logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 2. Musuh Masa Sekolah

Dendam itu masih ada, tetapi bukan berarti harus dibagikan pada orang lain yang tidak berkepentingan. Permusuhan itu hanya antara dua manusia.
***
Keanu Danuarta, lelaki dua puluh sembilan tahun yang dijuluki si tampan gila kerja. Seorang direktur muda perusahan jasa transportasi yang berbasis online. Ia baru diangkat untuk membantu ayahnya mengurus data, dan mengolah pekerjaan yang berurusan dengan server internet.
Seorang pria yang sombong dan tidak berperasaan. Bersih dari semua hal yang berhubungan dengan perempuan. Ia menjaga image-nya sebagai pria terhormat, memiliki status yang tidak main-main. Tubuh tinggi dan kekar bentukan dari olahraga yang rutin sangat mendukung tampilan wajah angkuhnya. Karena kehidupannya yang dari kaca mata orang lain sebagai refleksi sebuah kehidupan pria muda yang sempurna, ia terpaksa mengenakan kacamata polos sebagai distraksi.
Ia tidak ingin kehidupannya yang sempuran harus dicemarkan dengan kehadiran seorang wanita. Bahkan permintaan orang tuanya untuk segera menikah ditolak mentah-mentah. Rencana kencan buta yang dijadwalkan ibunya berakhir sia-sia. Perempuan-perempuan muda, anak dari semua kolega ayahnya sudah pernah dijumpai dan tidak ada satu pun yang membuat hatinya berdesir. Ia hanyalah patung bernyawa. Menjadi bos adalah sebuah langkah untuk menaikkan kasta di mata perempuan agar menjauh darinya, tetapi ia justru semakin dikerubungi seperti permen. Sayangnya ia adalah permen jahe yang teramat pedis untuk dinikmati.
Perusahaan yang didirikan ayahnya pulihan tahun silam diawali dengan membeli dua mobil untuk taksi. Perlahan usaha mulai berkembang, dan seiring berubahnya zaman, berganti layanan sebagai taksi online. Dua tahun diberi kepercayaan, ia mengembangkan layanan ojek online dan setahun belakangan ia merambah bagian delivery untuk makanan cepat saji maupun jasa antar barang lainnya.
Muda, berprestasi dan jauh dari gosip tentang perempuan, membuat perempuan muda yang pernah bertemu dengannya akan berusaha mencari cara untuk memperoleh atensinya.Namun, Keanu tetaplah Keanu yang tidak berubah di mata teman-temannya. Ia masih saja alergi pada sosok yang bernama perempuan, terutama yang datang dengan motif cinta. Selalu ada hal yang dipandang buruk secantik apa pun perempuan itu. Mulutnya yamg lebih banyak diam akan mencibir kecantikan yang cacat di matanya.
Tidak ada wanita yang bertahan untuk mengejar cinta lelaki itu, juga tidak ada wanita yang mau berdebat dengannya. Ia tidak dingin, ia hanya tidak menyukai perempuan yang tak sempurna di matanya. Perempuan-perempuan yang datang dengan segala macam godaan, akan mundur membawa rasa sakit dan dendam yang tak berani dibalas.
Pertanyaaannya, adakah perempuan sempurna di dunia yang mampu menyumbat mulut pedasnya?
Jawabannya, tidak ada perempuan yang sempurna di dunia yang penuh gejolak. Yang ada hanya perempuan yang menyimpan dendam untuknya sejak bertahun-tahun yang lalu.
***
"Naura Nyasaren," geram Keanu di antara gemeretuk giginya. Tangannya yang mengarah pada Naura sudah berpindah ke pinggang. Ia mendengkus.
“Ternyata lo, Naura nyasaren, si bodoh yang hobi dandan itu? Pantesan aja baru keluar dari ruangan, alergi gue langsung kambuh." Si bos berdecak sinis. "Lo masih aja norak kayak dulu. Bibir merah menyala, muka pucat kayak mayat dibedaki, sudut mata dikasih lumpur, rambut udah kayak rambut nenek gue, dan ... mata lo baru abis dapat donor dari kucing, ya."
“Eh, Ke Anus, yang lo sebutin semua itu harganya berjuta-juta, ya. Enak aja mata kucing. Nih, lihat cantik, kan? Ini rambut ombre silver bukan kayak uban di kepala nenek lo."
“Cantik? Cantik pala lo! Lo udah kayak vampir yang baru abis minum darah, tau! Apalagi pakaian lo, merah menyala. Udah kayak badut yang nggak lagi lucu. After all, setelah sekian tahun lo sama sekali nggak berubah."
“Daripada lo, jas abu-abu, dasi panjang, celana abu-abu juga, rambut tidur, kacamata, dan sok keren. Dan setelah sekian waktu, mulut lo nggak pernah disekolahin, ya? Masih aja cerewet! Naura mendengkus dan sinis mencibir, Dasar gay."
Emosi Keanu mendadak naik. Tak terima dibilang gay, ia maju dan menarik leher baju merah Naura yang berbentuk V. Gloria terbelalak di belakang meja sambil memeluk erat tas hitamnya, Naura hanya tersenyum sinis menatap mata lelaki yang menjulang di depannya.
“Jangan asal ngomong, ya?! Lo nggak tau apa-apa soal gue, jadi ...." Fokus mata Keanu mulai terganggu. Ia mengerjab berkali-kali. "Jadi ...."
Bibir merah Naura semakin melebar dan sedikit tertarik ke atas melihat pandangan dari mata lelaki yang mencengkramnya tidak lagi fokus menantang. Sesekali ia melirik sesuatu di balik leher baju Naura yang sedikit terangkat akibat tarikannya.
“Eh, jaga ya mata lo. Dada gue emang cantik, tapi nggak pantas buat dilihat cowok kayak lo. Najis!"
Meski kesal, Keanu tidak membalas perkataan Naura. Ia menelan paksa salivanya kemudian menghempaskan kerah Naura dengan gusar. Ia mengusap wajah jengkel, berdehem, dan kembali memasukkan tangan ke saku celana.
“Ibu Gloria, bukannya kalian mau makan siang? Silakan." Keanu melirik sebentar pada Naura yang kembali mengenakan kacamata dan merapikan leher baju. Keanu sekali lagi berdehem. "Lo juga, silakan pergi. Suhu ruangan mendadak naik gara-gara lo."
“Bukannya karena isi otak gay lo? Kalau ngayal yang aneh-aneh boleh, tapi jangan gue subjeknya. Geli-geli gimana gitu."
"Lo!"
“Bye ... bye ... Ke Anus."
Tak peduli wajah Keanu yang mengeras, Naura melambaikan tangan dengan gemulai yang dibuat-buat lalu bergidik di akhir saat pintu lift tertutup.
Sepeninggal Naura, Keanu bolak-balik tanpa tujuan. Ia menarik dasi biru tua yang dirasa mencekik lehernya.
“Naura ... Naura ... Naura ... Brengsek! Kenapa tiba-tiba muncul? Damn it!”
Bertemu Naura sama saja membuka aib yang tidak sengaja dicatat sejarah masa remajanya. Perempuan itu sumber segala kemalangan dalam hidupnya. Tidak pernah dalam sekian tahun ia mengingat tentangnya, lalu sekarang tanpa isyarat kesialan itu bertamu di kantornya. Ia memikirkan bagaimana caranya menghindari mulut comberan Naura. Untuk Gloria yang sempat mendengar bocoran tentang dirinya dari Naura, ia bisa mengancam untuk tutup mulut dan melarang adanya pertemuan mereka di ruang kantor maupun di sekitar gedungnya.
Berbanding terbalik dengan lelaki yang frustasi karena kehadirannya, Naura justru tertawa penuh kemenangan sambil menikmati makan siang. Potongan beef steak yang katanya sudah bosan menjadi dua kali lebih nikmat. Mulut merahnya tak berhenti tersenyum.
"Ra, berhenti ketawain Bos aku. Aku bisa dipecat gara-gara kamu."
Gloria sama sekali tidak berselera menikmati makan siang. Ia membayangkan tatapan mata yang begitu menyeramkan meski terhalang kacamata. Lelaki yang selalu dihormati tiba-tiba dituduh gay di depan sekretarisnya pasti sangat tertekan dan malu. Ia bingung bagaimana menghadapinya.
“Kamu tenang aja, Glo, Ke Anus tidak mungkin mecat kamu gitu aja. Dia butuh alasan kuat. Percaya sama aku. Dia bahkan mungkin akan tetap mempertahankan kamu, memperhatikan kamu untuk mencegah bocornya informasi yang kamu tahu. Sudah, jangan panik. Makan selagi Bos kamu belum bicara."
“Kamu kok bisa sih, Ra, ngomong kayak gitu sama dia."
“Ya, mau bagaimana, Glo, dia itu musuh lama yang bangkit dari kuburan. Kita udah adu mulut sejak kelas tujuh, musuhan sampai tamat SMP. Wajar aja kalau ketemu tetap aja bertengkar." Naura menelan air mineral seteguk. "Nggak nyangka aja sekarang dia jadi bos kamu. Ketemu juga tanpa rencana, kan? Istilahnya, ya, reuni mendadak, jadi yang dibicarakan pasti hal-hal terkait masa lalu, dong. Sudah, jangan dipikirin lagi."
“Sejak tamat SMP pernah nggak ketemu sama dia?" Naura menggeleng, masih asyik mengunyah potongan daging. "Pernah reuni seangkatan, nggak?"
Naura menelan makanannya dan minum seteguk air. "Aku nggak suka reuni SMP, banyak kisah buruk di sana."
Gloria membuang pandangan jauh ke atas tingkat enam gedung tempat ia bekerja. Dari restoran tempat makan siang, jaraknya sekitar seratus meter di seberang jalan. Selama enam tahun bekerja di tempat itu dan dua tahun menjadi sekretaris Keanu, baru kali ini ia mendengar hal negatif tentang bosnya.
Selama ini jarang sekali terdengar kabar atau kisah percintaan Keanu. Terakhir setahun yang lalu ia dikabarkan jalan dengan seorang penyanyi tanah air. Tidak ada konfirmasi terkait hubungan mereka lalu keadaan menjadi tenang lagi. Bosnya tidak lagi menghalau wartawan yang minta bertemu. Ia kembali menikmati waktu bersama beberapa teman lelakinya yang sudah dikenal Gloria saking terlalu seringnya mereka bertemu.
"Ra, kamu serius Bos aku seorang ... hem ... you know," Gloria memajukan kepala, melirik kiri kanan seperti maling, dan berbisik, "gay?"
Naura mendadak tertawa. Ia semakin merasa lucu melihat mimik ketakutan di wajah temannya.
“Dia ... hem sebenarnya ...," Naura sejenak ragu untuk bicara. Gloria memang teman yang sudah lama dikenal sejak sama-sama menjadi murid baru di SMK, tetapi bukan seorang sahabat dekat. Mereka juga baru beberapa kali bertemu setelah lulus sepuluh tahun silam. Pertemuan mereka kali ini juga bukan untuk makan siang layaknya bertemu dengan sahabat, lebih tepatnya pertemuan profesional sebagai narasumber untuk mengisi konten YouTube-nya.
Rencananya mereka untuk membahas tutorial memilih busana ala wanita karir seperti Gloria. Karena pertemuan yang terlambat dan insiden yang tak terduga mereka terpaksa menunda pengambilan video.
Meskipun dalam beberapa kali pertemuan mereka terlibat pembicaraan hangat, bukan berarti Naura mau menceritakan semua hal, termasuk masa lalu yang melibatkan Keanu. Ia bermusahan dengan Keanu, bukan berarti harus menceritakan aib lelaki itu apalagi pada sekretarisnya.
“Sebenarnya dia normal, kok, Glo. Aku aja yang suka cari masalah sama dia. Ya, ada satu dua salah paham, gitu, deh."
“Oh, kirain ...."
“Jangan bilang siapa-siapa, ya, Glo”
“Aku rasa sedikit aneh aja sih, Ra. Selama aku jadi sekretarisnya, aku nggak pernah lihat dia pacaran."
"Yakin?"
Gloria mengangguk pasti. "Gosip soal Bos juga jarang ada. You know-lah, Ra, dia orangnya gila kerja dan serius. Nggak tau, ya, kehidupan percintaannya seperti apa. Dia sedikit rileks kalau sama teman-temannya."
Naura masih sibuk mengunyah makanan, hanya mengangguk untuk menanggapi. "Kamu tau, Glo," berhenti sejenak menelan makanan, "seingatku dulu juga dia lebih banyak main sama teman cowok makanya kecurigaan aku makin gede. Kalau didekati cewek pasti ada aja kekurangan yang akan dibahas."
"Kekurangan?"
“Hem. Sebenarnya dia itu tukang nge-judge cewek. Misalnya begini, ada cewek cantik, tapi kalau pesek pasti diolok-olok hidungnya. Pintar, tapi jerawatan diolok. Putih, tapi kalau pucat dan suka dandan kayak gue juga diolok. Sampai-sampai primadona di sekolah aja diolok juga, katanya terlalu seksi. Nah, apa lagi yang kurang untuk mendefinisikan dia sebagai gay."
“Masa sih dia kayak gitu. Sejauh ini aku nggak pernah diolok, kok, Ra."
“Udah dewasa kali, Glo. Mungkin udah tobat, tapi tetap aja sebagai teman kelas yang pernah ngalamin penghinaan dia, nggak akan bisa dilupain. Nggak akan pernah bisa!"
"Pendendam."
“Biarin. Doain, ya, biar nggak ketemu lagi sama dia."
Di lain tempat sebuah doa yang sama dipanjatkan lelaki berkacamata yang telah kusut, dahi mengkerut di balik meja dengan papan nama bertuliskan direktur.
bersambung

Comentário do Livro (49)

  • avatar
    LimHyeRie

    belom ada kelanjutannya nih.. nungguin banget endingnya.. semoga cepet diupdate

    05/05/2022

      0
  • avatar
    Callestty Lim

    ceritanya best

    03/10

      0
  • avatar
    ArtadmediaReza

    Hay

    08/09/2022

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes