logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 2 Nasihat Eyang

Aksa membalas tatapan mata eyang putri dengan dalam. Wanita sepuh itu seperti ingin menerkam. Mulutnya tak berhenti menceramahi, menyalahkan sikapnya yang telah lancang memeluk Hayu di depan orang tuanya. Biar saja dibilang begitu, dia tidak perduli.
"Hayu itu kakakmu. Kenapa malah digodain? Di depan orang tua lagi. Ndak sopan kamu." Bibir tua itu mengerucut, berbicara sambil mengunyah makanan. Pantas saja tubuhnya tetap tambun, sekali pun sudah usianya sudah sepuh.
"Aksa suka," jawab Aksa singkat.
"Kalau suka, ya ndak begitu juga caranya. Dekati baik-baik. Kalau serius langsung lamar sama orang tuanya. Begitu, kan, enak." Eyang masih berceramah, kali ini sambil meneguk segelas orange juice.
"Habisnya dia sombong. Diajakin ngobrol gak mau," jawab Aksa dengan kesal.
"Yah, kalau caramu begitu, semua perempuan juga ndak bakalan mau." Nasihat eyang sembari menepuk bahu cucunya.
"Laki-laki itu ndak boleh maksa, pelan-pelan. Meluluhkan hati wanita itu memang gampang-gampang susah," bisik eyang.
Aksa mengangguk, mendengarkan dengan khidmat sambil mengelus pipi yang memerah. Bekas tamparan Hayu tadi, masih terasa sampai sekarang. Perihnya bahkan sudah mulai menjalar ke dalam hati.
Untungnya tadi Aksa sempat merasakan sedikit, memeluk tubuh Hayu yang seksi. Lelaki itu tertawa dalam hati dan bertekad bahwa jika nanti Hayu sudah sah menjadi miliknya, maka setiap malam dia akan melakukan itu.
"Yowes, pulang sana. Sudah sepi," usir eyang.
Aksa mencium tangan neneknya. Saat keluar, tampak beberapa om dan tante masuk menemui eyang di dalam, mungkin hendak berpamitan pulang. Ada satu ruangan di gedung ini yang disulap menjadi tempat istirahatnya selama pernikahan berlangsung.
Acara memang sudah selesai sejak tadi. Panggung dan pelaminan sudah dibongkar. Semua sudah bersiap-siap pulang. Hanya karena insiden memeluk Hayu tadi, Danu jadi marah, maka Aksa dipanggil dan diminta menghadap eyang putri.
Berdua dengan eyang di ruangan itu, sedikit membuat Aksa takut. Dia diberikan siraman rohani, panjang dan lebar sampai panas telinga mendengarnya.
"Sudah selesai?" Setya bertanya kepada putranya. Melihat kondisi Aksa yang cukup memprihatinkan, dia merasa kasihan.
"Iya, Pa," jawab Aksa lemas.
"Ayo, pulang. Mama udah nunggu di mobil," ajak Setya. 
"Pa."
"Apa?" tanya Setya sembari menatap putranya dengan iba.
"Hayu."
"Nanti saja bicara di rumah. Kamu ini, bikin malu saja," omelnya. Tadi, dia tanya beberapa keluarga, kenapa putranya dipanggil eyang.
Aksa mengalah dan mengekori papanya menuju parkiran. Di mobil, Rani memilih diam dan tak mau berkomentar. Mereka sudah sepakat akan membahas ini di rumah.
Aksa tahu sikapnya tadi sudah membuat malu. Mungkin, malah akan menjadi bahan gunjingan keluarga yang lain. Sampai di rumah, dia langsung masuk kamar dan membersihkan wajah, juga mengganti pakaian. Laki-laki itu meraih ponsel dan melihat media sosial, lalu membuka salah satu akun milik seorang wanita.
Annisa Hayuna. Gadis cantik yang dia peluk tadi di pesta pernikahan Tina dan Bagas. Anak dari Om Danu dan Tante Sarah, sepupu papanya.
Eyang putri bersaudara kandung dengan neneknya Hayu. Itu berarti sekalipun ada pertalian keluarga, Aksa masih boleh menikahinya karena jauh. Eh?
Dikarenakan yang lain sudah tiada, maka eyang putri yang paling dituakan di keluarga besar ini. Apa pun yang dia titahkan harus dilaksanakan.
Hayu mungkin sudah lupa kepadanya karena mereka punya kegiatan masing-masing. Wanita itu jarang menghadiri acara keluarga. Katanya sibuk bekerja. Kuliah juga memilih di luar negeri.
Selama ini, Aksa memantau semua aktivitasnya lewat media sosial atau dari cerita mama dan keluarga yang lain. Sewaktu kecil mereka sempat bermain sesekali, tetapi itu juga sudah lama.
Saat rencana pernikahan Tina dan Bagas digaungkan, tentu saja Aksa merasa senang. Ini acara besar, yang berarti semua keluarga akan berkumpul. Hayu pasti datang. Aksa meminta Tina menyuruh wanita itu menjadi pagar ayu yang dipasangkan dengannya. Idenya begitu sempurna.
Sewaktu gladi bersih, Hayu bahkan tak menoleh Aksa sama sekali. Mereka hanya bersalaman sebentar. Wanita itu malah  asyik bercanda dengan yang lain dan terlihat jelas mengindarinya.
Sepertinya bukan begitu, lebih tepatnya Hayu menghindari ... semua laki-laki yang bukan mahram.
Aksa juga melihat beberapa sepupu laki-laki yang lain ingin mendekati. Hanya saja wanita itu mengelak dengan cara halus, dan lebih memilih berkumpul dengan sesama gendernya.
Saat Aksa asyik menatap gambar Hayu diponsel, terdengar ketukan dari luar. Suara halus mamanya memanggil.
"Aksa! Lagi ngapain, Nak?"
Aksa segera bangun dan membuka pintu. Tampaklah sosok Rani yang anggun sekalipun memakai baju rumahan. Ah, Aksa jadi ingin punya istri seperti mamanya. Wanita yang cantik, pintar memasak, mengurus anak dan suami.
Pikiran Aksa berkelana. Laki-laki itu tersenyum membayangkan bagaimana jika Hayu bersanding dengannya di pelaminan. Setelah semua selesai, malamnya dia akan ....
Ah, singkirkan pikiran itu Aksa, masih terlalu jauh untuk dibayangkan.
"Kamu kenapa senyum-senyum begitu?" tanya Rani.
Aksa tersenyum malu dan menggeleng.
"Hayo, anak mama ngelamunin apa?" tanya wanita itu menggoda.
"Gak, Ma."
Aksa tertunduk. Kedapatan sedang mengkhayalkan pujaan hati memang memalukan. Laki-laki itu tersenyum sendiri seperti orang gila.
"Turun sana! Papa nungguin di bawah."
"Ada apaan sih, Ma?"
"Udah sana, temuin aja. Tau deh papa mau ngomong apaan."
Mereka berjalan menuju ruang keluarga. Setya tampak santai sambil menonton acara berita di televisi. Memang itulah kegiatannya setiap hari libur. Kadang mereka pergi jalan-jalan, makan malam di cafe atau nonton film terbaru untuk menghabiskan waktu bersama.
Aksa mengambil tempat duduk di sebelah papanya. Sementara itu Setya melirik sang putra, kemudian mematikan channel televisi. Biasanya mereka akan berbincang sambil menonton. Namun, sepertinya pembicaraan kali ini berbeda, karena laki-laki paruh baya itu terlihat serius.
"Itu kenapa tadi meluk anak orang?" tanya Setya tanpa basa-basi.
Aksa tersentak. Benar saja sesuai dugaannya, bahwa sang papa akan menyinggung tentang hal ini. Laki-laki itu menarik napas panjang untuk mempersiapkan jawaban, karena sepertinya yang dibicarakan memakan waktu cukup lama.
"Hayu?"
"Iya, Hayu. Anaknya si Danu," jawab Setya. 
"Aku suka."
Mata Setya mendelik, tak menyangka anak lelakinya mulai menyukai lawan jenis. Apakah itu salah? Usia Aksa bahkan cukup matang untuk membina rumah tangga, sekalipun masih berstatus sebagai mahasiswa.
Setya menarik napas panjang, kemudian menggeleng sambil tersenyum geli.
"Jangan main sosor begitu, Nak. Apalagi di depan orang tuanya. Kamu gak tau adab namanya." Nasihatnya bijak.
Aksa tersenyuk kecut, sudah tahu bahwa dia akan disalahkan oleh semua orang.
"Habisnya dia sok banget. Diajak ngobrol aja gak mau. Kurang ganteng apa aku ini, Pa?" ucap lelaki itu kesal teringat saat Hayu memandangnya sebelah mata.
Setya tergelak, lalu menepuk pundak putranya.
"Memang dia begitu. Kalau gak akrab, mungkin agak canggung. Kalian juga jarang ketemu. Mungkin dia lupa," jawab Setya santai.
"Sudah kenalan kok waktu gladi bersih. Cuma ya itu, dia menghindar terus," lanjut Aksa.
"Kalau orangnya gak mau, ya jangan dipaksakan. Kamu ini kok malu-maluin. Papa sampai disemprot Om Danu tadi. Nanti papa dikira gak bisa ngajarin anak sopan santun," omelnya. 
Aksa terdiam. Setelah mendengarkan ceramah eyang putri, kini harus kembali mendengarkan nasihat dari papanya. Kepala laki-laki itu mendadak pusing. Lalu, tiba-tiba saja sebuah ide terlintas di benaknya.
"Pa. Lamarkan Hayu buatku. Sebelum dia diambil orang lain," pintanya tegas.
Setya malah tertawa mendengarnya. 
"Anaknya lagi serius ini. Malah diketawain," kata Aksa malas.
"Lamar gimana? Mau tunangan dulu atau langsung nikah?" Papa balik bertanya.
Kali ini, Aksa yang terbelalak. Tadinya dia ingin pacaran saja dulu. Kenapa malah ditawarkan menikah?
"Kalau Hayu mau, langsung nikah juga boleh. Kalau gak, ya tunangan dulu sambil pengenalan," jawab Aksa yakin.
Setya menatap Aksa dengan tak percaya, seakan ucapan putranya itu hanya main-main atau emosi sesaat.
"Kamu serius?"
"Papa ini. Dari tadi yang ketawa itu papa, bukan aku."
Aksa yang semakin kesal akhirnya mengambil remote televisi dan memutar salah satu channel favoritnya.
Setya kembali tergelak sembari mengulum senyum, lalu berkata, "Oke."
Aksa mengabaikan papanya dan kembali fokus ke laya di depan.
Tiba-tiba saja, Rani datang membawa nampan berisi camilan dan minuman, lalu meletakkannya di meja.
"Ada apa ini? Seneng banget kayaknya. Mama denger pada ketawa," tanya wanita paruh baya itu saat duduk di sebelah putranya.
"Aksa minta nikah, Ma," kata Setya menjelaskan.
Rani terkejut, lalu mengulum senyum dan menatap putranya intens, "Siapa calonnya?"
"Itu, yang dipeluk tadi. Anaknya Danu," jawab Setya seraya melirik istrinya untuk memberikan kode.
"Oh, Hayu. Mau dikasih makan apa anak orang? Kuliah aja masih belum beres," sindir Rani saat mengambilkan minuman untuk suaminya.
"Nanti aku cari kerja," jawab Aksa serius. Dia mengecilkan suara televisi agar pembicaraan orang tuanya bisa terdengar jelas.
"Kamu mau magang di kantor papa?" bujuk Setya.
"Males."
"Kalau gitu ... papa gak jadi lamar Hayu," ancamnya.
"Aku lamar sendiri!" kata Aksa dengan percaya diri.
"Kamu berani?"
Kali ini Aksa benar-benar terdiam. Selain sudah merasakan sakitnya tamparan Hayu, dia juga takut kalau harus bertemu Om Danu. Anaknya saja galak, apalagi papanya.
Aksa menggeleng lemas. Melihat ekspresi anaknya, sepasang suami istri itu malah semakin keras tertawa.
"Gini aja. Sebulan ini kamu magang di kantor papa. Kalau kerjamu bagus, nanti ambil alih beberapa tugas. Bulan depan papa lamar Hayu untuk kamu," tawar Setya sembari melirik istrunya, yang dibalas Rani dengan anggukan.
Aksa menatap kedua orang tuanya secara bergantian.
"Gimana? Deal?" tanya Setya lagi.
Aksa mengangguk lemas dan pasrah karena hanya itu satu-satunya cara.

Comentário do Livro (165)

  • avatar
    RayyanKharis

    ceritanya menarik 👍

    21/08/2022

      0
  • avatar
    DITAPUSPAADYTIA

    eleh authour akhirnya tamat terharu sama perjuangan aksa dia lelaki idaman untung akhir nya bersama dan gak ada pelakor kirain sed ending gara2 muncul si tama itu ternyata gak.lega bahagia. permasalah dapat di selesaikan bersama best 😭 cuman gak da adegan dewasa yg lebih wah doang nih kaya cerita lain 😍

    15/08/2022

      4
  • avatar
    uj4N6nY4_ikon

    sumpah bacaannya ringan dan gak bikin bosen,konfliknya juga gak berat-berat amat,bikin baper pembaca,gregetan pokoknya.Untung gak ada pelakor yang bisa memisahkan Hayu&Aksa.Mungkin karena mereka bisa memegang teguh komitmen mereka dan memupuk rasa cinta diantara mereka. POKOKNYA WAJIB BACA!!

    14/02/2022

      1
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes