logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

bab 7

SATU ATAP DUA DAPUR
BAB 7
Sekitar setengah jam mobil berhenti di sebuah klinik bersalin. Mereka keluar dari mobil, terlihat wanita itu menggandeng lengan suamiku.
Siapa sebenarnya wanita itu kenapa suamiku mengantarnya ke klinik bersalin. Bukankah klinik ini hubunganya dengan ibu hamil dan melahirkan. Ah jangan-jangan …."
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Setengah jam aku menunggu mereka keluar, tapi tak kunjung keluar. 
Ponselku berdering, segera kuambil dari dalam saku. Nampak nama Ibu yang tertera di layar ponsel, aku pun segera menggeser tombol hijau.
"Hallo … assalamualaikum, ada apa, Bu?"
"Heh,lama amat angkat telponnya. Kamu dimana? Dari tadi Ibu cariin!" cerocos ibu mertua. Belum juga menjawab salam dariku ibu sudah mengomel.
"Saya lagi ada urusan, Bu. Emang ada apa?" tanyaku pada ibu mertua pada sambungan telepon. 
"Tuh, dicariin Bu RT. Katanya mau nagih iuran bulanan. Cepetan pulang, suami kerja malah keluyuran." Belum sempat ku jawab ibu mertua sudah mematikan sambungan telepon.
Padahal aku masih penasaran, siapa perempuan yang tadi bersama suamiku. Ya Allah, jangan sampai apa yang aku pikirkan terjadi. Mas apa yang sedang kamu sembunyikan dariku, batinku.
Akhirnya ku putuskan pulang ke rumah. Segera kuminta Abang  ojol putar arah kembali ke rumah. Dari pada ibu mertua ngomel terus. Kenapa semakin kesini kok Ibu, semakin menunjukkan rasa ketidak sukaannya padaku. Aku juga sudah bersikap baik, aku selalu mencari cara agar membuatnya terkesan. Sebegitu tidak sukanya kah ibu padaku.
Sepanjang perjalanan aku masih memikirkan apa yang tadi aku lihat, entah ... apa yang sedang Mas Rudi lakukan dengan wanita itu.
"Aduh ...  sakit!" kepalaku terantuk ke depan sehingga mengenai helm Abang ojol. Seketika aku tersadar dari lamunanku.
"Maaf, neng tadi ada lobang jadi saya ngerem mendadak," ucap abang ojol tersebut meminta maaf padaku.
"Iya, Bang, tidak apa-apa."
"Maaf, Neng,  kalau boleh tau siapa yang tadi Eneng ikuti. Maaf loh ini bukanya saya lancang." Abang ojol bertanya padaku.
"Memangnya kenapa Pak?" Aku melontarkan pertanyaan pada abang ojol, tanpa menjawab pertanyaannya.
"A--nu Neng … i--itu anu, gimana ya ngomongnya." Abang ojol itu malah membuatku semakin bingung. 
"Anu … anu apa? Dari tadi kok cuma itu, anu. Yang jelas dong Bang," ucapku padanya. Apa mungkin Abang ini mengetahui sesuatu ya.
"Maaf loh ya, Neng. Apa laki-laki tadi suaminya Eneng." Abang ojol langsung menebak, mungkin dari tadi Abang ini sudah menduga-duga, siapa pria yang sedang ku ikuti. 
Rasanya, mungkin benar dugaanku. Abang ini tahu sesuatu tentang Mas Rudi.
"Hemmm … iya, Bang, dia memang suami saya." Aku menjawab dengan sedikit ragu.
"Dan wanita yang bersama suami Eneng itu tadi siapa? Eneng kenal?"
"Saya tidak tahu Bang, makanya saya tadi ngikutin suami saya. Saya sedikit curiga Bang kalau … ah kok saya kesannya jadi curcol yah, maaf ya Bang," ucapku padanya.
"Ya, Neng."
"Hmmm apa Abang mengetahui sesuatu?" selidikku.
"Anu gimana ya, saya memang sering melihat Mas yang tadi masuk rumah itu. Saya kan langganan ojek anak, yang rumahnya dekat situ. Tadi pas Eneng minta anterin saya buat ngikutin Mas tadi, saya sudah membatin kalau dia itu suami Eneng," ucap abang itu panjang lebar.
"Apa? Yang bener? Kapan Abang lihatnya?" tanyaku penasaran.
"Ya itu kayak di jam-jam makan siang, tapi maaf loh, jangan karena saya Eneng nanti jadi berantem sama suami."
"Iya , Bang, terima kasih loh atas infonya," ucapku mengakhiri obrolan karena sudah mau sampai rumah.
Tak terasa kami sudah sampai depan rumah. Kuberikan upah kepada abang ojolnya. 
"ini Neng kembaliannya," ucapnya seraya menyodorkan uang kembalian.
"Tidak usah, buat Abang saja." Ku kembalikan helm yang kupakai tadi kepada pemiliknya.
🍥🍥🍥🍥🍥🍥
Ceklek, kuputar gagang pintu. Setelah terbuka segera kulangkahkan kaki ke dalam rumah.
"Bagus ya, suami kerja kamu malah keluyuran." Aku kaget dengan suara Ibu, aku tak melihat kalau Ibu ada di depan tv.
"Maaf, Bu, saya memang sedang ada urusan," tukasku.
"Nih, surat edaran dari Bu RT. Kamu yang bayarin, belum Ibu bayar. Sebenarnya tadi Bu RT minta bayar langsung, tapi Ibu bilang nunggu kamu pulang aja."
"Iya, Bu, nanti biar saya bayar." Kutinggalkan Ibu, aku ke kamar karena ponselku baterainya habis, aku bermaksud hendak mengisinya.
Kucari-cari keberadaan chargerku, padahal seingatku aku meletakkannya di samping colokan. Kok tidak ada ya? Batinku bingung. 
Kubuka laci satu per satu,  tidak kutemukan juga. Ah … dimana aku menaruhnya kok aku lupa. Kucoba membuka lemari baju mungkin Mas Rudi menyimpannya disana. 
Loh kok ini berantakan sih, loh mana baju baru yang kubeli minggu lalu kok tidak ada, apa aku lupa naruhnya juga. Aku kok jadi pelupa gini sih, gerutuku. 
Eh tapi tunggu tasku kok juga tidak ada, padahal itu tas kesayanganku. Itu tas yang dibelikan Almarhum nenek, ya aku selama ini memang tinggal bersama nenekku. Ibu kandungku entah kemana, dulu nenek bilang Ibu pamit pergi kerja jadi TKW setelah kepergian ayah untuk selamanya. Beberapa bulan setelah kepergian ibu, belia masih sering berkirim kabar dan mengirim uang untuk kami. Namun di bulan berikutnya kami susah putus kontak. Ibu tak lagi berkirim kabar maupun mengirimkan uang untuk kami, hingga sekarang.
Ah … dimana yah. Atau jangan-jangan ada yang sengaja mengambilnya.
Lelah mencari Charger yang tak kunjung ketemu dan ditambah lagi baju dan tasku yang hilang ah … membuatku pusing. 
Ku putuskan untuk meminjam charger milik Ibu. Ku temui Ibu yang sedang menonton tv
"Bu, saya boleh pinjam chargernya. Punya saya entah dimana saya lupa naruhnya." ucapku pada ibu
"Huh, merepotkan saja. Sebentar tak ambilkan dulu."
Terdengar suara motor milik Erna, dan betapa terkejutnya diriku kala Erna memasuki rumah, aku melihat Erna memakai tas dan bajuku. Dia nampak gelagapan melihatku yang berdiri menghadapnya, dengan segudang tanya. Bagaimana dia bisa memakai tas dan baju milikku.
"Loh, Er, bukankah itu baju pinya Mbak yah? Kok, kamu bisa memakainya?" Langsung ku berondong pertanyaan padanya. 
"I--tu aku pinjam Mbak, jangan perhitungan lah. Baru juga baju kayak gini aja." Dia menjawab tanpa merasa bersalah. 
"Tapi kamu mengambilnya tanpa minta ijin pada Mbak. Dan kamu kok lancang sekali membuka lemari Mbak," hardikku. Aku jengkel sekali melihat ekspresinya yang tak merasa bersalah.
"Walah Mbak, baju ini kan dibeli pakai uang kakakku. Jadi aku juga berhak dong memakainya, jangan pelit dong. Makanya Mbak nggak hamil-hamil."
"Tapi tak sepantasnya juga kamu lancang membuka lemari milikku. Dan satu lagi, iti tas dibelikan almarhum nenekku jauh sebelum aku menikah dengan kakakmu." 
"Ada apa sih ini? Kamu ini bisanya bikin rubut saja."
"Itu, bu, Erna pakai baju aku tanpa minta izin dulu." 
"halah timbang baju saja, kenapa kamu itu selalu ngeributin sesuatu yang sepele." Selalu saja Ibu membela anaknya yang salah.
"Nih, chargernya. Sudah sana pergi." 
"Iya, Bu." Aku segera masuk kamar untuk mengisi ponselku.
Tak lama Erna masuk kamarku, seraya mengembalikan baju dan tasku.
"Nih, aku balikin!" dia melemparkan baju dan tasku ke atas tempat tidur dan langsung melenggang pergi.
'Astaghfirullaahal'adhiim, aku mengelus dada, tidak sopan sekali. sudah pinjam tidak izin, ini mengembalikanya tanpa dicuci pula. sudah itu di lempar juga, gerutuku.
Keributan tadi mengalihkan pikiranku tentang Mas Rudi. Aku masih kepikiran ucapan  Abang ojol tadi. Ah … aku harus menyelidikinya. siapa wanita yang sering ditemui suamiku itu.
Kenapa Mas, apa yang sebenarnya kamu sembunyikan."
Apakah kamu berniat menghianatiku.
bersambung ....
 

Comentário do Livro (39)

  • avatar
    Slamet Budiono

    jadi ga sabaran kelajutanya suka banget ceritanya kehidupan rumah tangga bikin jengkel sm mertuanya bikin yng berani tu mantunya biar ga dizollmi terus biar mertuanya takut 👍👍👍👍jangan terlalu lama nunggu kelanjutanya sukses mantap sekaleeee

    21/01/2022

      4
  • avatar
    MirulBotak

    good

    13d

      0
  • avatar
    TriyanaRiska

    jadi ngga sabar cerita berikutnya

    21d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes