logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bagian 2 - Pengintaian

Nirmala bangkit dan mengusap matanya, ia merasa sudah cukup untuk menangisi semuanya. Ada hal yang lebih penting yang harus ia kerjakan ketimbang meratapi hal ini.
"Kak, untuk beberapa hari bisa kah aku menitipkan Kania pada kakak?" tanya Nirmala.
"Silahkan, Kakak tidak keberatan. Apa rencanamu?" tanya Kak Nilam.
"Rasanya aku harus mengumpulkan banyak bukti setelah itu aku harus membicarakannya dengan Mas Heru. Aku tidak ingin gegabah, aku harus benar-benar bisa membuktikan kalau memang Mas Heru sudah mengkhianatiku. Dan, aku rasa Kania sebaiknya tidak tinggal denganku."
Nirmala menjelaskan tujuannya selama beberapa waktu ke depan. Ia berusaha kuat menghadapi semua yang menimpanya, ia akan melewatinya dengan segala yang ia bisa lakukan untuk mengumpulkan bukti-bukti dari kecurigaannya.
"Kakak dukung kamu, ingat jangan emosi. Kamu harus tetap tenang dan dulukan logika mu, jangan lupa selami khawatir ada yang salah dalam diri kita hingga suami kita berkhianat dan jangan lupa berdoa memohon petunjuk pada Tuhan."
Nasihat Kak Nilam, membuat Nirmala meneteskan air bening di kedua matanya. Nirmala berusaha tersenyum pada Kakaknya itu.
"Oh, iya. Satu lagi, mohon jangan beri tahu Ibu soal ini. Siapa pun, kelak jika Mas Heru benar berselingkuh maka aku akan datang pada orang tua Mas Heru bukan pada Ibu. Mereka harus tahu kelakuan anaknya itu," tutur Nirmala
"Memang seharusnya demikian, jika ada yang berbeda dengan pasangan kita maka kita harus pergi dan bercerita pada orang tua pasangan kita bukan orang tua kita. Kakak salut sama kamu, di tengah kalut dan emosi kamu tetap bisa berpikir positif. Semoga semua kecurigaanmu tidak terbukti."
Nirmala mengaminkan doa yang dihaturkan oleh Kak Nilam, mereka berpelukan. Kak Nilam mengusap kelopak mata adik kesayangannya itu.
"Tante, Om Heru menuju rumah."
Tiba-tiba suara Lukman mengejutkan Nirmala dan Nilam yang tengah saling menguatkan, Nirmala yang lebih terkejut. Sikapnya semakin tak karuan, dia bingung harus bagaimana.
"Tenang, kamu tenang ya. Lukman antar Tante Nirmala pulang pake jalan cepat yang biasa suka kamu gunakan kalau ke rumah Tante Nirmala, ya."
Kak Nilam meminta anaknya untuk mengantarkan Nirmala pulang ke rumah dan berusaha untuk bisa lebih dulu sampai di rumah ketimbang Heru.
Nirmala bergegas pamit dan pergi dari rumah Kak Nilam.
***
Nirmala menghela nafas lega ia jauh lebih dulu sampai di rumah, sengaja ia menggunakan pintu belakang menjaga agar tak kepergok oleh Heru. Lukman sudah pulang kembali, sambil menunggu Heru tiba, Nirmala mencoba mencari alasan yang tepat tentang keberadaan Kania.
Suara deru kendaraan Heru sudah dapat ia dengar, bergegas Nirmala menyambut kedatangan suaminya itu. Nirmala mencoba menampilkan senyum termanisnya, ia mengabaikan rasa hancur yang tengah menggores jiwanya, ia simpan luka itu rapat-rapat, ia hidangkan suasana yang tetap hangat di tengah bekunya pikiran.
"Tumben sudah pulang Mas?" tanya Nirmala seraya mengulurkan tangannya dan meraih tangan suaminya.
"Iya, kebetulan ada tugas keluar kantor jadi dari pada balik lagi ke kantor mending langsung pulang saja. Kangen sama kamu dan kania."
Heru mencolek dagu Nirmala, Nirmala menahan dirinya untuk tidak menghindar, meski jiwa meronta ingin menolak segala perlakuan suaminya itu. Namun Nirmala bertahan dengan segala kepura-puraannya.
"Kok sepi, Kania tidur?" tanya Heru.
"Nggak, dia di rumah Kak Nilam. Tadi sepulang dari kantor Mas, aku dan Kania mampir ke rumah Kak Nilam. Eh, pas dia nggak mau ikut pulang kebetulan Kak Nilam juga masih kangen sama ponakannya itu." jelas Nirmala.
"Ke kantor Mas? Tadi kamu ke kantor Mas?"
Heru nampak terlihat terkejut dan mendadak gusar, apalagi ketika Nirmala merespon pertanyaannya dengan mengangguk.
"Sayangnya, Pak Satpam bilang kamu lagi ada meeting di luar. Ya, aku pulang deh ke rumah Kak Nilam dan makan masakan aku yang niatnya buat makan siang Mas."
Nirmala tertawa kecil, wajah Heru sudah berisi darah lagi setelah hampir pucat pasi, nafasnya nampak ia hembuskan menandakan ketenangan. Nirmala berhasil membuat Heru percaya jika Nirmala sama sekali tak menaruh curiga pada dirinya.
'Maaf Mas, jika kamu berbohong aku pun akan melawanmu dengan kebohongan. Tersenyumlah Mas, sebelum akhirnya kamu akan menangisi kebohongan yang sudah kamu ciptakan itu terbongkar dengan indah' gumam Nirmala.
Nirmala selalu mencoba bersikap biasa namun pada satu kesempatan Nirmala enggan bersikap manis di depan Heru, seperti ketika malam itu saat Heru ikut berbaring di sampingnya dan memeluk Nirmala dari belakang seketika Nirmala menjauh dan melepaskan diri dari pelukan Heru sontak hal itu membuat Heru terkejut.
"Kenapa sayang?" tanya Heru.
"Kaget Mas, aku baru saja mau terlelap mimpi ada yang nubruk gitu. Maaf Mas," ucap Nirmala mencari alasan
Heru tersenyum dan meraih tangan Nirmala, namun Nirmala menariknya kembali.
"Aku lagi haid Mas, maaf."
Nirmala membohongi Heru, tentu saja dia tak ingin berdekatan dengan lelaki yang sedang ia curigai berselingkuh. Wajah Heru menekuk, apa yang dibayangkan pupus sudah.
"Maaf ya, Mas."
Nirmala kembali meminta maaf, akhirnya Heru pun luluh dan mengajak Nirmala segera tidur. Padahal Heru membayangkan malam ini akan menjadi malam milik mereka berdua karena Kania, putri sematawayangnya tak ada di rumah. Sayang, semua hanya khayalan semata.
***
"Hari ini kamu jemput Kania?" tanya Heru.
"Nggak Mas, Kak Nilam pinjam Kania untuk beberapa hari katanya. Aku rasa sih Kak Nilam udah kangen pengen punya anak lagi deh, soalnya kan itu Lukman udah dewasa udah mau lulus SMA tapi Kak Nilam belum dikasih bayik lagi."
"Iya juga ya, ya sudah kalau Kania betah nggak rewel sih gak apa-apa cuman kalau sudah rewel kamu jemput dia ya."
Nirmala hanya menganggukan kepalanya, mereka melanjutkan sarapan pagi dan Heru segera bersiap hendak berangkat bekerja, tiba-tiba ia merasa ada sesuatu yang tak beres dengan perutnya.
"Ih, Mas jorok. Bau tahu."
Nirmala menutup hidungnya, seraya menahan tawa. Bagaimana tidak obat pencahar yang ia campurkan dalam minuman suaminya itu bereaksi lebih cepat. Heru bolak-balik kamar mandi hingga ia harus menelepon rekan kerjanya mengabarkan akan datang telat.
Melihat ponsel Heru tergeletak sembarangan, Nirmala terpikir untuk mengirim nomor kontak perempuan itu ke nomornya, hal yang lupa ia lakukan ketika ia membaca pesan dan ketika ia menyadap aplikasi hijau milik Heru. Nirmala bergerak cepat dan menghilangkan jejak dengan menghapus pesan yang terkirim padanya.
"Minum dulu Mas," ucap Nirmala memberikan segelas teh tawar.
"Kamu kasih apa sih makanannya?" tanya Heru curiga.
"Nggak aku kasih apa-apa Mas, ini buktinya aku nggak apa-apa kan? Kamu kali yang lupa makan kemarin kamu makan apa hayo?" selediki Nirmala
"Aku nggak makan apa-apa sayang," ucap Heru
"Hmm... Mungkin perut Mas lagi ngambek aja kali, diajak bohong terus. Katanya gak makan apa-apa tapi suka makan siang gratisan terus, iya kan?" ledek Nirmala
Heru terlihat kikuk dan sikapnya kembali terlihat aneh, dia merasa tersindir oleh perkataan Nirmala.
"Kenapa diam Mas? Bener kan, kalau makan di kantin itu gratis kan memang fasilitas kantor?" tanya Nirmala.
"Eh, iiiyaa ya itu kan gratis."
Sial, Heru tak menyadari istrinya tengah terus berusaha memancing dirinya agar mau berbicara jujur. Namun nyatanya sama sekali tak ada niat itu terlihat dari dirinya. Nirmala semakin yakin ada yang tidak beres dengan suaminya itu.
Setelah merasa membaik, Heru akhirnya berangkat ke kantor saat hendak mencium kening Nirmala menjauh, raut wajah Heru kembali menggambarkan rasa heran atas perilaku istrimya itu.
"Maaf Mas, abis pakai sunscreen takutnya masih nempel," kilah Nirmala
Heru pun berlalu dari hadapan Nirmala, setelah memastikan suaminya telah cukup jauh. Nirmala segera mengunci pintu dan menyalakan sepeda motor milik suaminya karena sepeda motor miliknya dia tinggal di rumah Kak Nilam.
Nirmala cukup ahli dalam mengendarai sepeda motor dengan cepat ia bisa menemukan mobil milik suaminya itu, perlahan ia mengikuti mobil itu. Hingga Nirmala dibuat tercengang dengan arah yang dipilih suaminya. Heru tidak menjalankan mobilnya menuju jalan kantor tempat ia bekerja, Nirmala semakin penasaran terlebih ketika mobil Heru masuk ke dalam kawasan perumahan elit di daerah itu.
"Maaf bu, bisa tunjukan kartu identitasnya?" Ucap seorang Satpam yang menjaga perumahan itu.
Nirmala mendengus kesal, sial seketat ini perumahan elit itu ternyata. Nirmala menyerahkan KTPnya tanpa melihat wajah Satpam itu, matanya tetap mengarah mobil Heru yang semakin jauh dan tak terlihat.
"Ibu mau ke rumah siapa? Blok dan nomornya berapa bu?" tanya Satpam itu
Nirmala terkejut mendengar pertanyaan itu, bagaimana bisa dia menjawab pertanyaan satpam itu karena memang dia tak tahu rumah siapa yang ingin dia kunjungi.
Setelah berpikir cukup lama, Nirmala teringat nama perempuan itu.
"Aduh, saya nggak hapal nomor sama bloknya pak. Yang jelas saya mau ke rumah Bunda Alea, ada perlu pak. Bisa?" tanya Nirmala
Lama menunggu jawaban Satpam yang sedang mengobrol dengan rekannya, mungkin mereka berdiskusi tentang kedatangan Nirmala ke komplek itu. Namun, akhirnya Nirmala pun diperbolehkan masuk kawasan itu dengan kartu identitas yang ditahan di pos satpam.
Dengan petunjuk dari pak satpam tentang rumah perempuan itu, Nirmala mengendarai sepeda motornya dengan hati-hati hingga dari kejauhan sudah terlihat mobil Heru hendak keluar dari komplek itu segera ia belokan kendaraannya agar tak berpapasan dengan suaminya.
Tepat ketika mobil Heru melintasi belokan di mana Nirmala berhenti, mata Nirmala tak bisa menghindari ada sosok perempuan yang duduk di samping suaminya tengah tertawa riang bersama suaminya.
Seketika hatinya merasa remuk, matanya memanas, tubuhnya merasa lemas dan bergetar. Dalam kekalutan ia segera merogoh ponselnya dan mengambil gambar mobil suaminya, berharap itu bisa menjadi salah satu bukti dalam membongkar perbuatannya.
Mobil Heru sudah menghilang, Nirmala masih mencoba menguatkan hatinya, ia mencoba mengatur nafas dan debaran jantungnya kembali normal. Bayangan gelak tawa yang ia lihat antara suaminya dengan perempuan itu terus membayangi ingatannya seolah menari di pelupuk matanya.
Perlahan Nirmala bangkit dan mengendarai kembali sepeda motornya, kali ini ia kembali menjalankan sepeda motor menuju rumah Kak Nilam.
***
"Kak, apa salah aku kak? Mas Heru tega melakukan ini," ujar Nirmala menangis tersedu dalam pelukan Kak Nilam
"Sabar dek, semua belum tentu apa yang kita pikirkan. Apa yang kita lihat belum tentu seperti itu. Kamu harus tenang, itu belum cukup jadi bukti. Apa kamu sudah tanya langsung sama suamimu?"
Nirmala menggelengkan kepalanya.
"Nah, itu. Harusnya kamu coba komunikasikan padanya, jangan asal mengambil kesimpulan. Setidaknya jika memang benar seperti yang kamu pikirkan kamu tetap dapat pahala dari sabar dan tidak berprasangka buruk."
"Kak, itu sudah jelas sekali Kak. Mas Heru mengkhianati pernikahan kami, dia punya wanita idamam lain Kak, Mas Heru sudah mengkhianatiku."
Nirmala semakin tersedu. Ia meratapi dirinya yang harus menghadapi ujian pernikahan seperti ini, tak pernah terbayangkan akan terjadi seperti ini. Lelaki yang menikahinya empat tahun yang lalu itu kini telah mendua.
Semakin lama luka yang Nirmala rasakan semakin perih, sungguh sulit memang menerima orang yang kita cintai dan kasihi ternyata telah mengkhianati.
"Kuatkan hati, bicarakan baik-baik. Sabar, ini ujian pernikahan yang harus kamu lalui. Mungkin Heru sedang khilaf atau ada alasan lain yang justru letaknya ada pada diri kita."
Mendengar setiap ucapan yang keluar dari mulut Kak Nilam membuat hati Nirmala semakin perih, jika memang karena ada kurang dalam dirinya kenapa Heru harus sampai berselingkuh bukankah dulu mereka telah berjanji untuk dapat saling menerima.
Ponsel Nirmala berdering, membuat dirinya melepaskan pelukan sang kakak tercinta. Panggilan dari Ibu, Nirmala mengalihkan pandangan ke arah Kak Nilam tanpa berpikir panjang Kak Nilam mengambil ponsel itu.
"Hallo bu."
"Nilam? Ini Nilam kan?" tanya Ibu bernada penuh keheranan
"Iya Bu, kebetulan Nirmala lagi ke air. Dia mampir ke sini. Ada apa Bu?"
"Oh, syukurlah. Ini Kania mulai rewel, nanti bilang sama Nirmala jemput Kania. Atau ibu anter aja ke rumahmu sekarang ya?"
Nirmala yang mendengar ucapan Ibunya itu dengan segera menyilang-nyilangkan tangannya pada Kak Nilam memberi tanda agar Ibunya tak sampai datang ke sini.
"Nggak perlu Bu. Nanti Aku sama Nirmala yang jemput, kebetulan aku ada perlu biar sekalian pakai mobil aja. Kasian Kania kan."
"Oh, ya sudah. Ibu tunggu ya."
Nirmala bernafas lega mendengar percakapan Kak Nilam dengan Ibu. Kak Nilam menggelengkan kepalanya, dia tak paham apa tujuan Nirmala melakukan ini semua jika ia sudah ingim menyerah.
"Telepon suamimu, ajak ia bertemu dan bicarakan baik-baik. Jangan terlalu lama menyimpan masalah, lama-lama Ibu bisa tahu semuanya."
Kak Nilam memerintah dengan tegas pada Nirmala, Nirmala hanya menundukan kepalanya. Dia tengah berusaha menahan bulir beningnya tak meluncur.
***
"Kaniaa..."
"Mama..."
Nirmala dan Kania saling berpelukan, anak mungil itu polos. Hati Nirmala seakan tergores kembali melihat wajahnya yang sangat mirip dengan Heru, lukanya terasa perih kembali melihat tawa lepasnya, bagaimana Nirmala akan menghadapi persoalan rumah tangganya?
"Kok Mama nangis?" tanya Kania mengusap mata Nirmala.
"Mama kangen kamu nak," Nirmala memeluk kembali putri kesayangannya.
"Kania juga," ucapnya
Anak cantik dan pintar bicara itu membalas memeluk Mamanya. Kak Nilam tak mampu menahan derai air matanya, ia buru-buru mengusapnya berharap Ibunya tak melihatnya.
"Kania mau pulang ke rumah bude atau ke rumah Kania?" tanya Kak Nilam.
Anak kecil itu terdiam sejenak, matanya ia arahkan pada Nirmala lalu sesekali pada Kak Nilam.
"Atau Kania mau nginep sama Nenek lagi?" sahut Ibu
"Kania kangen Papa."
Bak disiram air garam luka di hati Nirmala semakin perih terasa. Anak kecil itu merindukan Papanya sebagaimana Heru yang selalu menanyakan Kania ketika sampai rumah, hati Nirmala berdesir.
"Kania pulang sama Mama ya," ucap Nirmala bergetar.
Kania menganggukan kepalanya. Nirmala mengusap air mata yang sudah membasahi pipinya itu. Nirmala mungkin bisa membohongi Kania tapi tidak dengan Ibunya, hati Ibu mana yang tak paham akan isi hati anaknya.
"Ada apa dengan adikmu?" tanya Ibu pada Kak Nilam
"Nggak ada apa-apa Bu, mungkin Nirmala terharu aja. Ini kan pertama kalinya Kania nginep di rumah Ibu tanpa dia jadi ya Nirmala mungkin kagum, salut, kangen juga sama Kania Bu."
Nilam mencoba menutupi masalah yang menghadapi adiknya, keduanya telah berjanji jika ada masalab rumah tangga jangan sampai bocor atau orang tua mengetahuinya. Ibu hanya membulatkan mulutnya menanggapi ucapan Kak Nilam.
***

Comentário do Livro (32)

  • avatar
    RismanDede

    bgs

    19/06/2023

      0
  • avatar
    Dewi27Anggita

    bgus ceritanya

    05/04/2023

      0
  • avatar
    WardanaWisnu

    sangat menarik

    10/02/2023

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes