logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

4. PEMIKIRAN SI COWO GILA

“Si cowo Gila!” Vanessa menunjuk dirga dengan jari telunjuknya.
Bintang dan Silvia kaget mendengar ucapan yang keluar dari bibir Vanessa. Bahkan Silvia yang sedang meneguk minuman sedikit tersedak.
“Nona, anda sakit?” tanya Silvia. Dia langsung meletakan telapak tangannya di kening nona besarnya tersebut.
“Iya, aku kan sehabis kehilangan ingatan. Jadi ya betul aku sakit,” Vanessa menjawab dengan acuh tak acuh.
Silvia kehilangan kata-kata mendengar perkataan atasannya tersebut.
“Ah mungkin maksud Silvia, kata-kata seperti cowo gila itu bukan hal yang mudah keluar dari bibirmu, Nes,” jelas Bintang. Namun Vanessa melihat Bintang tertawa mendengarnya, seakan-akan dia berbahagia Dirga dipanggil demikian.
“Tapi dia memang gila, kemarin waktu di rumah sakit. Bahkan sekarang, dia menggandeng lengan perempuan lain. Bukankah aku tunangannya?” kata Vanessa.
Bintang tertawa mendengar penjelasan Vanessa. Vanessa langsung memperhatikannya, dia bingung mengapa Bintang bisa menertawakannya.
“Entahlah Nes, mungkin seseorang benar bisa berubah karena hilang ingatan. Kamu tahu? Kamu yang dulu akan langsung menunjukan wajah sedih, ataupun lari ke toilet dan menangis melihat perbuatan Dirga,” Kata Bintang. "Intinya semua orang di dekatmu tahu betapa kamu sangat mencintai Dirga."
Entah sadar atau tidak, Vanessa melihat wajah Bintang yang kesal setelah menyebutkan kalimat tersebut. “Menangis? Karena cowo gila tersebut?”
“Ya begitulah kamu dulu,” kata Bintang. Dia masih berusaha tersenyum.
“Atau saya yang langsung mencari nona karena bersembunyi entah kemana agar tidak terlihat sedang menangis,” kata Silvia. Dia mengingat-ingat kejadian tersebut dalam kepalanya.
“Lemah sekali aku ini!” ucap Vanessa. Dia terlihat kesal.
“Tapi kamu manis kok,” ucap Bintang.
“Ah kamu juga tampan,” balas Vanessa.
Wajah Bintang memerah. Dia lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Ah aku pamit dahulu, mengunjungi kerabatku yang lain.”
Vanessa mengangguk. Tak lama kemudian Bintang melangkahkan kakinya pergi. “Jadi Silvia, siapa cewe yang bareng sama Dirga?”
Silvia membuka tabnya. Dia menunjukan informasi di internet terkait akan wanita tersebut. Rupanya wanita tersebut bernama Tania Kharisma. Dia adalah Artis top yang sedang popular beberapa waktu kebelakang.
“Ah aku tidak peduli dengan pekerjaannya sih,” Vanessa terlihat acuh. Silvia melihat mata penasaran dari wajah Vanessa, nonanya tersebut benar-benar tidak pintar berbohong.
“Ehem…!” Seru Silvia mengalihkan topik agar Vanessa fokus. “Dia adalah artis yang bernaung di bawah BC Entertaiment. Tempat tunangan anda bekerja.”
“Ah rekan bisnis rupanya,” kata Vanessa. Tapi kenapa tubuhnya seperti merasakan kesal.
“Tapi mereka memang memiliki kedekatan tersendiri. Sempat muncul berita di media kalau mereka pernah melakukan liburan bersama,” kata Silvia.
“Rekan bisnis tapi bukan, klise sekali,” kata Vanessa sambil menyeruput minuman dingin di tangannya.
***
Vanessa menyepi ke balkon di luar ruangan. Sejujurnya pesta ini seperti bukan dunianya. Benarkah dia berkali-kali menghadiri acara seperti ini? tidakkah ia lelah dengan kehidupan macam ini?
Sejujurnya dia ingin ingatannya kembali, dia merasa menjadi orang bodoh yang tidak memiliki kenangan apapun. Dia juga sedih karena ternyata tidak bisa mengenal wajah ibunya sendiri. Untunglah Silvia bersamanya. Dari keterangan Silvia dia sudah menjadi asisten Vanessa sejak di bangku kuliah. Rupanya dia dan dan Pa Rudi supirnya adalah ayah dan anak. Ternyata benar orang yang mengabdi kepada orang kaya pastilah turun temurun. Silvia bukanlah asisten sembarangan, dia dibiayai kuliah oleh ayah Vanessa, mereka bersama-sama hingga lulus. Kini Silvia bekerja di keluarga Vanessa sebagai asisten pribadinya.
Vanessa bersender di dinding balkon. Dia ingin segera pulang, ternyata pesta itu melelahkan, begitulah yang dipikirkannya. Kemudian dia berjalan ke pagar pembatas balkon dia meratapi dirinya lagi. Timbul rasa ragu, apakah benar kehidupannya sekarang merupakan kehidupan miliknya. Semua seakan bias. Dia mengingat kembali saat ketika dia terbangun bagaikan tuan putri, diberikan informasi sebagai satu-satunya pewaris tunggal perusahaan keluarganya dan memiliki tunangan tampan serta gila. Ah benar Dirga, cowo gila itu berani-beraninya datang bersama perempuan lain. Apa kehidupan orang kaya memang seperti itu?
“Dasar Dirga Sastranegara si cowo gila!” teriak Vanessa kesal.
“Jadi siapa yang kamu bilang cowo gila?” tanya suara di belakangnya.
Vanessa berbalik, terlihat Dirga orang yang baru tadi diumpatnya terlihat percis di depan matanya. Vanessa memiliki sedikit rasa tidak enak karena mengumpat orang yang jelas ada di dekatnya, tetapi dia juga kesal. Terutama karena Dirga dengan gamblang berbicara jika dia tidak mencintainya.
“Kamu, si cowo gila!” ucap Vanessa.
“Aku?” Dirga mengangkat alisnya. Dia terlihat tidak percaya.
“Benar, kamu!” jawab Vanessa.
“Itu tidak masuk akal!” ucap Dirga.
“Hah? Tentu saja masuk akal!” kata Vanessa.
“Tidak, bagaimana bisa laki-laki sesempurna aku dijuliki gila?” tanya Dirga.
“Maksudnya?” Vanessa merasa heran.
“Aku adalah lelaki sempurna. Aku selalu menjuarai apapun, bahkan aku bisa mengetahui jika suatu barang bergeser satu centimeter.” kata Dirga.
Vanessa membuka mulutnya, dia tidak tahu harus berkata apa. Definisi cowo gila yang dia maksud rupanya tidak sampai kepada alam pikiran Dirga. Dia semakin kesal. “Sepertinya kamu tidak menangkap maksudku!”
“Aku serius, nanti akan kuperlihatkan koleksi pialaku padamu.” kata Dirga. "Seharusnya kamu sudah tahu jika kamu tidak kehilangan ingatan."
“Tidak perlu,” bantah Vanessa.
“Kamu bilang aku cowo gila, sementara pengertian dari gila adalah hilang akal kan? Bagaimana mungkin aku disebut sebagai orang yang hilang akal jika aku adalah orang yang sangat cerdas?” Dirga terlihat tidak terima.
“Apa kamu mengidap penyakit narsistik?” ejek Vanessa.
“Tidak karena itu kenyataanya.” Dirga membusungkan dadanya. Dia juga mengangkat dagunya. Orang ini benar-benar penuh dengan rasa percaya diri yang tinggi.
“Ah sudahlah, sepertinya kamu tidak akan mengerti,” kata Vanessa.
“Tidak-tidak coba jelaskan, dengan kecerdasanku tentu saja aku pasti paham,” lanjut Dirga.
Vanessa menghembuskan nafas berat. Dia semakin yakin dia masuk ke kehidupan yang salah. Berdoa semoga saja dia bukan hilang ingatan tetapi sedang bermimpi. Ternyata hidup sebagai orang kaya tidak selalu baik, dia memang memiliki tunangan gila, narsis dan selalu menonjolkan dirinya. Tidak lupa juga bahwa tunangan di depannya tidak pernah mencintainya.
“Baiklah coba kamu jelaskan siapa perempuan yang bersamamu di pesta?” ucap Vanessa.
“Dia Tania,” ucap Dirga santai.
“Bukan itu maksudku, tetapi siapa dia?” tanya Vanessa lagi.
“Seperti yang aku bilang tadi dia Tania Kharisma.” kata Dirga. Dia seperti benar-benar tidak paham maksud Vanessa.
“Kamu pura-pura bodoh atau memang tidak paham pertanyaanku sih!” Vanessa kesal sambil memegang kepalanya.
“Siapa Tania Kharisma tersebut?”
“Kalau kamu bertanya pekerjaannya, dia adalah salah satu artis di bawah naunganku,” Kata Dirga.
“Itu aku sudah dapat informasinya Dirga, tetapi maksudnya aku, Dia itu siapa? Kenapa dia bisa bareng sama kamu di pesta? Bukannya aku yang tunanganmu?” Vanessa bertanya dengan penuh emosi.
“Dia itu Tania, dia bisa berada di sini karena dia salah satu artisku. Tapi aku tidak mengerti mengapa kamu mengkaitkannya dengan pertunangan kita?” ucap Dirga.
Akhirnya Vanessa sadar, dia bertunangan dengan orang gila merepotkan. Dia termasuk satu dari sekian juta lelaki yang tidak peka di dunia ini.
“Baiklah, bukankah seharusnya aku yang berjalan di sampingmu?” tanya Vanessa.
Vanessa akhirnya berfikir mungkin dia harus menjelaskan dengan rinci jika berhadapan dengan Dirga.
“Haruskah?” tanya Dirga lagi.
“Betul, karena aku tunanganmu,” Kata Vanessa.
“Apakah bertunangan memang harus selalu bersama?” tanya Dirga.
“Tidak juga.” ucap Vanessa. Dia seperti kehabisan kata-kata.
“Apa kamu memang ingin aku selalu berada di dekatmu?” tanya Dirga.
Membayangkan lelaki gila dan narsis berada di dekatnya membuat Vanessa merinding.
“Tidak!” ucap Vanessa.
“Baiklah kalau begitu. Jika tidak ada lagi yang ingin kamu tanyakan, aku akan kembali ke pesta,” kata Dirga.
“Tunggu, ada satu lagi!” Kata Vanessa.
“Baiklah, kamu punya waktu tiga menit untuk bertanya karena sebentar lagi kakek akan berpidato,” kata Dirga sambil melihat jamnya.
“Kenapa kamu bilang bertunangan denganku tetapi tidak pernah mencintaiku?” tanya Vanessa.
“Memang suatu pernikahan harus didasari oleh cinta?” Dirga tetap berbicara dengan santai.
Hal itu membuat Vanessa menjadi geram.

Comentário do Livro (38)

  • avatar
    Vina_Rosse

    Vina Rosse hadir 🥰 semangat terus kakak.. . kitinggalkan jejak di sini

    03/05/2022

      0
  • avatar
    Sopia Kamal

    Saya suka dengan karya anda ini. Semangat ya!!

    18/02/2023

      0
  • avatar

    bagus sekali

    08/02/2023

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes