logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

6. Seung Gulzar Athario

"Aku seperti jaring laba-laba itu, bergantung pada dinding-dinding waktu yang menyulam semu. Mengganggu mata hingga terusir dalam jelaga luka, tak pantas mendapatkan rasa atau pun mendapat tegur sapa. Sebab aku hanyalah parasit yang berusaha menjadi manusia di mata dunia."
—Pelabuhan Cinta Arsila—
.
.
.
.
.
.
Happy Reading!
"Lepas, aku mohon ...." Teriak anak kecil itu sambil memukul tubuh yang kini membawanya menjauhi tempat itu.
"Aku mau menolong Papa dan Mama juga," ia berteriak keras untuk terakhir kalinya disertai dengan air mata yang mengucur deras dari pelupuk mata indahnya.
"Papa ... Mama!" Teriak Seung sambil membuka matanya, keringat dingin sudah mengucur deras di tubuhnya.
Sejak kejadian masa lalu itu membuat Seung selalu di hantui oleh rasa takut dan penyesalan. Selalu menyalahkan diri kenapa dulu ia tak cukup kuat untuk melepaskan diri agar bisa membantu kedua orang tuanya.
Seung menjambak rambutnya keras, lalu menyingkirkan selimut di tubuhnya. Ia beranjak dari tempat tidur dan berjalan ke balkon kamarnya.
Ia membiarkan angin menerbangkan rambutnya, pandangannya menerawang kedepan mengingat kembali ucapan Arsila waktu itu.
Memang benar, bahwa waktu memang tidak bisa menghapuskan berbagai kenangan-kenangan yang penuh dengan luka itu. Aku belum bisa memaafkan orang-orang yang telah membunuh kedua orang tua ku hanya demi mendapatkan kekuasan.
Flasback On~
Arsila datang membawakan secangkir kopi berwarna hitam, ia menaruhnya di atas meja tepat di hadapan Seung dengan senyum tipis di wajahnya.
Angin subuh menerbangkan sedikit jilbab yang ia kenakan. "Minumlah, siapa tahu bisa meredakan dendam di hatimu." Ujarnya sambil menarik kursi untuk ia duduki, dengan jarak yang cukup jauh dari Seung.
"Meredahkan untuk sementara, tapi tidak bisa menghapus semuanya." Seung tersenyum miris, lalu menyesap kopi buatan Arsila.
"Aku tidak tahu pasti kapan dendam itu muncul di relung hati, tapi yang pasti sejak malam itu semuanya tak terkendali. Aku yang masih kecil harus pergi dengan penyesalan yang mengusik sanubari. Sebab karena mereka tempat ternyaman untuk ku pulang telah di hancurkan demi kekuasaan semata."
"Penyesalan itu yang membuat dendam ini berkembang," Jedah beberapa detik, "filosofi nya seperti kopi yang baru kamu teguk barusan. Awalnya terasa pahit, tapi lama-kelamaan membuatmu candu. Rasanya kamu ingin meneguk setiap tetes yang tersisa dalam cangkir tersebut tanpa memikirkan lagi efek samping untuk kedepannya.
Itu sama saja seperti kamu sekarang, awalnya hanya rasa sakit biasa tapi lama-kelamaan menjadi sebuah dendam yang meraja. Menutup mata, hingga menjadi penyakit akut yang sulit untuk diobati."
Mendengar itu Seung berpikir sebentar, lalu mengarahkan pandangan kepada Arsila. Menuntut jawaban lebih dari lawan bicaranya.
"Obatnya cuma satu. Berwudhu lah, bentangkan sajadah lalu tunaikan sholat. Tengadahkan kedua tangan lalu memohon lah kepada Tuhan. Insyaallah semua rasa gundah bisa terkikis." Terang Arsila lalu beranjak pergi meninggalkan Seung sendiri.
Kini Seung menatap air yang sedang jatuh dari keran, ia mengulurkan tangan dengan gemetar. Seperti ada magnet yang menyuruhnya menunaikan sholat, yang sudah lama tidak pernah dia laksanakan. Untuk sekali ini saja, ia memutuskan mengikuti nasihat gadis yang baru di kenalnya itu.
"Allahuakbar," ucapnya panjang dengan nada yang gemetar. Tanpa ia sadari ada air mata yang menggenang di sana.
Sudah berapa belas tahun ia tidak pernah lagi menunaikan perintah-Nya sebab rasa dendam di hatinya yang menutup semua hubungan dengan pencipta-Nya.
Saat di sujud terakhirnya ia menagis dengan luka, "Allah maaf kan aku yang menjauh dari-Mu, tolong terimah lagi aku sebagai hamba-Mu dengan segala kekuranganku," gumamnya dalam hati.
"Assalamualaikum warahmatullahi." Akhirnya sambil menghapus jejak air mata di pipinya.
******
Mataku terpaku di depan bangunan Tinggi yang berdiri kokoh, di sana tertulis 'Injae Company' salah satu perusahaan terbesar di Korea Selatan saat ini.
Bagai sebuah mimpi aku di terimah di perusahaan ini sebagai mahasiswa magang yang ditempatkan di bagian stap perencana di sana. Aku melangkahkan kaki dengan pelan, sembari menarik nafas pelan. Rasanya sangat gugup saat pertama kali menginjakkan kaki ditempat ini. Sebab semuanya terasa asing bagiku.
"Bismillah, semoga hari pertama di sini berjalan lancar!" Ujar ku menyemangati diri sendiri.
Aku berjalan pelan ke arah resepsionis yang duduk di sana. Setelah beberapa menit aku di arahkan ke Building di seberang sana yang akan menjadi tempatku bekerja selama 3 bulan ke depan.
Kini kakiku sudah memasuki building tempatku akan berkerja, entah kenapa ini perasaanku saja atau memang benar adanya. Pandangan mata setiap orang di ruangan ini seakan menatap ku penuh dengan tanda tanya.
Aku berjalan menuju ruangan ketua dari devisi perencana untuk menanyakan tentang tugas-tugas ke depannya. Setelah selesai urusan semuanya, aku berjalan lagi ketempat duduk yang sudah di siapkan untukku.
Aku menaruh tas, lalu mengambil tempat duduk di sana. Aku menarik nafas berat lagi untuk kedua kalinya.
Baiklah, tanpa dijelaskan lagi pun aku tahu perihal tatapan itu. Di saat semua karyawan menggunakan pakaian Fashionable dengan rambut pendek terurai atau rambut panjang yang di ikat rapih, serta High Heels dengan tinggi minimal lima senti.
Sedangkan aku hanya menggunakan gamis polos dengan outer panjang berwarna pastel, serta jilbab square yang cukup panjang yang senada dengan gamis yang ku kenakan, serta aku menggunakan flat shoes. Berbeda jauh dengan penampilan mereka bukan? Mungkin hanya aku yang menggunakan penampilan seperti ini di perusahaan ini, sebab mayoritas warga Korea bukan beragama muslim. Jadi pantas saja mereka menatapku seperti itu.
Drrttttt!
Bunyi ponsel ku terdengar, aku langsung membuka tas dan mengangkat panggilan tersebut. Di sana tertera nama Soo Yun.
"Arsila! Bagaimana hari pertama mu di sana?" Ujar Soo Yun dengan semangat.
"Alhamdulillah, cukup baik. Kalau kamu bagaimana?"
"Hari pertama ku di sini ngak berjalan baik, kamu tahu magang di perusahaan milik papa sendiri itu ngak enak. Apalagi Plan manajer nya Abang sendiri, jadi babu banget aku di sini Arsila."
Aku terkekeh mendengar penjelasan Soo Yun barusan. Mungkin karena alasan itulah aku menolak magang di perusahaan Abang ku yang kini sudah memiliki cabang di sini. Aku tidak mau terjebak di lingkungan seperti itu, tujuanku kuliah di sini adalah untuk berlari dan menjadi mandiri bukan malah bergantung terus dengan keluarga.
"Bagus dong kalau gitu, berarti Abang kamu tidak pilih kasih walaupun kamu adalah anak dari pendiri perusahaan tersebut. Percayalah Soo Yun, di perlakukan sama rata itu lebih baik dari pada menjadi ratu tapi menyusahkan karyawan yang lainnya." Terangku sambil tersenyum. "Abang kamu ingin menjadikan kamu sebagai wanita yang bisa bertanggung jawab agar kelak kamu bisa membantunya membangun perusahaan itu lebih besar lagi."
"Iya, juga si Arsila. Eh, aku matiin dulu ya aku mau ngasih berkas ini dulu ke ketua pemasaran. Kalau ngak di kasih bisa-bisa di laporin ke Abang," akhirnya sambil terkekeh pelan.
——————
Jangan lupa tinggalkan jejak Vote dan Komennya!
.
.
.
Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan utama kalian!
Salam

Comentário do Livro (41)

  • avatar
    AliaCheta82

    good

    13h

      0
  • avatar
    Momz Brio

    bagus

    19/07

      0
  • avatar
    Soraya Soraya

    asik bett, cepat bikin kelanjutan nya udah gak sabar

    06/03

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes