logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 3 Tetangga Baru

Karma Dibayar Kontan
Part 3
***
Keesokan harinya, aku terbangun saat mendengar suara tangisan Rizki. Perlahan aku membuka mata. Tampak Meli sedang berusaha menenangkan bocah kecil itu yang sedang menangis, sambil menepuk-nepuk pahanya, agar mau tidur kembali. Sedangkan Satria masih tertidur dengan pulas di sampingku.
"Kenapa Rizki, Mel?" tanyaku.
"Aku juga nggak tahu, Yu. Tadi tiba-tiba saja dia kebangun terus nangis," jawab Meli, sambil masih berusaha menenangkan Rizki.
Aku kemudian beranjak dari tidur dan duduk di tepi ranjang. Lalu melihat jarum jam tangan yang aku taruh di atas nakas. Waktu sudah menunjukan pukul setengah empat dini hari.
"Mungkin Rizki kaget, Mel. Berada di tempat yang asing bagingya. Dia juga mungkin ngerasa bingung, pas buka mata kok tempatnya nggak sama dengan yang biasanya dia lihat," kataku, seraya menguap. Sebab aku masih agak sedikit mengantuk.
"Iya bisa jadi, Yu. Semoga aja besok Rizki udah nggak ngerasa bingung lagi di tempat yang baru sekarang," kata Meli sambil memeluk Rizki yang suara tangisnya sudah reda dan dia mulai tidur lagi.
Aku dan Meli lantas mengobrol, sembari menunggu waktu subuh yang akan tiba sebentar lagi. Daripada kami tidur lagi, nanti malah bisa ketiduran dan terlewat waktu subuh.
Begitu tiba waktu subuh, aku dan Meli bergegas mengambil air wudu secara bergantian, kemudian kami salat subuh berjama'ah.
***
Tepat pukul enam pagi, aku membuka pintu depan rumah baruku dan semua pintu kamar, juga semua jendela yang ada di dalam rumah ini. Aku dan Meli lalu mulai membereskan semua barang bawaan kami yang ditaruh di ruang tamu tadi malam.
Rumah baru yang sekarang aku tempati ini mempunyai 2 buah kamar tidur dengan kamar mandi di dalam, di tiap kamarnya. Ukuran luas masing-masing kamarnya sekitar 16 meter persegi. Rencananya, kamar tidur itu satu untuk kamar tidur pribadiku dan Satria, dan yang satu lagi untuk kamar tidur Meli dan Rizki.
Meskipun ukurannya tak terlalu luas, tapi aku dan almarhum Mas Pandu dulu membuat denah rumah ini dengan penuh perhitungan, sehingga semua ruangan ada di dalamnya. Dan tak ada ruangan yang mubazir, semuanya terpakai. Selain 2 buah kamar tidur dengan kamar mandi di dalam, rumah baruku ini terdiri dari ruang tamu, ruang tengah, ruang makan yang menyatu dengan dapur, musala, ruang untuk mencuci dan menjemur pakaian sekaligus untuk menyetrika, serta sebuah kamar mandi luar juga sebuah ruangan yang aku fungsikan untuk menyimpan barang yang jarang atau tak terpakai.
Sedangkan untuk berpraktik, aku membuat 4 buah ruangan lagi di samping depan rumah utama (sebagian dinding ruang tamu menyatu dengan ruang praktik)
Satu buah ruangan untuk kamar periksa, yang di dalamnya terdapat bed ginekologi, lemari obat, tempat untuk cuci tangan, dan satu meja serta 3 buah kursi plastik. Lalu di sebelah ruang praktik adalah ruangan untuk tempat bersalin yang berisi bed ginekologi beserta nakas, sebuah lemari sebagai tempat menyimpan peralatan untuk menolong persalinan juga obat-obatan, meja khusus untuk tempat memandikan bayi yang baru lahir, dua buah tabung oksigen berukuran besar dan kecil, tiang gantungan infus, tempat untuk mencuci tangan dan sebuah meja dorong untuk tempat peralatan jika akan melakukan tindakan.
Di sebelah ruang bersalin ada dua buah ruangan lagi untuk kamar rawat inap pasien yang baru melahirkan. Rencananya aku akan mengisi kamar rawat inap itu dengan dua buah tempat tidur dan nakas di tiap masing-masing kamar juga dua buah box bayi.
Semua ukuran setiap ruangan tersebut tak terlalu luas juga tak terlalu sempit, tapi cukup nyaman jika kita sedang melakukan pekerjaan di dalam masing-masing ruangan itu.
Masih banyak barang yang harus aku beli untuk mengisi setiap ruangan itu juga ruangan di dalam rumah utamaku. Rencananya, nanti setelah aku dan Meli membereskan semua barang yang kami bawa dari rumah kontrakan yang lama, dan menatanya dengan rapi, aku akan mengajak Meli untuk berbelanja barang apa saja yang masih kurang.
Hingga menjelang waktu zuhur, aku dan Meli baru selesai membereskan semua barang dan menatanya dengan rapi di tempatnya masing-masing. Lega sekali rasanya, meskipun lumayan membuat kami kelelahan.
"Mel, nanti selesai salat zuhur kita pergi ke toko mebel ya. Aku mau nyari dipan, lemari baju sama meja rias untuk isi kamar kamu dan Rizki," kataku, saat kami sedang makan siang. "Sama beli beberapa pot bunga untuk ditaruh di depan rumah, biar nggak kelihatan gersang banget. Juga beberapa buah ember untuk ditaruh di kamar pasien sama di tempat cucian."
***
Setelah selesai salat zuhur, aku dan Meli pergi ke toko mebel dan toko kelontong yang ada di lokasi pasar. Beruntung jaraknya tak terlalu jauh dari rumah baruku itu. Kami segera membeli semua barang yang kami butuhkan dan minta kepada pemilik toko barang tersebut agar diantar hari itu juga.
Saat menjelang waktu magrib, aku dan Meli benar-benar sudah selesai menata semua ruangan, baik yang ada di rumah utama maupun di kamar perawatan. Sekarang rumah yang kami tempati ini sudah terlihat bersih dan rapi. Kamar untuk tempat tidur Meli dan Rizki pun sudah terisi dipan, meja rias dan lemari pakaian dua pintu. Beberapa buah pot bunga pun sudah kami susun berjejer dengan rapi di halaman depan, meskipun baru sebagian yang terisi tanaman. Dan mulai besok pagi, aku dan Meli sudah bisa mulai melakukan aktivitas di tempat tinggal yang baru ini. Walaupun badan kami terasa sangat lelah, tapi kami berdua merasa senang dan puas dengan hasil kerja kami hari ini.
***
"Mel, besok pagi kita pergi ke pasar ya. Aku mau belanja keperluan untuk selamatan rumah ini. Sekalian kita ngenalin diri sebagai warga baru di kampung ini. Kita mengundang tetangga yang ada sekitar sini aja, yang deket-deket," kataku. Saat kami sedang menemani Satria dan Rizki bermain, sambil menonton acara TV di ruang tengah. Setelah selesai salat isya dan makan malam.
"Apa nggak sebaiknya kita tanya dulu ke tetangga yang ada di depan rumah kita ini, Yu. Biasanya ada berapa orang yang diundang kalau mau ngadain acara selamatan. Terus bentuk acara selamatannya kayak apa. Siapa tahu acara selamatan di sini beda sama kalau kita ngadain selamatan di kampung," kata Meli.
Aku manggut-manggut mendengar ucapan sahabatku itu.
"Ya udah, kalau gitu besok pagi sebelum berangkat ke pasar kita tanya dulu ke tetangga yang ada di depan rumah kita ini," kataku.
Aku dan Meli lalu mengobrol sambil menonton acara TV hingga pukul 9 malam. Kami lantas beranjak tidur di kamar masing-masing, ketika Satria dan Rizki bilang kalau mereka sudah mengantuk dan mau tidur.
***
Tok … tok … tok ….
"Mel, kamu udah siap berangkat belum?" tanyaku, keesokan harinya, dari depan kamar Meli seraya mengetuk pintunya.
Hari ini aku dan Meli berencana akan datang ke rumah tetangga yang ada di depan rumah baruku ini. Selain untuk bersilaturahmi, kami juga akan menanyakan tentang tata cara selamatan rumah yang biasa dilakukan di kampung ini.
Lokasi rumah baruku ini memang agak jauh dari jalan raya. Mungkin sekitar dua kilometer jaraknya dari jalan aspal yang ada di depan sana. Sepanjang jalan menuju ke rumahku, tak ada rumah warga lain yang berdiri. Hanya berupa lahan tanaman singkong dan pohon katuk yang terhampar luas. Entah siapa pemilik lahan dan tanaman tersebut. Mungkin saja warga desa ini yang rumahnya entah berada di sebelah mana.
Di sisi sebelah kiri dan kanan rumah baruku pun tak ada rumah atau bangunan yang lain. Hanya di depan, ada sebuah rumah yang berdiri. Itu pun jaraknya lumayan jauh dari rumahku. Sebab rumah itu terletak di ujung sana.
Dulu, aku dan Mas Pandu, mendiang suamiku, membeli tanah kosong ini karena harganya yang lumayan murah. Sangat jauh di bawah harga pasaran. Pemilik tanah yang kami beli ini tinggal di Jakarta, jadi dia sengaja menjual tanahnya secara kavlingan dengan harga di bawah standar. Mungkin agar cepat laku terjual semuanya. Toh si pemilik tanah tersebut tak pernah lagi datang ke desa ini. Akad jual beli pun hanya dengan seorang perantara yang sudah dia percaya.
Menurut info yang aku dengar, sebetulnya semua tanah kavlingan yang ada di sini sudah laku terjual. Hanya saja, oleh pemilik masing-masing tanah tersebut belum didirikan bangunan di atasnya. Mungkin karena lokasinya masih sepi dan akses jalan yang lumayan jauh dari jalan utama.
"Bentar lagi Yu. Aku sedang makein baju Rizki," jawab Meli dari dalam kamar.
"Ya udah, aku tunggu di ruang tengah ya," kataku, sembari berjalan menuju ke ruang tengah.
"Iya, Yu."
Tak lama kemudian, Meli keluar dari dalam kamarnya bersama dengan Rizki. Kami lalu pergi ke rumah tetangga yang ada di depan rumah baruku ini. Suasana di sekitarnya sangat sepi. Rumah tetanggaku ini pun berdiri hanya sendiri. Di samping kiri dan kanannya juga masih berupa lahan kosong yang ditanami pohon singkong dan pohon katuk.
"Assalaamu'alaikum."
Tok … tok … tok ….
Aku dan Meli mengucapkan salam hampir bersamaan, sembari mengetuk pintu, begitu kami sampai di depan pintu rumah tetangga yang masih tertutup rapat.
"Wa'alaikum salam."
Terdengar suara jawaban dari dalam rumah.
Tak lama berselang, pintu rumah itu terbuka. Tampak seorang perempuan yang mungkin seusia dengan aku dan Meli, muncul dari balik pintu. Dia tersenyum ramah ke arah kami.
"Mau cari siapa ya, Mbak?" tanya perempuan itu, yang belakangan aku tahu kalau dia bernama Devi. Devi lalu mempersilakan kami masuk dan duduk di ruang tamu.
Aku dan Meli lalu mengutarakan maksud kedatangan kami. Setelah itu kami kemudian saling memperkenalkan diri masing-masing.
Dari obrolan itu, aku tahu kalau Devi dan suaminya sudah satu tahun lamanya tinggal di kampung ini. Meskipun sebetulnya rumah mereka sudah dibuat sejak 3 tahun yang lalu. Devi mempunyai seorang anak laki-laki, yang usianya sepantaran dengan Satria.
Setelah dirasa cukup, aku dan Meli lalu mohon pamit pada Devi. Kami kemudian segera pergi ke pasar untuk berbelanja keperluan selamatan rumah, yang rencananya akan diadakan besok malam.
***
Bersambung

Comentário do Livro (646)

  • avatar
    SaputraRamli

    bagus sekali

    19h

      0
  • avatar
    KhansaAdinda nabillah

    Cintaku

    2d

      0
  • avatar
    Mhmmd Asril Syarif

    sangat bagus

    15d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes