logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 2 Dipecundangi Suami

Happy reading ❤
Seruni memberi salam, namun tak ada sautan.
Seruni melangkahkan kaki lebih ke dalam, menuju ruang biasanya orang-orang berkumpul.
Seruni melihat ada empat orang yang sedang berbincang. Ada Ibu dan ayahnya Bagas. Juga, seseorang yang mungkin akan memberinya ... kejutan.
Orang-orang belum ada yang menyadari kedatangan Seruni. Mereka sibuk dengan perbincangan yang mereka lakukan.
Seruni terkejut dengan apa yang dilihatnya. Tubuhnya terasa kaku, seperti robot yang tak bisa digerakkan.
Melihat seseorang yang ditungguinya seharian kemarin, bahkan sampai menjelang pagi, sedang duduk di sana dengan senyuman yang terkembang di bibir prianya yang lumayan tebal.
Seruni bingung. Kenapa Bagas ada di dini? Kenapa pula suaminya tak menghubungi?
Seruni masih memperhatikan interaksi mereka. Lalu, pandangan Seruni berhenti pada sosok wanita yang duduk tepat di samping Bagas.
Wanita itu cantik. Memiliki bentuk wajah oval. Mata bulat yang jernih. Rambut hitam lurus sebahu yang dibiarkan tergerai. Tak lupa kulit putihnya yang bersinar dan ditunjang dengan proporsi tubuh yang ideal menambah poin plus kecantikan wanita itu.
Seruni bertanya-tanya dalam hati. Siapa wanita cantik itu? Mengapa bisa ada di rumah sang mertua? Kenapa Bagas selalu melempar senyum padanya, dan ... kenapa pula Bagas menggenggam tangan perempuan itu dengan begitu mesra?
Tak ingin lama menerka-nerka, Seruni hampiri sekaligus menyapa orang-orang di sana. Walau dengan memaksakan langkah, ia tetap mencoba.
"Assalamualaikum," salam Seruni menginterupsi mereka yang sedang berbincang ria.
Sama halnya seperti Seruni tadi. Ayah, Ibu, apalagi Bagas, terkejut,  tak menyangka melihat kedatangannya di rumah ini.
Mereka terdiam dengan wajah yang pucat pasi. Suasana kecanggungan pun sangat terasa di ruang bertema gaya klasik yang cukup luas ini.
"Ayah, Ibu. Runi datang," tutur Seruni mencoba tuk seceria mungkin. Seruni menghampiri terlebih dahulu sang ibu mertua yang duduk di sofa coklat tua. Mencium tangan lalu memeluk sebentar. Berlanjut pada sang ayah mertua yang duduk di samping Ibu Bagas, tanpa adegan peluk-pelukan.
"Ayah, Ibu, apa kabar? Maaf, ya Seruni baru bisa berkunjung," sapa seruni. Seruni masih bersikap biasa-biasa saja walau hatinya tidak demikian. Ia masih bisa menampilkan senyuman pada orang-orang di sekitarnya, walau senyuman yang ia paksakan.
"Ibu dan Ayah baik-baik aja. Runi kenapa nggak kabari Ibu kalau mau datang? Biasanya, kan sms atau telepon dulu sebelum kemari." Ibu Bagas menyahut dengan mimik muka yang terlihat sekali cemas.
Runi curiga, pasti ada yang disembunyikan, dan itu pasti berhubungan dengannya.
"Runi, kan sengaja pingin kasih kejutan. Tadinya, Runi ingin mengajak belanja atau memasak bareng ... tapi sepertinya, Runi deh yang akan dapat kejutan." Runi berbicara dengan nada sesantai dan sesopan mungkin pada sang mertua. Seruni sangat menghormati beliau.
Lalu, Seruni berbalik menghadap sang suami. Saat berhadapan dengan Bagas, Runi sudah tak bisa lagi bersikap baik-baik saja.
"Mas apa kabar?" Seruni menatap Bagas dengan nanar. Ia tatap sang suami lekat-lekat, berusaha menyampaikan kekecewaan lewat tatapan mata.
Ia tak habis pikir dengan Bagas. Bisa-bisanya prianya tak memberi kabar dan tiba-tiba sudah ada di rumah orang tuanya. Harusnya pria itu memberi tahu, bukan malah sembunyi-sembunyi seperti ini.
"Kenapa nggak beri tahu aku kalo, Mas, ada di sini? Aku, kan bisa nyamperin, Mas," tanya seruni pada Bagas yang berada di depannya. "Mas, tahu tidak kalo aku nungguin dari kemarin?"
Bagas ingin bicara, tapi mulutnya serasa terkunci. Ia hanya membuka mulut akan tetapi malah menutupnya kembali. Seperti itu saja yang dilakukan Bagas, hingga bermenit-menit waktu terbuang.
Seruni jengkel, karena Bagas hanya berdiam diri, tanpa merespon ucapannya. Pria itu seperti mempunyai beban di pikiran yang ingin di sampaikan.
"Ya sudah kalau tak mau menjelaskan! Aku pamit." Seruni malas menunggu jawaban Bagas. Jadi ia putuskan untuk pergi.
Seruni berjalan menuju kedua mertuanya, sambil mencium tangan mereka sebagai tanda hormat.
"Ibu, Ayah, aku pulang, ya."
Seruni pergi tanpa mau memandang wajah orang-orang yang ada di sekitarnya. Melangkahkan kaki jenjangnya sedikit kencang agar ia cepat sampai di pintu menuju ke luar.
"Seruni."
Baru saja Seruni bisa bernapas lega, karena ia sudah sampai di teras depan sang mertua. Ada suara yang menginterupsi dari arah belakang punggungnya. Terpaksa wanita itu menghentikan langkahnya tanpa mau repot-repot membalikan badan.
"Ada apa?" Dingin nada suara Seruni terdengar di telinga Bagas yang mendengarkan.
"Jangan pergi dulu! Aku ingin menjelaskan sesuatu padamu," seloroh Bagas sambil berusaha membalikan badan sang istri agar menghadapnya.
"Aku nggak mau. Aku mau pulang saja!" ucap seruni dengan nada tinggi. Ia masih keukeuh dengan pendiriannya. Wanita itu juga bingung, mengapa ia ingin cepat-cepat pergi dari rumah sang mertua? Firasatnya mengatakan jika ia harus melakukannya, karena akan ada hal buruk yang menimpa. Akan tetapi, Seruni tak bisa menebak perihal apa.
"Hanya sebentar," rayu Bagas meyakinkan.
"Bicara saja nanti di rumah!" tegas wanita itu tak mau mengalah. Seruni ingin cepat pulang ke rumah.
"Di dalam saja, ya?" Bagas menarik lembut tangan Seruni. Hingga wanita itu pun mengalah dan ikut masuk ke dalam rumah, memasuki ruangan yang tadi.
Di sana masih ada kedua orang tua Bagas yang terlihat gelisah, serta wanita cantik yang kini menundukan kepala.
Seruni memilih duduk di sofa tunggal dekat sang mertua, yang kini menatap Seruni dengan pandangan iba. Hati Wanita itu makin tak enak.
Seruni alihkan pandangan pada Bagas. Memberi kode, agar Bagas cepat memulai pembicaraan.
"Sebelumnya, Mas ingin meminta maaf ...." Bagas menjeda ucapannya untuk menarik napas lalu membuangnya kembali.
"Mas ingin jujur pada, Runi, kal—"
"Cukup, Mas jangan lanjutkan! Runi tiba-tiba nggak enak badan. Runi ingin pulang," ucap Runi memotong penjelasan Bagas. "Mas Bagas, di sini saja, kalau masih ada keperluan. Runi bisa pulang sendiri," lanjut wanita itu sambil memijat-mijat area pelipis yang terasa pusing.
"Mas antar saja, ya?" Bagas menghampiri Seruni yang berniat beranjak dari sofa yang perempuan itu duduki.
"Nggak perlu. Runi sudah pesan taksi."
"Batalkan saja! Biar, Mas yang antar."
"Nggak bisa begitu, Mas. Taksi sudah menunggu di depan," balas seruni sambil tetap melangkahkan kaki.
Bagas mengikuti Seruni hingga menuju taksi. Sebenarnya pria itu sedikit kawatir membiarkan Istrinya pulang sendiri, tapi apa boleh buat, wanitanya yang menolak untuk diantar olehnya.
"Aku pamit." Seruni ambil tangan sang suami lalu menciumnya.
Bagas mengangguk. Membukakan pitu taksi untuk sang istri dan mebiarkannya masuk.
"Hati-hati. Kabari, Mas kalau sudah sampai!" Bagas mengingatkan, sebelum menutup pintu taksi yang ditumpangi sang istri.
"Iya," balas seruni tanpa mau menatap Bagas sama sekali. Wanita itu hanya menatap lurus ke depan.
Taksi bergerak meninggalkan pekarangan rumah, dengan Bagas yang meratap sedih melihat kepergian sang istri.
Bersambung ....

Comentário do Livro (215)

  • avatar
    Jupe New

    seru sekali

    12d

      0
  • avatar
    Dwi Erna

    bgus bgt

    15d

      0
  • avatar
    FebriyawanFeri

    good

    21d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes