logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 2

Harusnya dalam rumah tangga ada kerjasama anatara suami dan istri baik dalam membersihkan rumah ataupun membantu di dapur. Tidak setiap pekerjaan rumah tangga harus di kerjakan oleh wanita saja, karena seyogyanya laki-laki dapat turut andil untuk membantu pekerjaan rumah tangga. Karena wanita pun dapat membantu laki-laki mencari nafkah apabila di perlukan.
*****
Dengan langkah gontai Lana berjalan menuju ke ATM, dia hanya membawa uang pas-pasan karena dikiranya Randa akan memberi uang untuk membeli bahan-bahan makanan yang di pesan oleh mertuanya.
Untung saja tadi dia sempat membawa ATMnya, kalau tidak dimana dia mencari uang untuk membeli bahan-bahan makanan itu.
Untungnya pasar sudah mulai sepi, karena hari sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Kejadian seperti ini telah berulang kali terjadi.
Bahkan uang yang di pakai untuk acara keluarga suaminya ini tidak pernah di ganti lagi, baik oleh suaminya maupun oleh mertuanya.
Selalu di anggap ini sebagai baktinya sebagai menantu yang masuk sebagai bagian dari keluarga itu.
Setelah membeli beberapa macam kue di pedagang kue tradisional di pasar, Lana lanjut membeli ayam kampung untuk membuat opor dan membeli daun singkong. Terakhir dia mencari tukang kelapa parut, membeli yg sudah di peras akan mempermudah kerjaannya.
Biar praktis pikirnya, setidaknya nanti dia tidak repot untuk memeras kelapa.
Karena pastinya disana dia akan bekerja menyiapkan semua masakan sendirian seperti yang sudah-sudah, saat kakak iparnya datang semua orang di rumah mertuanya akan bersukacita menyambut kedatangan kakak iparnya itu.
Yang lain nanti hanya akan duduk manis di ruang tamu atau ruang keluarga sambil ngobrol-ngobrol manjah. Atau pun membongkar oleh-oleh dari kota yang di beli oleh kakak iparnya.
*****
Dengan bawaan yang banyak dan harus pulang naek ojek pangkalan pula, Lana nampak sangat kesulitan mengangkut barang belanjaannya.
“Bang, antarkan saya ke jalan jalur dua ya,” katanya kepada tukang ojek yang mangkal di lingkungan pasar.
“Siap Mbak!”
Setibanya di rumah Ibu mertuanya, dengan di bantu oleh kang ojek, Lana membawa semua belanjaannya ke dapur.
“Lama bener di pasarnya, sudah hampir jam 11 baru pulang, kamu kelayapan kemana saja?!” tiba-tiba Bu Asih, ibu mertua Lana sudah ada di hadapannya berkata dengan ketus.
Lana diam saja, dia malas sekali untuk menimpali setiap omelan mertuanya.
Toh setiap kali dia berada di rumah itu ada saja yang di permasalahkan oleh ibu mertuanya.
“Randa! Liatlah istrimu jam segini baru datang. Jam berapa kita baru bisa makan siang,” kata Bu Asih mengadu kepada Randa.
Lana masih diam sambil menyiapkan penganan yang dia beli ke piring.
Randa datang sambil ngomel-ngomel,”Kenapa lama sekali sih dek, kasian Keluarga Kak Mayang harus kelaparan kalau kamu lama begini,”
“Bukankah tadi pagi Abang membawa semua lauk yang kumasak, itu cukup untuk makan semua orang di rumah ini,” sahut Lana dengan santai.
Dia yakin kalau seluruh orang yang berada di rumah ini pasti sudah makan dengan lauk yang di bawa Randa dari rumah.
Randa hanya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal ketika mendengar Lana berkata seperti itu.
Mertuanya hanya mencibir, begitu juga dengan Kakak Iparnya Mayang. “Makanan begitu saja bangga,” kata Mayang.
“Ayo cepat selesaikan masaknya, nanti malah terlambat makan siang!” Perintah mertuanya lagi.
“Cepetan dikit ya Dek, kasian anak-anak Kak Mayang,” kata Randa.
“Bang kalau mau cepat, harusnya kamu bisa kan bantuin aku,” pinta Lana sambil menyindir ibu mertuanya.
“Eh Lana jangan jadi istri kurang ajar, tidak ada istilahnya laki-laki masuk dapur. Memasak itu adalah pekerjaan perempuan. Di keluarga kami tidak ada dalam kamus kami, laki-laki yang masuk dapur untuk memasak!” Tegas Bu Asih sambil mengajak anak-anaknya meninggalkan dapur.
Apa-apa minta cepat, tapi tidak satupun yang mau membantu, gerutu Lana dalam hati.
“Assalammulaikum,”
Terdengar suara salam dari luar rumah dan tak lama di iringi dengan ramai suara anak-anak.
“Wah ada keponakan Tante Mayang datang, ayo sayang masuk,” terdengar Mayang mempersilahkan tamu yang datang untuk masuk.
Lana tau yang datang pasti keluarga Kakak Randa yang pertama Bang Tara beserta istri dan dua orang anaknya, Lusi dan Tata.
Bisa di pastikan acara kumpul bocah kali ini akan membuat rumah ini seperti kapal pecah. Dua orang anak Mayang di tambah dua orang anak Tara.
Siapa yang akan repot membenahi seluruh isi rumah kalau bukan Lana, karena kedua iparnya pasti hanya akan rumpi manja, ghibah manja tidak peduli untuk membantu Lana membereskan semua keributan nantinya dengan alasan mereka harus memperhatikan anak-anak mereka.
“Kakak Aldo, Tata mau itu.” Kata Tata sambil menunjuk mobil-mobilan yang Aldo bawa.
“Jangan, ini aku baru tadi malam di belikan Mama aku,” tolak Aldo.
“Huaaaa, Mama! Tata mau itu!” Teriakan Tata terdengar seantero rumah neneknya.
“Kasih pinjam donk Kak,” Kata Tami ibunya Tata tanpa menoleh ke anaknya karena sedang asyik ngobrol dengan Mayang.
“Tidak! Pokoknya jangan ambil maenan Aldo!” teriak Aldo dengan keras.
Lana di dapur hanya bisa geleng-geleng kepala melihat keponakan-keponakannya saling teriak dan berantem karena berebut maenan.
Sedangkan orang tua mereka malah tidak peduli karena asyik ngobrol di ruang tengah.
Jam sudah menunjukkan pukul satu siang akhirnya semua makanan untuk makan siang selesai di masak dan di hidangkan di meja makan.
Tanpa di komando makanan yang ada di meja makan langsung di serbu oleh keluarga itu tanpa bersisa.
“Lumayanlah ya kan Tam, masakannya Lana,” kata Mayang.
“Mungkin karena kita dah lapar,” sahut Tami sambil mengambil potongan ayam dan menambah nasi.
Lana sampai geleng-geleng kepala, melihat tingkah iparnya. Dia sendiri hanya makan sedikit karena sudah kehilangan selera makannya melihat orang-orang itu makan dengan lahapnya seperti sudah satu minggu tidak makan.
“Dek kalau dirumah coba kamu masak seperti ini, jangan hanya tempe, ikan asin dan tahu saja sesekali masak enak seperti ini,” kata Randa.
“Bang, kalau uangmu cukup untuk kita makan satu bulan jangankan hanya makanan begini, daging rendang pun bisa setiap hari ku hidangkan,” sahut Lana kesal, karena selalu saja ada cemoohan Randa kalau mereka sedang kumpul dengan keluarganya, yang menyudutkan Lana.
“Memangnya kau kemanakan uang pemberian anakku, sampai tiap hari kamu hanya menghidangkan ikan asin?” kata bu Asih.
Mungkin di kiranya uang satu juta itu besar, batin Lana.
“Ini bu, ku hidangkan di atas meja ini, inilah uang anak ibu,” sahut Lana kesal. Sambil meninggalkan ruang makan.
Membuat mata Bu Asih mertuanya melotot.
*********

Comentário do Livro (117)

  • avatar
    LaeBambang

    manatapA

    5h

      0
  • avatar
    SukijanSuki

    saya baru coba semoga berhasil

    1d

      0
  • avatar
    Yudi Soraya

    Saya mau Diamond

    4d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes