logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

4. Perhatian

Panas terik di hari Senin seperti neraka bocor, upacara bendera terasa begitu lama. Belum lagi pidato yang super panjang. Tak sedikit murid yang mengeluh panas sampai melepas topi dan mengibas-kibaskan di depan wajah. Sedangkan di barisan cewek kelas sepuluh IPA-2 paling belakang, Shaina berulang kali mengusap keringat dingin yang bercucuran di pelipisnya sembari meremas perut.
Hari pertama datang bulan, keadaan yang amat sangat menyiksa. Perut dihantam rasa nyeri yang tak kunjung reda, membuat Shaina merintih kesakitan tiada henti sampai mata berkaca-kaca. Area wajah mulai memucat, pandangan mulai gelap dan kepala pusing. Shaina tidak bisa menahan dan menunggu lagi, sesi pembacaan undang-undang, doa dan menyanyikan lagu wajib.
"Ssshhhhh .. awwhhh .."
Sebenarnya desahan-desahan itu sampai ke telinga Shaka sejak tadi, namun kali ini terdengar lebih kencang hingga mengundang lehernya menengok. Persis, Shaka mendapati Shaina menggigit bibir rapat-rapat, napasnya memburu dengan dada naik turun, remasan di perutnya semakin kuat sesekali Shaina memegang sisi kepala.
"Shaina .." Shaka memanggilnya nyaris tak terdengar.
Shaina hanya menunduk dan memejamkan mata. Demi apapun ia tidak kuat berdiri, lututnya melemas seakan tak bertulang. Hingga tak diduga badan Shaina limbung ke kanan dan ke kiri sebelum akhirnya jatuh mengarah pada Shaka. Hampir saja Shaina terkapar di lantai paving kalau Shaka tidak spontan menangkap beban beratnya.
HAP!
Persis, Shaina pingsan dalam dekapan Shaka. Topinya terjatuh dan semua pasang mata tertuju kepada mereka, termasuk para anggota PMR yang berjaga di belakang. Sebelum benar-benar tak sadarkan diri, Shaina sempat mendengar samar-samar suara Dera memanggilnya bersamaan tubuh Shaina diangkat oleh tangan kekar.
"Bawa ke UKS! Cepat!" perintah seorang guru yang sejurus kemudian langsung dilaksanakan oleh Shaka.
Bau-bauan seperti minyak kayu putih terasa merambat dan menusuk-nusuk hidung Shaina, perlahan kelopak matanya membuka dan mengerjap menyesuaikan cahaya. Shaina memegang kepala seraya berusaha bangun dan Shaka sigap membantunya bangkit lalu menempatkan bantal itu di belakang punggungnya.
"Minum dulu." ujar Shaka sambil memberikan segelas teh manis di atas meja, yang semula dibuatkan anak PMR. Lalu Shaina meneguk sedikit dengan dibantu Shaka.
"Makasih." kata Shaina sembari mengusap-usap perutnya yang agak membaik dan juga hangat. "gue pingsan lama banget ya, Ka? Lo juga masih disini, jadi lo nungguin gue?"
"Menurut lo?" ketus Shaka.
Menyebalkan, mendadak mood rusak. Shaina mendengus kesal dan mengalihkan perhatiannya dari Shaka keluar jendela UKS, kebetulan Shaina berada di bilik paling ujung. Saat sedang sakit seperti ini masih saja Shaka bersikap seperti itu padanya, benar-benar Shaina tak habis pikir.
"Dasar baperan." Shaka menggerutu setelah bermenit-menit Shaina hanya diam dan enggan menatapnya.
"Gue males debat pliss." Shaina tampak memberengut, dan mencengkram sisi perutnya. "Ka, cariin kiranti dong di kopsis, gue gak bisa ke kelas kalo keadaan gue kaya gini."
"Minum teh aja." Shaka kembali meraih gelas itu tapi Shaina langsung menahannya dan menggeleng keras. "teh lebih aman, jangan terbiasa minum kiranti, itu cuma buat meredakan sesaat, nanti lo bisa ketergantungan."
Kalimat terpanjang yang pernah didengar Shaina, dan konteksnya Shaka memperdulikannya. Sungguh menakjubkan, tapi ego Shaina lebih besar. "Pliss, Shaka. Gue butuh itu. Tolong. Perut gue masih sakit banget."
"Yaudah kalo lo maksa." Shaka menghela napas dan berlalu pergi. Meninggalkan Shaina yang melongo tidak percaya, benarkah ini Shaka menuruti permintaannya? Keajaiban dunia. Shaka menggendongnya sampai UKS, Shaka yang menunggunya sampai sadar, dan sekarang Shaka mau disuruh-suruh oleh Shaina. Ada angin apa.
Sekitar lima menit bolak-balik koperasi siswa-UKS, Shaka kembali membawa sebotol kiranti kemasan oren. Shaina langsung meneguk cepat hingga tandas setengah bagian. "Thanks, ya, Ka. Lo baik deh, boleh gak kalo gue minta lo jangan kaku lagi. Gue pengen temenan baik sama lo."
Shaka menaikkan alis. "Sebaik apa?"
"Gue serius, Ka. Gue tau kok sebenernya lo itu asik, cuma rada tertutup aja. Ya sepengamatan gue mungkin lo kaya gitu karena lo orangnya gak gampang percayaan sama orang lain." kata Shaina sembari mengidikkan bahu.
"Sotoy." umpat Shaka.
"Jadi, mau temenan apa engga?"
Kali ini Shaina mengangkat jari kelingking. Tapi Shaka membiarkannya beberapa saat mengambang di udara. Tipikal cowok yang penuh pemikiran yang matang, Shaka menatap Shaina dalam-dalam tepat di manic matanya, tatapan penuh arti seperti sedang mencari sesuatu.
Tapi Shaina tidak paham dengan itu, apa Shaka sedang menebak-nebak merk pelembab atau bedak yang Shaina pakai, atau mungkin merk lip balm-nya, yang jelas hari ini make up di wajah Shaina sudah luntur karena upacara. Tapi, meski begitu inner beauty-nya tetap terpancar.
"Shaka, Tuhan itu sudah meng-anugerahkan elo bibir, sebaik-baiknya bibir untuk berucap. Seandainya lo lagi bimbang, bingung, bertanyalah dari pada sesat di jalan. Atau mungkin, ada sesuatu yang ingin lo ketahui dari gue? Ngomong aja, jangan membisu. Gue gak punya ilmu untuk membaca pikiran orang. Asal lo tau tangan gue pegel-"
Shaka menautkan jari kelingkingnya dengan Shaina tanpa keraguan, hingga dua jari itu kini saling bertautan dengan erat. Meski Shaka masih datar-datar saja, senyum Shaina tetap mengembang penuh dan berseri-seri di wajahnya. Sepersekian detik, Shaina bagai melayang di udara.
"Ngomong dong, Ka, jangan jadi presiden kutub utara."
"Apa!" Shaka memekik seketika.
"Iya, kutub utara kan dingin banget. Sama kaya lo."
"Dasar naruto."
"Gue Shaina bukan naruto."
"Iya, Shainaruto."
Shaina terkekeh geli, Shaka nampak menggemaskan saat memanggilnya seperti itu. "Ka, gue tuh suka denger suara lo, setiap lo disuruh baca materi sama guru. Tapi sayang, lo lebih sering diem. Kenapa sih? Kenapa seakan-akan lo tuh kesannya kaya sulit mengutarakan isi pikiran lo?"
"Banyak nanya sih lo." balas Shaka sekenanya. "mau balik ke kelas apa enggak? Bisa-bisa gue disangka bolos lagi."
"Iya-iya, Shaka, tapi bantuin gue turun dulu, ini tinggi banget." Shaina memberikan kedua tangannya yang langsung disambut oleh Shaka meski agak terpaksa.
"Ribet banget jadi cewek." Shaka menggerutu sambil mengalungkan tangan Shaina di pundaknya kemudian membantunya turun pelan-pelan dari ranjang itu. Shaina hanya mengerucutkan bibir memandangnya, yang entah mengapa ekspresi itu terlihat lucu di mata Shaka. Sial.
Berjam-jam mengikuti pelajaran, rasa sakit akibat nyeri haid di perut Shaina sudah berangsur mereda. Tapi Shaina terlalu malas untuk keluar kelas sehingga hanya berdiam diri selama jam istirahat. Bersama segelintir murid yang sibuk mengotak-atik ponsel atau sekedar menghabiskan bekal makanan yang dibawa dari rumah, termasuk Dera.
"Shaina, tadi Shaka so sweet banget tau pas gendong lo." Dera menyeletuk di bangku sebelah, disela-sela mulutnya bergoyang melahap nasi goreng beserta kacang atom.
"So sweet apanya?" Shaina sontak menengok, bersama Dera keduanya lalu menatap Shaka di bangku belakang. Ternyata dia asik menyumpal kuping dengan earphone.
"Iya, so sweet, diliatin banyak orang gitu dia langsung gendong elo lari ke UKS. Mukanya tegang banget gitu, kayanya dia khawatir deh." kata Dera disertai senyum geli. Sesekali melirik ke arah Shaka hingga dia mulai curiga mendapati dua cewek itu saling cekikikan bersama.
"Masa sih, Ra?" tanya Shaina.
"Ih, lo mah, serius gue." Dera berdecak.
Jadi tadi Shaka mencemaskan Shaina, sungguh? Batinnya kian bertanya-tanya dan Shaina semakin salah tingkah sendiri. Hingga tak lama, datang beberapa murid di arah pintu. Jafar dan Ervan, membawa kantong keresek putih. Ervan tersenyum tipis saat memberikan kepada Shaina.
"GWS, ya, Shaina." ujarnya.
Shaina melihat isi di dalam keresek itu, ada roti dan juga air putih. "Kak, kenapa repot-repot sih? Makasih ya."
"Gimana keadaan lo?" tanya Ervan.
"Udah baikan kok." kata Shaina.
"Lain kali jangan lupa sarapan ya, biar gak pingsan."
Padahal bukan karena itu, Shaina hanya mengangguk samar. Di waktu yang sama, Jafar menghampiri Shaka, ia menepuk keras-keras bahunya dan menarik kabel earphone itu hingga terlepas dari telinga Shaka. Jafar memberikan isyarat supaya Shaka sadar bahwa dirinya punya saingan, yaitu Ervan, yang kini tengah mengobrol ringan dengan Shaina sampai membuat Dera jadi envy.
"Terserah dia mau deket ama siapa aja, kita cuma temen. Ngerti?" jelas Shaka pelan, tak ingin ambil pusing karena memang Shaka dan Shaina berniat menjadi teman baik.
"Astaga." Jafar mengusap wajahnya gusar. Terkadang ia suka geregetan sendiri dengan tingkah lamban Shaka.
Memang, sebelum Jafar diajak bergabung oleh Mario-drumer KepriBand, Ervan sudah menyukai Shaina dari pertama Shaina masih jadi anak bawang di sekolah. Sejak masa-masa MOS, Ervan suka memperhatikannya dari jauh dan sedikit demi sedikit mulai mendekati Shaina. Tapi respon Shaina hanya begitu-begitu saja karena ia tahu Dera sangat menggilai si vokalis KepriBand itu.
"Shaina, pulang sekolah ada acara gak?" tanya Ervan tiba-tiba. Dalam sekejap mengundang tatapan Dera mengarah kepadanya, bersamaan dengan itu Shaina berdehem tampak berpikir lalu menggeleng samar.
"Gak ada, kenapa emang?" tanya Shaina.
"Gue pengen ajak lo keluar, mau gak?" kata Ervan.
"Hah! Jalan!?" Shaina terbelalak dan sempat curi-curi pandang lewat ekor matanya ke arah Dera. Benar saja, tampak gadis itu bertubi-tubi menjejal nasi goreng ke mulutnya dengan tidak santai, sampai kedua pipi menggembung dan tersedak hingga terbatuk-batuk.
"Ati-ati, Ra." sahut Shaina sembari memberikan botol air minumnya cepat-cepat. Sudah pasti dan tak salah lagi Dera cemburu padanya. Shaina jadi tidak enak hati.
"Gimana, Shaina? Bentar aja kok, ya, pliss." pinta Ervan.
"Sori sebelumnya, kak Ervan. Tapi, pulang sekolah gue harus langsung balik, gue lupa gue ada janji sama nyokap mau ke rumah sodara. Sori banget." Shaina menyatukan kedua tangan di depan wajah, dengan tatapan memohon.
"Yahhh, masa gitu sih, lima menit doang gak bisa?"
"Maaf kak, lain waktu aja kalo sempet."
Kecewa. Ervan berusaha lapang dada dengan senyum palsunya. Shaina hanya ingin menjaga hati Dera, hingga keduanya saling melempar pandang dengan rasa haru. Di sisi lain, Jafar langsung menyenggol keras lengan Shaka dan saling bertos-ria tanpa suara di bawah kolong meja.

Comentário do Livro (91)

  • avatar
    milakarmilah

    keren bgt cerita nya ..ga ribet,ga drama,singkat padat n jelas,suka banget aku...sukses selalu kakak🥰

    26d

      0
  • avatar
    Puspa

    bagus saya suka shaina

    11/08

      0
  • avatar
    MaurantiVia

    kayaknya seru ini cerita

    30/06

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes