logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 2 Siapa yang Menggedor Pintu Kamar Mandi?

Misteri di Rumah Bidan Lina
Part 2
***
Untuk beberapa waktu aku hanya terdiam, sembari melihat ke sekeliling depan kamar tidurku. Perlahan diri ini lalu berjalan ke arah kamar mandi, ingin memastikan sekali lagi, apakah benar di dalam sana tak ada seseorang. Dengan debaran jantung yang tak karuan, aku membuka pintu kamar mandi perlahan. Kemudian memeriksa keadaan di dalamnya. Namun tak aku temukan siapa pun ada di dalam sana.
Aku menghela napas panjang seraya menautkan kedua alis, merasa heran. Siapa ya kira-kira tadi yang menggedor pintu kamar mandi ini? Tapi kenapa di dalam sini tak terlihat ada orang? Aneh. Aku membatin. Perlahan aku lantas menutup kembali pintu kamar mandi belakang tersebut.
Dengan masih merasa heran dan bermacam pertanyaan yang menggelayut di kepala, aku kemudian masuk ke rumah utama Bu Lina, ingin menanyakan apakah tadi dia atau bukan yang menggedor pintu kamar mandi belakang, ketika aku sedang buang air.
Sampai di ruang tengah, aku melihat Bu Lina sedang merapikan baju seragam Edo, anak semata wayangnya yang masih duduk di bangku SD kelas 2. Sedangkan Pak Tobing suaminya, duduk di kursi menunggu Bu Lina selesai memakaikan baju seragam Edo, sambil membaca koran.
"Sudah selesai kamu rapikan semua barang bawaan kamu, Nopi?" tanya Bu Lina, begitu dia melihat aku muncul di ruang tengah, seraya masih membetulkan kerah baju Edo.
"Iya sudah selesai, Bu. Ehm … maaf, Bu. Apa tadi Bu Lina yang menggedor pintu kamar mandi belakang, waktu saya masih di dalamnya? Ada apa ya, Bu? Tadi selesai saya dari kamar mandi, Ibu sudah nggak ada lagi di depan pintu," tanyaku.
Aku melihat Bu Lina menghentikan pekerjaannya dari merapikan baju Edo. Dia lalu memandangku dengan tatapan yang aneh, sampai jengah aku dibuatnya. Tampak dia memicingkan mata dengan mulut terkatup rapat. Aku jadi merasa tak enak hati. Dalam keadaan seperti itu, terlihat dengan sangat jelas, kalau wajah Bu Lina memang terkesan judes dan menakutkan.
"Nggak ada saya menggedor pintu kamar mandi belakang. Saya dari tadi sibuk di sini, ngurusi si Edo ini. Saya nggak ada ke belakang. Lagipula untuk apa saya cari kamu, Nopi," jawab Bu Lina dengan logat bicaranya yang khas dan terkesan ketus. Dia lantas melanjutkan kembali pekerjaannya. Sekarang dia terlihat sedang memakaikan sepatu Edo.
Aku tersenyum kecut mendengar ucapan Bu Lina.
[Jadi siapa dong yang tadi menggedor pintu kamar mandi belakang waktu aku sedang buang air kalau bukan Bu Lina? Masa iya Pak Tobing yang melakukan hal itu? Ada perlu apa dia denganku? Bukankah selama ini dia tak pernah mau sekali pun bertegur sapa denganku. Bahkan pura-pura tak mengenalku jika kebetulan kami bertemu di jalan.
Aku lalu mengalihkan pandangan ke arah Pak Tobing. Dia bergeming, masih tetap asik membaca koran yang sedang dipegangnya. Pak Tobing seakan tak mendengar apa yang sedang aku dan Bu Lina bicarakan. Atau mungkin dia memang tak mendengar percakapan di antara kami, sebab dia terlalu fokus pada koran yang sedang dibacanya. Entahlah.
Melihat sikapnya yang acuh seperti itu, aku bisa mengambil kesimpulan, kalau memang bukan Pak Tobing pelakunya. Jadi siapa? Apa mungkin ada orang lain di rumah Bu Lina selain mereka bertiga? Atau tadi aku hanya salah mendengar? Akh … rasanya tak mungkin aku salah dengar. Gedoran di pintu kamar mandi belakang itu terdengar begitu keras dan sangat jelas. Dan telinga ini belum tuli.
"Hey … Nopi! Ngapain kamu masih berdiri di situ? Sana ke kamar praktik. Kamu bersihkan dan beresin itu ruangan," hardik Bu Lina mengagetkanku. Dia sudah selesai dengan pekerjaannya. Edo sudah berpakaian rapi dan siap untuk berangkat ke sekolah.
"Oh … eh … iya, Bu," jawabku gugup.
Aku lalu bergegas pergi ke ruang praktik Bu Lina yang letaknya di depan, bersebelahan dengan ruang tamu. Sedangkan Bu Lina tampak masuk ke kamarnya, mungkin akan bersiap untuk berangkat.
***
Sesampainya di kamar praktik Bu Lina, aku mengamati sekeliling ruangan itu. Sebuah ruangan bercat warna putih dengan ukuran sekitar 16 meter persegi dengan kamar mandi di dalam. Di dalam kamar praktik tersebut ada dua buah bed gynecologi yang ditaruh sejajar di sudut ruangan. Yang satu menempel dengan dinding, sedangkan yang satu lagi diletakan di dekat pintu kamar mandi dan disekat menggunakan sebuah gorden.
Ada sebuah lemari kaca tempat obat-obatan yang ditaruh dekat pintu, sebuah kulkas berukuran kecil untuk tempat vaksin (BCG, DPT, polio, campak dan hepatitis), sebuah meja tulis dan 3 buah kursi. Serta ada beberapa buah poster yang menempel di dinding. Juga kantong persalinan (selembar kain yang ditempel 12 kain kecil berbentuk seperti kantong, untuk tempat kartu periksa ibu hamil sesuai dengan bulan taksiran persalinan)
Aku membuka lemari obat dan mulai mengelapnya memakai lap basah. Debu yang menempel lumayan tebal di sana. Terlihat kotor saat aku mencelupkan lap basah itu ke dalam baskom berisi air. Pasti karena jarang dibersihkan oleh Bu Lina.
Bagaimana jika ada kuman yang menempel di peralatan medis, lalu digunakan kepada pasien? Spuit dan jarum suntik misalnya. Pasti akan sangat beresiko terjadi infeksi. Betul-betul ceroboh Bu Lina, pikirku.
Padahal apa sulitnya untuk membersihkan lemari obat tersebut setiap hari, toh tak akan memerlukan waktu yang lama. Aku lihat juga Bu Lina tak terlalu sibuk, pasien yang datang pun tak seberapa. Mungkin dia memang tak sempat atau malas untuk membersihkan. Entahlah.
"Nopi, saya berangkat dulu ya," kata Bu Lina yang tiba-tiba sudah berdiri di depan pintu ruang praktik, saat aku sedang mengelap lemari obat. Entah sejak kapan dia ada di sana.
Sejenak aku menghentikan pekerjaanku.
"Iya, Bu," kataku.
Setelah memberikan beberapa instruksi padaku, Bu Lina lalu menggandeng Edo menuju ke depan. Di halaman, aku melihat Pak Tobing sudah menunggu di atas motor. Aku lalu mengantar kepergian mereka bertiga sampai bayangan mereka tak terlihat, hilang di belokan jalan.
Aku kembali mengelap lemari obat, dan semua barang yang ada di ruang praktik. Air yang ada di baskom sampai berwarna hitam pekat saking banyak debu yang menempel. Sehingga aku harus mengulangi mengelap sampai dua kali.
Aku lalu pergi ke dapur untuk menaruh baskom yang baru saja dipakai, setelah selesai mengelap semuanya. Tiba-tiba aku merasa ingin buang air, perutku terasa mulas.
Cepat-cepat aku masuk ke kamar mandi belakang dan mengunci pintunya. Selang beberapa lama, tiba-tiba ada yang menggedor pintu. Sangat jelas terdengar. Membuatku merasa sangat takut.
[Siapa yang menggedor pintu? Bukannya nggak ada orang lagi di rumah ini selain aku?]
Tiba-tiba aku merinding. Bulu kuduk di tengkuk dan kedua tanganku meremang. Jantung berdetak tak karuan. Keringat dingin mulai mengalir di kedua pelipis.
***
Bersambung

Comentário do Livro (310)

  • avatar
    Syaliza

    the best story..saya baca dalam masa sehari ja🤣memukau betul cerita dia..suka sangat..inilah nama dia..cerita yg hidup😂teruskan menulis dan buat cerita yang lebih mantapp..wookkkeyyy🥰

    03/02/2022

      2
  • avatar
    ApriliusBelva

    alur ceritanya bagus-bagus mudah di mengerti dan ga buat bingung si pembaca 😘

    30/01/2022

      1
  • avatar
    BangYudha

    Mantap! jalan ceritanya antara horror dan sedikit misteri buat hati jadi sangat penasaran bacanya

    30/01/2022

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes