logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 5 Kisah Menyeramkan

Misteri di Rumah Bidan Lina
Bab 5
***
Sambil menunggu Bu Lina dan Edo pulang, aku mencoba mengingat apa yang selama ini pernah aku dengar dari para tetangga sekitar rumah orang tuaku, tentang rumah Bu Lina ini.
Diri ini pernah beberapa kali mendengar cerita dari mereka, yang mengatakan kalau rumah Bu Lina itu ada hantunya.
Mereka bilang, waktu Bu Sri, tetangga samping rumahku, suatu hari mau melahirkan tengah malam dan dia dengan Pak Hendi, suaminya, datang ke rumah Bu Lina. Ketika Pak Hendi memencet bel pintu depan, terdengar dari dalam rumah, suara orang yang mengatakan agar mereka menunggu sebentar. Suara itu sangat jelas terdengar, karena bukan hanya Bu Sri dan Pak Hendi saja yang mendengarnya, tapi juga dua orang saudara Pak Hendi yang kebetulan ikut pergi mengantar Bu Sri pada malam itu.
Namun, sampai sekitar dua puluh menit Bu Sri, Pak Hendi dan dua orang saudara mereka menunggu, tak ada juga orang yang keluar dari dalam dan membuka pintu. Akhirnya Bu Sri dan Pak Hendi pergi ke tempat bidan yang lain, diantar oleh kedua saudaranya itu. Karena Bu Sri bilang dia sudah merasa tak tahan lagi, rasanya sudah seperti mau mengejan. Dan perutnya sudah sangat mulas.
Mereka berempat baru tahu satu hari kemudian, mendengar cerita dari tetangga, kalau ternyata rumah Bu Lina itu kosong sejak tiga hari yang lalu, karena dia dan keluarganya sedang pulang kampung.
Ada juga cerita tentang Bu Ningsih (rumahnya agak jauh dari rumah ayah) yang suatu hari melahirkan di tempat Bu Lina dan kebetulan suaminya sedang pulang sebentar ke rumah mengambil barang yang tertinggal.
Waktu malam hari, sekitar pukul sembilan, ada seorang perempuan berumur sekitar 20 tahun yang mengurus bayi Bu Ningsih karena rewel. Perempuan itu menggendong dan memberi susu botol bayi Bu Ningsih. Bu Ningsih mengira kalau perempuan itu adalah asisten bidan yang bekerja di rumah Bu Lina, padahal Bu Lina tak mempunyai seorang asisten bidan.
Begitu mengetahui hal tersebut dari tetangga yang menjenguk dia dan bayinya pada pagi harinya, Bu Ningsih langsung minta pada suaminya agar minta izin untuk pulang saja pada Bu Lina saat itu juga.
Meskipun Bidan Lina dan suami Bu Ningsih sudah berusaha menahan agar Bu Ningsih mau menginap satu malam lagi, Bu Ningsih tetap tidak mau. Dia bersikeras minta pulang hari itu. Dia sudah merasa sangat ketakutan dan khawatir akan terjadi hal yang tak diinginkan. Suami Bu Ningsih sampai keheranan melihat sikap Bu Ningsih yang demikian keras kepala, sebab tak biasanya dia berperilaku seperti itu.
Akhirnya Bu Lina mengizinkan Bu Ningsih pulang. Dan begitu sampai di rumah, Bu Ningsih menceritakan apa yang telah dia alami di rumah Bu Lina pada suaminya, hingga membuat dia bersikeras minta pulang saat itu juga.
Cerita Bu Ningsih tersebut lalu menyebar ke sekitar komplek perumahan dari mulut ke mulut, bermula dari para tetangga yang menjenguk Bu Ningsih dan bayinya di rumah.
Ada lagi Bu Sari yang bercerita. Suatu hari dia pernah suntik KB di rumah Bu Lina. Setelah menunggu selama dua menit, muncul dari dalam rumah Bu Lina seorang perempuan yang memakai baju seragam putih-putih. Perempuan itu lantas menyuruh Bu Sari masuk dan dia memberikan suntikan KB pada Bu Sari. Sama seperti Bu Ningsih, Bu Sari pun mengira kalau perempuan berseragam putih tersebut adalah asisten bidan Bu Lina. Setelah menyuntik Bu Sari, perempuan itu pergi ke ruangan dalam. Tak lama kemudian Bu Lina datang. Bu Sari lantas menanyakan berapa uang jasa medis untuk suntik KB. Tentu saja Bu Lina bingung, karena dia merasa belum memberikan suntikan KB pada Bu Sari.
Dan masih banyak lagi cerita seram yang aku dengar, yang beredar di komplek perumahan tentang rumah Bu Lina yang ada hantunya.
Aku mendengar berbagai macam cerita yang menyeramkan itu beberapa tahun yang lalu, sebelum diri ini melanjutkan pendidikan di sebuah Akademi Kebidanan yang ada di provinsi. Setelah mulai masuk kuliah, aku tak pernah lagi mendengar cerita seram tentang rumah Bu Lina, karena aku harus tinggal di asrama. Dan saat aku pulang IB (izin bermalam) pun, aku sudah merasa tak tertarik lagi untuk mendengarkan cerita ibu-ibu komplek yang sedang belanja sayur di Mang Supi.
Aku menarik napas panjang, setelah selesai mengingat kembali beberapa cerita seram yang pernah aku dengar tentang rumah Bu Lina dari para tetangga sekitar rumah ayah.
Masa iya sih rumah ini ada hantunya? Hii … serem juga kalau memang cerita yang aku dengar dari para tetangga itu betul. Aku membatin seraya bergidik.
"Eh … Mbak Nopi. Sedang apa di sini, Mbak?" tanya Bu Retno, yang lewat di depan teras depan rumah Bu Lina bersama dengan Bu Eti.
"Saya sekarang kerja di sini, Bu," jawabku sambil tersenyum.
Aku melihat Bu Retno dan Bu Eti memandangku dengan tatapan yang tak bisa kuartikan. Mereka berdua tampak mengerutkan dahi. Lalu Bu Retno dan Bu Eti saling berpandangan. Aku jadi penasaran dengan tingkah laku mereka.
Kenapa Bu Retno dan Bu Eti memandangku dengan tatapan yang aneh gitu, setelah aku mengatakan kalau aku bekerja di rumah Bu Lina? Mereka berdua seperti yang merasa heran. Kenapa mereka berdua seperti itu ya? Aku membatin.
"Bu maaf, ada apa ya? Kenapa Bu Retno sama Bu Eti saya lihat kok seperti yang merasa heran, kalau saya kerja di rumah Bu Lina?" tanyaku pada mereka berdua untuk memastikan.
Sekali lagi Bu Retno dan Bu Eti saling berpandangan. Membuatku merasa makin penasaran.
"Memangnya Mbak Nopi nggak pernah dengar cerita soal rumah Bu Lina?" Bu Retno malah balik bertanya tanpa menjawab pertanyaanku. Dia mengatakan hal tersebut sambil berbisik.
"Maksudnya cerita rumah Bu Lina yang mana ya, Bu?" tanyaku pura-pura tak tahu.
Bu Retno dan Bu Eti lalu menceritakan soal rumah Bu Lina yang berhantu, dan cerita mereka berdua ternyata lebih menyeramkan dari yang pernah aku dengar sebelumnya. Membuat aku menelan ludah dan menyesal, kenapa tadi aku harus bertanya pada ibu-ibu itu.
"Eh … malah ngelantur. Maaf ya, Mbak Nopi. Saya bukannya bermaksud mau menakuti, tapi memang seperti itu cerita yang pernah saya alami di rumah ini," kata Bu Retno sembari bergidik di akhir ceritanya.
"Iya, Bu. Nggak apa-apa kok," kataku sambil berusaha untuk tersenyum, padahal aku merasa takut setengah mati.
Setelah itu Bu Retno dan Bu Eti lantas pamit. Aku melihat kepergian mereka dengan perasaan yang tak bisa kugambarkan.
***
Bersambung

Comentário do Livro (310)

  • avatar
    Syaliza

    the best story..saya baca dalam masa sehari ja🤣memukau betul cerita dia..suka sangat..inilah nama dia..cerita yg hidup😂teruskan menulis dan buat cerita yang lebih mantapp..wookkkeyyy🥰

    03/02/2022

      2
  • avatar
    ApriliusBelva

    alur ceritanya bagus-bagus mudah di mengerti dan ga buat bingung si pembaca 😘

    30/01/2022

      1
  • avatar
    BangYudha

    Mantap! jalan ceritanya antara horror dan sedikit misteri buat hati jadi sangat penasaran bacanya

    30/01/2022

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes