logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 6 Gedoran di Pintu Kamar Mandi

Misteri di Rumah Bidan Lina
Part 6
***
[Duh … kenapa Bu Retno sama Bu Eti tadi harus cerita tentang rumah Bu Lina yang ada hantunya sih? Aku juga bodoh, kenapa tadi pake iseng segala, nanya dan dengerin cerita mereka berdua]
Aku membatin sembari sibuk merutuki kebodohan dan keisengan diri sendiri. Tapi mau bagaimana lagi, semua sudah terlanjur terjadi. Nasi sudah menjadi bubur. Aku sudah mendengar semua cerita yang menyeramkan tentang yang terjadi di rumah Bu Lina dari Bu Retno dan Bu Eti tadi.
Perasaanku semakin takut saja, dan makin menyesali diri karena sudah meminta pada Bu Retno dan Bu Eti untuk menceritakan apa yang pernah mereka alami di rumah Bu Lina. Aku tak berani lagi masuk ke ruang praktik.
Diri ini hanya duduk di teras depan seraya berharap Bu Lina dan Edo segera datang. Atau setidaknya ada orang yang lewat di depan teras rumah Bu Lina, supaya bisa mengurangi rasa takut yang aku rasakan. Namun sampai lama aku menunggu, tak ada satu pun orang yang lewat lagi. Jalan di depan rumah Bu Lina benar-benar sepi.
Bu Lina sama Edo juga, kenapa jam segini mereka belum pada sampai di rumah sih? Padahal sekarang sudah lebih beberapa jam dari yang seharusnya waktu jam pulang. Mereka berdua sedang pergi ke mana dulu ya? Kenapa nggak langsung pulang aja sih? Apa aku bakalan betah ya kerja di sini lebih lama lagi? Belum-belum sudah mengalami hal yang menakutkan kayak gini. Aku membatin seraya mengusap kedua tangan. Tiba-tiba aku merinding. Bulu kuduk di tengkuk dan tanganku meremang.
Aku lalu beranjak dari duduk dan berjalan ke gang di depan teras, untuk memastikan apakah Bu Lina dan Edo sudah terlihat di jalan depan sana. Tapi ternyata ibu dan anak itu belum tampak juga batang hidungnya. Sesekali aku berjinjit dan melompat, dengan maksud supaya bisa melihat lebih jauh lagi jangkauannya.
Dengan sedikit rasa kecewa, aku lantas kembali lagi ke teras depan rumah Bu Lina dan duduk di sana, setelah hampir selama lima menit tadi berdiri di gang depan teras rumah Bu Lina.
Sambil menunggu Bu Lina dan Edo datang, sesekali diri ini melihat ke dalam ruang praktik. Di dalam ruangan itu memang ada dua buah bed yang letaknya dibatasi oleh sebuah gorden panjang sebagai penyekat. Karena Bu Lina tak menyediakan kamar khusus untuk pasien rawat inap. Sebab dia tak menerima pasien persalinan.
Sebuah bed yang ada di sudut ruangan digunakan jika ada pasien inpartu (akan melahirkan) yang keburu melahirkan di tempat Bu Lina, ketika dia sedang memeriksakan kehamilannya. Atau pasien tetangga komplek yang datang tengah malam karena dia tak sempat pergi ke rumah bidan praktik yang memang menerima pasien persalinan.
Entah kenapa, perasaan takut datang tiba-tiba saat aku melihat gorden yang digunakan sebagai penyekat itu. Aku merasa seperti ada seseorang yang sedang tidur di atas bed yang ada di sudut ruangan itu. Segera aku mengalihkan pandangan, agar tak terus didera rasa takut.
"Sedang ngapain kamu duduk di sini, Nopi? Saya datang sampai nggak tahu kamu," tanya Bu Lina sambil menepuk pundakku, membuat aku terkejut setengah mati, sampai hampir melompat saking merasa kaget.
Bu Lina dan Edo tiba-tiba sudah berdiri di depanku. Dia memandangku dengan tatapan penuh rasa heran.
Sejenak aku bergeming seraya menatap Bu Lina dan Edo secara bergantian. Ya Allah … ternyata aku tadi melamun, sampai tak menyadari kedatangan Bu Lina dengan Edo, saking sibuk dengan pikiran takutku tentang rumah ini, kataku dalam hati.
"Kamu sedang ngapain di sini, Nopi?" tanya Bu Lina lagi. Dia menatapku penuh selidik.
"Oh … eh ... Ibu sama Edo sudah datang rupanya. Saya nggak sedang apa-apa, Bu. Saya tadi lagi ngadem aja di sini sambil nungguin pasien, Bu," jawabku asal saja, sembari tersenyum malu karena ketahuan sedang melamun.
Untungnya Bu Lina tak bertanya lebih panjang lagi. Dia segera masuk ke ruangan dalam sambil menggandeng tangan Edo yang tampak kelelahan.
Sampai terdengar suara azan magrib berkumandang, tak ada lagi pasien yang datang berkunjung ke rumah Bu Lina. Hanya Dila seorang pasien hari itu. Setelah menutup pintu ruang praktik dan menguncinya, aku segera pergi ke kamarku untuk berwudu dan mengerjakan salat magrib.
***
Setelah selesai mendirikan salat isya, aku segera beranjak tidur. Karena Bu Lina bilang, dia jarang menerima pasien yang datang di atas pukul delapan malam. Kecuali jika pasien itu dalam keadaan kegawatdaruratan. Seperti pasien dengan diare, perdarahan, hyperemesis (muntah hebat), sesak napas dan semacamnya.
Bu Lina akan memberikan pertolongan pertama terlebih dulu sebelum pasien itu dirujuk ke RS atau fasilitas kesehatan lain yang terdekat. Itu pun kata Bu Lina jarang terjadi. Bisa dikatakan dalam waktu enam bulan paling hanya ada satu orang pasien dengan kasus seperti itu.
Entah sudah berapa lama aku tidur, tiba-tiba aku terbangun karena merasa ingin buang air kecil. Aku melihat jarum jam yang ada di dinding kamar, waktu telah menunjukkan pukul setengah satu malam.
Perlahan aku beranjak dari tidur, tapi tak segera pergi ke kamar mandi. Beberapa lama diri ini hanya duduk di tepi ranjang sambil berusaha menahan pipis. Aku merasa ragu untuk segera pergi ke kamar mandi belakang. Terus terang saja karena aku merasa takut.
Tiga menit berlalu. Keinginan untuk buang air kecil tak bisa aku tahan lagi. Dengan membaca doa-doa yang aku bisa dan hafal, perlahan aku membuka pintu kamar dan melongokkan kepala keluar. Keadaan di luar sangat sepi.
Bergegas aku menuju ke kamar mandi untuk buang air kecil. Dan hal yang aku takutkan terjadi. Belum sampai satu menit aku berada di dalam kamar mandi, tiba-tiba ada yang menggedor pintunya.
Hampir saja aku melonjak saking merasa kaget. Seketika aku merinding. Bulu kuduk di leher dan kedua tangan meremang. Keringat dingin mulai mengalir di kedua pelipis. Jantung berdetak tak karuan. Sungguh suasana yang sangat menyeramkan. Aku menelan ludah dengan susah payah. Tiba-tiba tenggorokan terasa kering.
[Siapa sebetulnya yang selalu menggedor pintu kamar mandi ini ya? Apa benar hantu, atau ada orang yang iseng? Kalau orang, siapa yang melakukan. Di rumah ini hanya ada Bu Lina, Pak Tobing dan Edo. Kalau Bu Lina dan Edo rasanya nggak mungkin, karena tadi pagi dia bilang nggak pernah ke belakang. Edo juga rasanya nggak mungkin. Anak itu masih terlalu kecil untuk berbuat iseng. Apa Pak Tobing ya? Tapi untuk apa dia melakukan hal itu?]
***
Bersambung

Comentário do Livro (310)

  • avatar
    Syaliza

    the best story..saya baca dalam masa sehari ja🤣memukau betul cerita dia..suka sangat..inilah nama dia..cerita yg hidup😂teruskan menulis dan buat cerita yang lebih mantapp..wookkkeyyy🥰

    03/02/2022

      2
  • avatar
    ApriliusBelva

    alur ceritanya bagus-bagus mudah di mengerti dan ga buat bingung si pembaca 😘

    30/01/2022

      1
  • avatar
    BangYudha

    Mantap! jalan ceritanya antara horror dan sedikit misteri buat hati jadi sangat penasaran bacanya

    30/01/2022

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes