logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Luka Dan Cinta

Luka Dan Cinta

ylkni_


PROLOG

"Semoga rasa ini tak menjadi rusuh, saat mendengarkan kata-katamu yang mengguncang kalbu."
----Arsila----
.
.
.
.
.
Happy reading!
Tepat diambang pintu langkah ku terhenti. Dikala mata ini menyaksikan pemandangan yang menyesakkan hati.
"Saya terimah Nikah dan Kawinnya Fariza Dinar Khaira binti Wisnu Kencana Dharma dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
Ijab dan Qobul sudah terucap, Pertanda sudah tak ada lagi harapan untuk diriku bersanding dengannya.
Tanpa aku sadari, air mata sudah jatuh dipipi secara perlahan. Allah kenapa rasanya sesakit ini. Aku terisak pelan, sambil menggigit bibir bawah agar tidak terdengar orang sekitar. Terlalu takut merusak hari yang membahagiakan bagi mereka.
Allah, beginikah rasanya. saat melihat orang yang di cintai bersanding dengan orang lain, tepat didepan matamu? Dan bodohnya dirimu tidak bisa berbuat apa-apa saat itu.
Hancur, itu sudah pasti. Kecewa bukan lagi. Begini ternyata rasanya saat dirimu sudah menggantungkan semua harapan pada sosok kaum Adam, tapi tiba-tiba dipatahkan saja secara sepihak tanpa ada penjelasan, rasanya sunggu tidak enak, pahit lebih tepatnya.
Begini lah ternyata nasib kisah cinta ku yang belum sempat berlayar, tapi perahu sudah karam duluan. Di hantam ombak yang tak berkesudahan.
Perlahan, kaki ini berjalan mundur. Menjahui tempat yang tak akan pernah kudatangi lagi. Sudah cukup luka ini, sudah cukup rasa sakit ini. Aku tak mau menambah luka baru lagi dengan melihat semua kemesraan yang kalian tampilkan.
Aku membuka resleting tas ku, mencari benda pipih yang ditaruh di dalamnya dengan tangan yang masih bergetar. Setelah dapat Aku langsung mencari nomor didalam kontak pribadi ku. Setelah menunggu 5 menit akhirnya orang disebrang sana mengangkat telpon darinya.
"Assalamualaikum Abi, Hiks... Hiks. Abi bisa jemput Aku di sini ngak ...? "
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh Nak, Kamu kenapa? Kenapa kamu nangis? Abi harus jumput kamu dimana sekarang?"
"Nanti Aku jelasin Bi, yang penting sekarang Abi kesini dulu ya. Aku ada didepan Rumah dia Bi, dia yang dulu pernah datang kerumah meyakinkan Abi untuk meghitbah Ku, Abi."
"Tunggu, Sebentar lagi Abi sampai kesana. Kamu jangan kemana-mana tetap disana sampai Abi datang."
Tuttt~
Sambungan telah di matikan oleh orang disebrang sana.
*****
Di sinilah aku sekarang, berdiri mematung di depan pintu gerbang. Menunggu sang Abi datang untuk membawa pergi dari tempat terkutuk ini.
20 menit telah berlalu, terlihat dari kejauhan mobil hitam berjalan ke arahku. Dengan sigap Aku langsung berdiri, memberi tanda kalau aku Ada disini.
Abi berlalu keluar dari dalam mobil, di ikuti oleh Umi. Kedua orang yang aku sayang terdiam menatap keadaan ku yang sudah kacau begini.
"Siapa yang menikah di dalam?" tanya Abi dengan tatapan yang tidak bisa kutebak.
"Dia, Abi. Dia menikah dengan perempuan lain." Pertahanan ku runtuh lagi didepan kedua orang tua ku. "Hati ku sakit Abi di permainkan seperti ini, aku ngak kuat." Air mata kembali lagi membanjiri pipi bahkan kerudung yang kupakai sekarang pun sudah basah.
Arsila kembali menenggelamkan kepalanya ke dalam dada bidang milik Abi yang memeluknya erat, entah sedang berilusi atau tidak Arsila melihat air mata yang jatuh di pipi Tua milik Abi selama ia di lahirkan di bumi. Bukan air mata bahagia tapi air mata syarat akan luka.
Melihat anaknya dilukai seperti ini, Abi tidak terimah. Dengan emosi yang sudah tak tertahan Abi berjalan menuju tempat acara, berniat meminta penjelasan atas semua yang terjadi hari ini.
Baru dua langkah, kakinya tertahan. "Abi, jangan. Tolong jangan rusak acara bahagia mereka. Aku ngak mau menjadi pemeran antagonis di dalam sana. Biarlah Abi, biarlah aku saja yang menanggung semuanya. Aku pasti bisa Bi." Melihat anak gadisnya seperti ini, Abi pun ikut menangis. Direngkuhnya tubuh Anaknya, seolah memberikan semangat untuk tetap menjalani semuanya.
Arsila sangat-sangat ingin mengacaukan acara di dalam sana, mencaci, berteriak bahkan menuntut penjelasan atas semuanya. Tapi ia teringat bahwa apa yang tidak baik untuk dirinya dengan cara apapun untuk di perjuangkan bersama maka akan saling bertolak belakang. Arsila mencoba untuk bersabar dan di satu sisi lainnya Arsila berusaha untuk menjadikan rasa benci dengan orang-orang di sana. Entah benar atau tidak keputusannya hari ini, Arsila hanya berharap luka ini cepat berlalu saja.
"Abi percaya kamu pasti bisa melaluinya. Ingat Allah tidak akan menguji hambanya diluar batas kemanpuannya. Ikhlas kan semuanya, mungkin dia memang bukan takdir yang di gariskan Tuhan untuk dipersatukan dengan kamu, Nak."
Suara yang keluar untuk menguatkan malah semakin terdengar bergetar, bahu Abi terus saja gemetar.
"Ternyata takdir Tuhan begitu mengejutkan ya, jujur Aku kecewa dengan Tuhan, Abi. Kecewa kenapa takdir hidup ku harus dibuat sesakit ini. Tuhan memberikan cinta, tapi dia pula yang mematahkan semuanya."
"Nak, yang salah itu bukan Tuhan. Tapi perasaan kamu itulah yang harus dipertanyakan. Cinta itu bisa datang lalu pergi sesuka hati, kamu sudah tau soal itu kan. Jika kamu terlalu mencintai hamba-Nya dari pada penciptanya, ujungnya pasti akan sakit seperti ini. Maka cintailah penciptanya maka kamu akan didekatkan kepada hambanya yang taat," Abi tersenyum menatap ku yang masih dalam pelukannya.
"Kamu ingat dalam surah Al-Baqarah ayat 216 menjelaskan tentang apa? Ya, ayat itu seperti terapi untuk hati kamu yang terluka. Kadang apa yang baik untuk kita belum tentu baik di mata Allah. Manusia boleh meninggalkan kamu, tapi kamu tidak boleh meninggalkan Tuhanmu. Rasanya memang menyakitkan tapi itu cara Tuhan ngelindungi kamu dari rasa sakit yang lebih besar."
"Kita pulang sekarang ya, Umi tau pasti kamu butuh tempat untuk meluapkan semuanya."
Kami berjalan beriringan menuju mobil. Walau rasa itu masih tetap sama, setidaknya beban yang kutanggung tidak seberat semula. Karena di sini masih ada kedua orang tua ku yang akan selalu ada untuk menemani disaat masa tersulit ku.
Mobil berjalan perlahan meninggalkan tempat Acara pernikan tadi. Suasana di dalam mobil masih tetap tenang. Aku yang masih bersandar di bahu Umi di kursi belakang sedangkan Abi yang fokus menyetir.
Ralat, tapi mata Abi yang terlalu fokus menatap ku dari kaca mobil. Itu yang baru kusadari saat mata kami bertemu dan yang lebih mengejudkannya lagi di depan kami sudah ada mobil yang melaju kencang dari arah yang berlawanan.
"Abiiii, awasss!"
Mendengar teriakan ku, Abi langsung membanting setir ke arah kanan. Sempat bernapas lega tapi ternyata salah. Mobil kami sudah dihadang oleh tiga mobil yang berlawanan Arah.
"Brakk,"
"Brakk,"
"Brakk,"
"Inikah Tuhan, takdir yang kau gariskan untuk ku? Sungguh hari yang indah untuk sebuah kisah yang penuh luka."
—"Bersambung"—

Comentário do Livro (41)

  • avatar
    AliaCheta82

    good

    2d

      0
  • avatar
    Momz Brio

    bagus

    19/07

      0
  • avatar
    Soraya Soraya

    asik bett, cepat bikin kelanjutan nya udah gak sabar

    06/03

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes