logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 4 Mencari Istri

Rasa gelisah dan bingung, harus bagaimana mengawali obrolan nanti dengan ibu Yasmin—pengelola panti asuhan sekaligus ibu bagi Melodi. Beliau adalah orang yang baik. Aku harus berusaha setenang mungkin.
“Assalamualaikum," sapa Bu Yasmin akhirnya setelah kumenunggu hampir satu jam.
“Waalaikumsalam, Ibu. Bagaimana kabarnya?” balasku.
“Alhamdulillah sehat. Ya, sesehat-sehatnya orang tua, Nak Pras.”
“Oh, iya. He … maaf sudah mengganggu waktunya.”
“Tidak apa-apa. Justru Ibu yang minta maaf sama Nak Pras, karena sudah menunggu lama. Itu tadi, ibu kedatangan tamu, orang yang mau melamar salah satu anak panti," terangnya.
Deg, deg, deg, jantung berdebar lebih cepat namun iramanya indah. Seperti itulah sebuah rasa yang membawaku ke sini empat tahun yang lalu.
"Apakah kamu sudah solat istikharah, Mel?" tanya Bu Yasmin.
"Su-sudah, Bu,” jawab Melodi sambil menundukkan pandangan.
"Syukurlah. Kalau begitu bagaimana jawabanmu atas lamarannya Nak Pras?"
Melodi terdiam, pandangannya terus menunduk. Aku seakan menunggu bom waktu yang akan segera meledak, akan tetapi tak kunjung terjadi. Padahal ini kali kedua aku melamar seorang wanita. Kenapa rasa deg degan di jantungku tidak kalah hebat seperti saat pertama kali melamar wanita yang telah kuceraikn?
Aku seorang duda anak satu. Mungkin itulah yang membuatku tidak yakin seratus persen bahwa Melodi akan menerima lamaran ini.
“Nak Pras,” panggil Bu Yasmin menyadarkanku akan tujuan datang ke sini.
“Eh, iya, Bu.”
“Hmm, pasti teringat juga, ya? Waktu melamar Melodi dulu.”
“Iya, Bu,” jawabku seraya tersenyum.
"Oya, lupa. Maaf, Nak Pras ada keperluan apa datang ke sini?"
“Apa Melodi ada di sini?” tanyaku ragu.
"Lho, maksudnya?" Dahi Bu Yasmin ditekuk.
"Iya, Bu. Apakah Melodi ada di sini?"
"Memangnya Melodi kemana, Nak Pras? Apa dia bilang mau ke sini?"
"Apa Melodi tidak ke sini, Bu?" Aku terkejut.
"Iya. Melodi sudah lama tidak ke sini. Tunggu dulu! Nak Pras datang ke sini mau cari Melodi?"
"Iya, Bu."
"Kenapa dicari? Apa kalian sedang ada masalah dan Melodi pergi?"
"Iya, Bu. Saya pikir Melodi datang ke sini," jawabku lesu.
"Kok bisa, Nak Pras, Melodi pergi?"
"Sepertinya bukan watak anak itu pergi-pergi gitu saja. Apa yang telah terjadi sebenarnya?" Gurat khawatir Bu Yasmin tampak jelas.
"Anak saya—Dion, sempat hilang. Jadi saya suruh Melodi untuk mencarinya. Tapi Melodi tidak kembali," jelasku menunduk.
"Terus apakah Dion-nya sudah ketemu?"
"Sudah, Bu. Ternyata Dion tidak hilang. Hanya ketiduran di lemari."
"Astaghfirullahaladzim, apa kamu menyakiti hati Melodi, Nak Pras?"
"Maafkan saya, Bu. Saya tidak bisa menjaga amanah Ibu. Saya janji saya akan berusaha menemukannya."
"Jujur, Ibu tidak habis pikir. Melodi itu anak yang shaleh, penurut pula. Kenapa dia bisa hilang. Ya Allah, padahal dia di luaran sana tidak memiliki kenalan yang dekat. Lantas kemana dia pergi?” tangis Bu Yasmin pecah.
Aku merasa semakin bersalah dan sudah gagal menjadi seorang suami yang harusnya melindungi istri.
"Sekali lagi maafkan saya, Bu," sesalku dalam.
"Tolong segera temukan dia, apa pun caranya! Jangan lupa kabari ibu lagi."
"Baik, Bu. Kalau begitu saya permisi mau melanjutkan mencari Melodi. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," jawab Bu Yasmin serak.
Satu-satunya tempat yang kuharapkan Melodi ada, ternyata tidak kutemukan sosoknya. Ya Allah, beri aku petunjukMu, kemana lagi harus mencari? Aku teringat akan gawainya yang tertinggal. Siapa tahu dari gawai itu aku menemukan petunjuk. Kuputuskan untuk pulang ke rumah untuk memeriksanya.
Tepat pukul satu siang aku sudah tiba di rumah lagi. Kebetulan Dion terlelap tidur. Jadi aku terhindar dari rengekan tentang kemana mamanya.
"Pras, sudah pulang?" tanya ibu.
"Iya."
"Apa sudah ada kabar tentang Melodi?"
"Belum."
"Aduh, kemana istrimu itu pergi. Bukannya pulang. Apa dia tidak tahu kalau kita sangat khawatir?"
"Ini semua salah Pras. Pras sudah menyakiti perasaannya."
"Jangan menyalahkan dirimu sendiri. Dia-nya saja yang menyusahkan."
"Ibu!" Nadaku menghentak.
"Astaghfirullah, Pras. Kamu berani bentak ibu?"
"Maafkan Pras, Bu." Aku langsung meraih tangannya. Tetapi, ibu menepis.
"Sudahlah! Ibu jadi pusing. Belum lagi si Dion dari tadi rewel terus, nangis terus, sampai ketiduran dia, mungkin capek," ujar ibu kemudian masuk ke kamarnya.
Tidak kubuang waktu, langsung kuperiksa isi gawai Melodi. Urusan ibu ngambeuk, nanti coba kuminta maaf lagi. Segera kupencet tombol power. Untung gawainya tidak pernah memakai kata sandi. Jadi bisa langsung terbuka.
Wah, banyak sekali pesan masuk di messenger. Kubuka untuk memastikan apa ada jejak kepergian Melodi.Ternyata isinya hanya seputar pertanyaan kapan lanjutan ceritanya akan diposting?
Cerita apa? Apa maksudnya, ya? Semua pesan masuk bergejibun hanya menanyakan tentang cerita. Ada juga yang memuji-muji kalau ceritanya seru. Seperti para fans saja yang ngeinbox idolanya.
Aku buka media sosialnya Melodi yang sudah disetel sekali ketuk. Karena memang istriku itu suka lupa kata sandi. Jadi untuk memudahkan, ia menyimpan kata sandi otomatis. Medsos Melodi notifnya bergejibun juga. Isinya hanya sebuah notif like dan komentar. Sebenarnya cerita apa, sih? Kucoba asal klik dan terlihatlah sebuah postingan Melodi. Ternyata sebuah cerbung. Oh, jadi Melodi selama ini diam-diam menulis cerita bersambung?
“Mas, boleh tidak aku mau menjadi seorang penulis?”
“Penulis apa?”
“Novel. Cerita bersambung gitu.”
“Ah, buang-buang waktu saja. Kamu fokus saja urus Dion.”
“Tapi, Mas. Ceritanya bisa menghasilkan uang, lho.”
“Mana ada cerita gitu menghasilkan uang. Kalau penulis terkenal yang menerbitkan buku-buku novel gitu baru hasilkan uang.”
“Kan, Mas, mereka juga yang terkenal awalnay dari bawah dulu.”
“Ah, kamu mana bisa seperti itu. sudah jangan aneh-aneh!"
Ya, aku selalu melarangnya membuat sebuah cerita atau novel atau apalah namanya. Pernah beberapa kali aku memergokinya sedang menulis, kumarahi dia. Laptopnya pun langsung kujual. Padahal itu laptop pribadi miliknya hadiah dari sahabatnya yang di panti. Tidak disangka ternyata diam-diam dia masih saja menulis. Semangatnya menulis besar sekali. Meski media yang ia gunakan hanya sebuah gawai.
Kukembali fokus niatku untuk memeriksa gawai dengan tujuan mencari petunjuk kepergiannya. Kucek pesan, tidak kutemukan apa-apa. Kucek pesan aplikasi hijau juga tidak kutemukan sesuatu yang berarti. Hanya kutemukan sebuah grup yang rupanya tentang kepenulisan juga.
Tunggu dulu, apa ini? Ucapan selamat banyak sekali. Selamat atas apa? Katanya selamat karena ceritanya ada di deretan terbanyak diunlock di bulan ini? Apa maksudnya?
Tiba-tiba aku teringat beberapa bulan yang lalu, dia pernah maksa ingin dibelikan kuota karena mau download platform kepenulisan katanya. Coba kucek apa dia jadi dowload. Yang seperti apa, sih?
Karena di gawai Melodi tidak banyak aplikasi yang terinstal, mengingat memori gawainya juga terbatas. Jadi mataku langsung tertuju pada sebuah aplikasi berwarna hijau bersimbol pena.
Kujelajah fitur apa saja di dalamnya. Aku terkejut ternyata Melodi memang benar-benar menjadi penulis meski sudah kularang. Buktinya kutemukan karya dia saat menyentuh fitur profil di platfoam kepenulisan tersebut.
Kukembali lagi ke beranda. Asal sentuh saja tulisan 'Pencapaian'. Di sana ada nominal lima puluh ribu. Mungkin ini yang dimaksud Melodi kalau menulis bisa menghasilkan uang. Dibawahnya ada total akumulasi tiga puluh tiga ribu rupiah.
Kuscroll lagi ternyata ada riwayat penarikan. Mataku membelalak sempurna saat menangkap jumlah nominal teratas. Tiga puluh dua juta empat ratus lima puluh ribu rupiah. Kukucek mata dan kupastikan satu-satu angkanya.
Ya Allah, apa ini artinya pendapatan Melodi? Kulihat tanggalnya tercantum 8 Juni. Berarti hari kemarinnya dong? Kulihat nominal dibawahnya sejumlah tiga ratus ribu dan dua ratus lima puluh ribu. Ternyata total akumulasi di atas bukan tiga puluh tiga ribu, melainkan tiga puluh tiga juta. Apa ini ucapan selamat yang dimaksud di grup chatnya?
Aku segera cek m-bangking Melodi. Melodi sudah lama memiliki m-bangking, bahkan sebelum ia menikah denganku. Tentu kata sandinya pun aku hapal. Karena diantara kami memang tidak ada hal yang dirahasiakan satu sama lainnya. Mataku terbelalak lagi dan lagi begitu mengetahui gendutnya isi rekening. Seumur-umur tidak pernah aku sebagai suami menghasilkan uang sebanyak ini? Hal ini mengingatkanku juga akan chat yang Melodi kirim kepadaku di hari itu.
[Mas, besok libur kerja ‘kan?]
[Iya. Kan sudah tahu.]
[Aku punya kejutan.]
[Apa?]
[Besok aku mau ngajak Mas beli motor baru.]
Melodi-Melodi, tadi pagi aku memang sempat mengeluh karena motorku sering mogok. "Maklum motornya sudah tua. Jadi pengen dilem biru," ujarku sambil menyeruput kopi.
“Mas, doakan saja. semoga ada rizkinya. Nanti aku belikan Mas motor yang baru,” timpalnya.
Tidak kusangka kalau dia akan mengkhayal sebuah motor baru. Pikirku waktu itu. Jadi kuabaikan saja balasan chatnya. Namun, sekarang aku tahu kalau Melodi bukanlah sedang mengkhayal. Dia memang benar-benar berniat membelikanku sebuah motor.
Ya Allah, Mel. Apa yang telah Mas lakukan padamu? Kupukul-pukul dadaku yang seakan kehilangan pasokan oksigen. Layar gawai pun mulai tidak tampak jelas karena genangan air di kelopak mata.
***

Comentário do Livro (142)

  • avatar
    AjaVera

    SEMANGAT TERUSS!! APK INII BAIK SEKALIIIII LOVE YOUUU MAKASII SUDAH DI CIPTAKAN AKU JADI BISA TOP UPP

    17/08

      0
  • avatar
    MKSSultan

    jalan ceritanya sederhana tapi menarik

    11/07

      0
  • avatar
    Nurul Asyiqin

    👍👍👍👍👍👍

    06/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes