logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Misteri di Rumah Bidan Lina

Misteri di Rumah Bidan Lina

Ryanti


Capítulo 1 Hari Pertama Kerja

Misteri di Rumah Bidan Lina
Part 1
***
Hari ini adalah hari pertama aku bekerja sebagai asisten bidan di rumah Bidan Lina. Setelah lulus dari sebuah Sekolah Kebidanan yang ada di kota provinsi enam bulan yang lalu.
Ketika itu, begitu aku dan semua teman bidan yang satu angkatan selesai menerima fotocopy ijazah yang sudah dilegalisir beserta beberapa berkas dokumen yang lain, diri ini langsung mengirimkan beberapa buah surat lamaran kerja ke berbagai instansi kesehatan yang ada di kotaku. Seperti RS Swasta, RSIA (Rumah Sakit Ibu dan Anak), Klinik Rawat Inap, RB (Rumah Bersalin), Puskesmas 24 jam mampu PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar) yaitu puskesmas yang memiliki fasilitas atau kemampuan untuk melakukan penanganan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal dasar, dan BPS (Bidan Praktek Swasta). Namun, semua surat lamaran kerja yang aku kirimkan di beberapa instansi tersebut belum ada satu pun yang mendapatkan balasan sampai detik ini.
Karena telah bosan terlalu lama menunggu panggilan kerja dan menganggur, serta tak ada kegiatan yang bisa aku lakukan, selain mengerjakan pekerjaan rumah sehari-hari, akhirnya aku mencoba melamar pekerjaan sebagai asisten bidan di rumah Bidan Lina.
Walaupun sebenarnya diri ini merasa agak ragu, sebab yang aku dengar Bu Lina itu orangnya judes dan sombong. Selain itu juga karena Bidan Lina tak memasang plang papan nama bidan di depan rumahnya, entah kenapa. Tapi yang sebenarnya Bu Lina seperti apa, aku juga tidak tahu.
Dengan sedikit ragu, kemarin sore selepas waktu asar akhirnya aku memberanikan diri datang ke rumah Bu Lina untuk melamar pekerjaan. Dan sama sekali tak menduga kalau ternyata aku langsung diterima bekerja sebagai asisten bidan di sana. Dan Bu Lina menyuruh aku agar datang hari ini untuk mulai masuk kerja.
Saat itu pun diri ini belum bisa mengambil kesimpulan kalau Bu Lina itu orangnya judes dan sombong, seperti yang dikatakan oleh ibu-ibu komplek. Sebab aku hanya beberapa menit bertemu dan berbincang. Setelah dia menerima aku untuk bekerja di rumahnya, aku lantas pamit pulang. Jadi aku sama sekali belum tahu perilaku Bu Lina yang sebenarnya itu seperti apa.
Aku hanya mendengar cerita dari ibu-ibu komplek ketika mereka sedang berbelanja sayuran di Mang Supi, tukang sayur keliling yang biasa mangkal di depan rumah orang tuaku. Mungkin karena rumah ayah letaknya berada di tengah-tengah perumahan komplek, jadi Mang Supi berinisiatif untuk mangkal di depan rumah. Barangkali maksud Mang Supi agar ibu-ibu yang berada di komplek tak terlalu jauh berjalan kaki jika akan berbelanja sayur padanya. Setelah sampai di depan rumah ayah, Mang Supi biasanya akan segera memanggil ibu-ibu komplek dengan membunyikan klakson khusus yang dia buat sendiri. Suaranya sangat nyaring dan melengking tinggi, sehingga menjadi ciri khas Mang Supi.
Tak lama kemudian ibu-ibu komplek akan datang menuju ke depan rumah orang tuaku, tanpa harus dipanggil dua kali oleh Mang Supi. Pada saat berbelanja itulah, para ibu tersebut sering bergosip tentang Bu Lina. Aku hanya menjadi pendengar saja, apa yang sedang mereka bicarakan. Yang intinya, menurut mereka, Bu Lina itu orangnya sombong dan judes.
Sedangkan rumah Bidan Lina berada di paling ujung komplek dimana aku tinggal. Tentu saja dia tak pernah ikut berbelanja sayur di Mang Supi, karena setiap pagi harus berangkat ke puskesmas tempat dia bekerja. Dia juga tak mempunyai ART (asisten rumah tangga), jadi tak ada orang yang akan menyampaikan padanya soal ibu-ibu komplek yang bergosip tentang dirinya. Mungkin karena hal itu juga yang membuat para ibu komplek merasa aman jika sedang membicarakan Bu Lina.
Suami Bu Lina adalah seorang satpam di sebuah bank swasta. Namanya Pak Tobing. Kalau laki-laki ini aku sangat tahu, dia orangnya angkuh dan sombong. Karena aku sering bertemu dengannya saat akan mentransfer uang di bank tempat dia bekerja. Pak Tobing tak pernah mau menegur, apalagi bertutur sapa. Bahkan seperti yang tak pernah mengenalku saja, padahal kami tinggal di perumahan komplek di gang yang sama. Jika aku datang ke bank swasta itu, dia akan seolah tak melihatku dengan berpura-pura sibuk mengerjakan apa saja. Aku hanya tersenyum dalam hati melihat tingkah laki-laki itu.
***
"Nopi, kamar kamu ada di belakang ya. Kamu bawa saja barang bawaan kamu ke sana sekarang," titah Bu Lina dengan logat bahasa daerah yang kental. Setelah dia selesai menanyakan beberapa hal yang berkaitan dengan pendidikanku dan memeriksa kelengkapan surat lamaran kerja yang dia minta. STR (Surat Tanda Registrasi), KTA (Kartu Tanda Anggota) IBI (Ikatan Bidan Indonesia), ijazah, dan sertifikat APN (Asuhan Persalinan Normal)
Bu Lina kemudian menunjukkan kamar yang dia maksudkan tadi. Letaknya ada di paling belakang bangunan rumah Bu Lina.
"Iya, Bu," kataku sambil beranjak dari duduk lalu menuju kamar yang dia beritahukan tersebut.
Sebuah ruangan berukuran sekitar 9 meter persegi. Ada sebuah ranjang ukuran nomor 3 terletak di sudut ruangan, sebuah lemari pakaian di sebelahnya dan set meja kursi yang berada di dekat pintu. Terlihat lumayan bersih. Aku tak tahu kamar ini tadinya kamar siapa. Mungkin kamar ART Bu Lina atau memang sengaja dibuat hanya untuk beristirahat saat siang hari karena udara yang panas. Entahlah.
Aku lalu merapikan semua barang yang aku bawa dari rumah.
Awalnya aku pikir bisa pulang pergi saja, karena jarak dari rumah ayah ke rumah Bu Lina sangat dekat. Tapi ternyata Bu Lina mengharuskan diri ini untuk tinggal di rumahnya. Dengan alasan, jika malam hari tiba-tiba ada pasien inpartu (pasien yang akan melahirkan) yang datang, bisa langsung ditangani, tak perlu lagi memanggil aku untuk datang ke rumahnya. Memang ada benarnya juga sih alasan Bu Lina seperti itu.
Setelah selesai menata semua barang yang aku bawa, diri ini lalu keluar kamar dan melihat-lihat di sekeliling kamar tidurku. Tampak ada sebuah kamar mandi di sebelah kiri kamarku. Aku lalu menengok ke dalamnya, lumayan bersih juga.
Tiba-tiba aku merasa ingin buang air kecil. Segera saja aku masuk ke kamar mandi itu. Tapi baru beberapa saat diri ini di dalam, tiba-tiba ada yang menggedor-gedor pintu kamar mandi tersebut. Berisik sekali.
Cepat-cepat aku keluar, mungkin saja Bu Lina mencariku, karena tadi dia bilang akan berangkat kerja.
Namun tak ada siapa pun di depan pintu kamar mandi. Aku segera pergi ke kamar, juga tak terlihat siapa pun di dalam kamar. Sejenak aku tertegun, jadi siapa tadi yang menggedor pintu kamar mandi? Suaranya jelas sekali, aku tak mungkin salah dengar. Pendengaranku belum tuli jika hanya untuk mendengar suara gedoran pintu. Apalagi dengan jarak yang lumayan dekat.
Tiba-tiba aku merinding. Bulu kuduk di kedua tanganku meremang.
***
Bersambung

Comentário do Livro (310)

  • avatar
    Syaliza

    the best story..saya baca dalam masa sehari ja🤣memukau betul cerita dia..suka sangat..inilah nama dia..cerita yg hidup😂teruskan menulis dan buat cerita yang lebih mantapp..wookkkeyyy🥰

    03/02/2022

      2
  • avatar
    ApriliusBelva

    alur ceritanya bagus-bagus mudah di mengerti dan ga buat bingung si pembaca 😘

    30/01/2022

      1
  • avatar
    BangYudha

    Mantap! jalan ceritanya antara horror dan sedikit misteri buat hati jadi sangat penasaran bacanya

    30/01/2022

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes