pagi. Dengan mata yang masih terasa berat, Soni memaksa kedua kakinya melangkah untuk mengambil air wudu dan menjalankan kewajiban dua rekaatnya.
Setelah itu Soni keluar kamar dan berjalan santai di depan rumah sambil menunggu matahari pagi.
“Son, lagi ngapain di situ?” tanya Bapak tiba-tiba yang sudah berada di sampingnya.
Soni menoleh sekilas menatap wajah sang bapak.
“Mikirin Shasa?” tanya Bapak lagi.
Soni tersenyum getir mendengar nama Shasa. Ada yang terasa sakit, tetapi tidak pernah tahu apa penyebabnya.
“Semalem Shasa dapat temen baru, Pak. Abangnya si Rea.” Soni mulai berani menceritakan kegelisahannya.
“Ya terus masalahnya apa kalau Shasa punya temen baru? Kamu takut kalau Shasa akan melupakan tentangmu?”
“Hampir begitu sih, Pak. Tapi ketakutan terbesar justru Shasa akan pergi dan memilih si Rey dari pada aku.” Soni menatap batu kerikil yang menjadi pijakan kedua kakinya dengan wajah sendu.
Sang bapak tersenyum melirik anak bujangnya. Baru juga bertemu saingan tidak jelas sudah mlempem mentalnya.
“Begini aja ... kenapa kamu juga gak nyoba punya temen baru. Kamu lihat reaksinya Shasa gimana? Simple kan?” usul Bapak. Idenya kali ini terdengar sedikit ekstrim.
Memang selama ini Soni tidak pernah berteman dengan wanita lain, selain Shasa. Baginya Shasa adalah wanita ternyaman yang menjadi teman setelah ibunya.
“Entar kalau Shasa mikirnya kejauhan malah buat pertemanan kita merenggang gimana, Pak?” jawab Soni khawatir membayangkan hal itu terjadi. Ia belum sanggup sama sekali.
“Kalau gitu terserah kamu aja,” ucap Bapak lalu pergi meninggalkan Soni sendirian. Sendiri merenungi nasib pertemanan yang kian menghimpit perasaan.
Ketika Soni merasa kebimbangan akan hatinya, Shasa justru sekarang mulai membuka hatinya untuk mengenal Rey. Siapa tahu bisa dijadikan teman main, bukan pasangan. Kalau untuk itu Shasa belum ingin memulainya.
Shasa memilih membalas pesan Rey yang sejak semalam ia abaikan.
Shasa
[ Sorry, Rey, baru bales. Baru bangun soalnya ]
Rey
[ Iya gak papa. Kapan-kapan kalau aku ngajak jalan mau gak? ]
Shasa mengernyitkan dahinya. Bingung antara heran dan bercampur tanda tanya.
Tidak pernah bertegur sapa tiba-tiba dengan berani mengajak jalan. Abangnya Rea memang terkadang cuek jika bertemu teman adiknya.
Shasa menimbang tawaran Rey dengan hati bimbang. Haruskah diterima ajakannya?
Akan tetapi, tidak ada salahnya.
Toh ... cuma jalan, bukan diajak jadian.
Sekalian juga bisa menguji keadaan hatinya sendiri jika berdekatan dengan lelaki selain Soni.
Akhirnya, setelah menimbang dari kedua sisi, Shasa menerima ajakan Rey.
Shasa
[ Boleh ... tapi kalau kamu berani minta izin sama Ibu ]
Rey merasa jalannya terbuka lebar untuk mendekati Shasa. Ia hanya perlu keberanian sedikit lagi. Bagi lelaki memang harus berani meminta izin jika ingin mengajak anak kesayangan jalan-jalan.
“Minta izin doang ...? Itu mah, kecil ....” ucap Rey pada diri sendiri.
Dengan penuh semangat, Rey kembali membalas pesan Shasa.
Rey
[ Asyiap ...! Berani lah! Besok aku jemput ya? ]
Shasa
[ Oke ]
Setelah terjalin kesepakatan buat jalan berdua, Shasa meletakkan kembali ponselnya di meja. Kemudian keluar kamar menemui sang ibu.
Shasa tahu kalau jam-jam sore begini, pasti Ibu sedang menyiram bunga-bunganya. Bagi Ibu, bunga-bunga itu adalah anak keduanya. Ibu tidak akan membiarkan mereka kekeringan karena kehausan air.
Bahkan, dulu pernah menangisi bunga mawar putih karena layu. Waktu itu Shasa menghibur ibunya sampai seminggu.
“Ibu ....” panggil Shasa manja. Karena hatinya memang tengah bahagia.
Sang ibu menoleh sambil tersenyum melihat putrinya ceria. Ia tahu kalau anaknya pasti sedang bahagia bisa melihat Sheila On 7 dengan calon mantunya.
“Cieee ... yang habis nonton sama calon mantu. Gimana? Soni jagain kamu kan?” tanya Ibu sengaja menggodanya.
“Ibu apaan, sih? Soni jagaian kok, Bu ....” jawab Shasa malu. Kedua pipinya sudah berubah seperti tomat.
“Oh, ya, Bu ... besok aku mau diajak jalan sama abangnya Rea. Boleh gak?” tanya Shasa.
Sang ibu langsung menjatuhkan selang air ke tanah begitu saja. Mendengar anak gadisnya diajak jalan sama lelaki lain yang bukan Soni.
Meski tidak begitu mengenal Rey, tetapi hatinya sudah memilih Soni sebagai calon mantunya. Hanya Soni yang bisa menjaga Shasa dengan aman sejauh ini.
“Abangnya Rea naksir sama kamu?” tanya sang ibu dengan lirikan mata yang terlihat tajam. Seakan sedang menyelidiki.
“Aku gak tahu naksir apa enggak-nya, Bu ... beneran! Lagian cuma ngajak jalan, bukan pacaran,” jawab Shasa yang mulai memikirkan kemungkinan seperti demikian.
“Pokoknya, Ibu tetap punya satu calon mantu. Yakni Soni. Selain itu ... kamu cukup temenan aja.” ucapnya dengan tegas.
Ucapan Ibu terdengar seperti perintah ratu yang harus dan wajib serta kudu dilaksanakan. Jadi mau tidak mau harus dipatuhi.
“Kenapa Ibu demen banget sama Soni, ya?”
---------***---------
Bersambung

Book Comment (366)

  • avatar
    Nadiraumairaa

    Ceritanya bagus bangett 😍😘🥰

    08/05/2022

      0
  • avatar
    ImayHarmaini

    baguss

    19h

      0
  • avatar
    irengmiji

    Seru abieszzz,kalian harus baca sih inii

    1d

      1
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters