logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 6 Jadian

***
Sejak tragedi konyol waktu itu, Ares tidak pernah muncul lagi. Bahkan dia tidak pernah terlihat di kampus. Duniaku jadi terasa kosong. Dia yang selalu meneriakkan namaku sampai jadi pusat perhatian. Dia yang selalu menemaniku saat aku butuh tempat untuk berkeluh kesah. Tapi dia menghilang tiba tiba seperti ditelan bumi.
Ngomong ngomong sejak kejadian waktu itu, aku dan Kayla juga tidak pernah bertegur sapa lagi. Apalagi belakangan aku tau bahwa saat dia masuk rumah sakit ternyata hanya pura pura sesak nafas. Dia melakukan itu untuk menarik perhatian Ares. Tapi Ares malah memilihku dan meninggalkannya. Malang sekali nasibnya.
"Ve.. Kok enggak pernah sama Kayla lagi sih?". Valda menyenggol siku ku seakan ingin tau.
"Ah masa sih. Kalian yang gapernah liat kali". Jawabku sambil tertawa. Berusaha menutupi fakta sebenarnya.
"Biasanya kan kalian selalu berdua. Mana satu project bu Yanti kan".
"Enggak ah. Perasaan kalian aja. Baik baik aja kok. Enggak ada apa apa". Aku kembali berdusta.
Biasanya kalau sudah seperti ini Ares akan muncul. Seperti ada ikatan batin. Dia selalu berhasil memyelamatkanku dari basa basi memuakkan seperti ini. Apalagi Ares tau aku bukan tipe orang yang mudah bergaul. Ah sial. Aku mulai merasa kehilangannya lagi.
***
Kuliah sore yang harusnya diisi Pak budi ternyata malah kosong karena beliau ada urusan. Tapi semesta seakan melarang kami untuk pulang lebih cepat. Hujan turun dengan sangat deras disertai angin.
Aku berdiri di depan kelas. Memperhatikan langit yang memuntahkan semua emosinya sore ini. Kemudian aku sadar bahwa tidak membawa payung. Tapi tenang kan ada Ares.. Ah sial. Lagi lagi aku teringat padanya. Apa karena aku sudah terlanjur bergantung padanya, makanya aku merasa kehilangan.
Kurang ajar sekali. Beraninya dia menghilang sampai membuatku khawatir. Bahkan pesan atau teleponku pun tidak digubrisnya. Anak itu sukses besar membuatku khawatir.
Kenapa dia bisa membuat hidupku sehampa ini sih. Apa karena kami sudah terbiasa bersama selama ini? Atau karena aku juga memiliki perasaan yang sama?. Tidak. Kami hanya berteman. Tidak lebih.
Hujan mereda. Anak anak sudah berhamburan keluar untuk pulang. Begitupun denganku. Banyak genangan air. Jadi ku pelankan langkah, takut membuat basah.
"Ve!". Seseorang meneriakkan namaku. Aku langsung menoleh. Berharap sang pemilik suara adalah Ares. Orang yang aku rindukan selama ini.
"Oh iya". Agak kecewa aku menjawab. Karena ternyata yang memanggilku adalah Dio. Teman Ares.
"Ada titipan dari Ares". Dio menyodorkan sebuah kotak kepadaku.
"Eh iya. Makasih". Aku gelagapan. Antara kaget dan bingung. Sementara Dio langsung pergi setelah memberikan kotak itu padaku.
Ares aneh sekali. Apa coba motivasinya memberikanku ini setelah menghilang dan tidak bisa dihubungi. Maksudnya apa sampai membuatku kelabakan seperti ini.
Sesampainya di kos, langsung ku buka kotak dari Ares. Ternyata isinya sebuah rekaman suara. Sumpah Ares aneh sekali. Aku semakin tak mengerti dengan tingkahnya. Langsung ku ambil headset dan mulai mendengarkan.
"Ve.. Sebelumnya aku minta maaf untuk banyak kesalahan yang udah aku perbuat. Maaf udah bentak kamu. Maaf udah buat kamu kecewa. Dan.. Maaf kalau ternyata aku jatuh cinta sama kamu. Perasaanku ke kamu tulus Ve. Bukan sekedar rasa sayang seorang teman. Aku mau lebih. Aku cupu ya? Nggak berani ngomong langsung ke kamu. Soalnya aku takut kamu akan jauh lebih kecewa sama aku. Tapi aku nggak bisa lagi nyembunyiin perasaanku ke kamu. Makasih ya, udah selalu ada buat aku. Terimakasih udah kasih aku rasa nyaman dan kebahagiaan dan aku harap aku bisa jadi salah satu kebahagiaan kamu selamanya. Terserah kamu mau merespon perasaanku seperti apa. Itu hak kamu. Kalau kamu mau menerima perasaan aku, kamu bisa temui aku malam ini di bukit belakang kampus. Tapi kalau kamu nggak bisa terima perasaan aku, yaudah enggak apa apa. Aku bisa terima. Aku nggak akan ganggu kamu lagi selamanya". Suara Ares terdengar agak bergetar.
Tubuhku mematung. Tidak tau harus bersikap seperti apa. Di sisi lain, ada perasaan yang sama tengah berteriak kegirangan di dalam sana. Tapi di sisi lain, ada rasa tidak rela untuk menghianati pertemanan kami selama ini.
Ternyata kata orang bahwa laki laki dan perempuan tidak bisa berteman itu benar. Kedekatan kami selama ini menumbuhkan benih rasa nyaman. Kemudian dengan lancangnya menjalar dan membentuk tunas tunas cinta penuh kasih.
***
Ku putuskan untuk datang menemui Ares. Tidak bisa ku pungkiri bahwa aku juga mencintainya. Entahlah aku bisa gila jika kehilangannya. Memangnya kenapa kalau aku jatuh cinta pada temanku? Kami sama sama tidak memiliki pasangan. Tidak ada yang salah kan? Kami hanya berusaha untuk menyatukan perasaan dalam balutan kasih.
Kali ini entah kenapa aku lebih bersemangat. Sengaja ku pakai riasan tipis dengan lipstik nude agar terlihat natural. Aku juga memakai cat kuku supaya terlihat lebih feminim.
Sedikit takut saat aku sampai di lokasi. Karena tidak ada orang sama sekali. Semangat yang tadinya membara kini mulai terkikis. Aku melihat sekitar dengan seksama. Tapi tidak ada orang sama sekali. Sempat terfikir bahwa Ares tengah mengerjaiku, namun Ares tidak mungkin setega itu.
"Ares.." Panggilku dengan suara lirih. Tapi tidak ada yang menyahut. Sepi sekali. Hanya terdengar suara hewan malam yang membuatku bergidik ngeri.
Putus asa dengan kenyataan, ku putuskan untuk kembali pulang saja. Jahat sekali dia berbuat seperti ini padaku. Bahkan mataku sudah memanas. Ingin rasanya menangis sejadi jadinya.
Saat aku berbalik dan bersiap untuk pergi, tiba tiba terdengar sebuah suara. Tidak terlalu jelas aku mendengarnya. Tapi sukses membuatku semakin ketakutan. Pikiranku sudah melayang jauh kalau kalau ternyata suara itu bersumber dari orang jahat.
"Mau kemana?". Seseorang menepuk bahuku dari belakang. Aku terperanjat. Kaget sekali. Dan saat aku berbalik, ternyata Ares. Aku langsung memeluknya erat. Tangisku pecah. Aku takut sekali.
"Kenapa?". Tanya Ares padaku sembari mengelus puncak ubun ubunku.
"Jahat banget. Aku takut". Jawabku terisak. Ku pukul pelan lengannya.
"Maaf ya". Suara Ares merendah pertanda bahwa dirinya menyesal.
"Aku mau liatin kamu ini". Sambung ares. Tangannya merogoh ke dalam saku. Mengambil sebuah benda seperti remote kemudian menekannya.
Banyak lampu lampu kecil menyala. Diantaranya ada yang berbentuk hati mengelilingi kami berdua. Indah sekali.
"Boleh aku jadi pasangan hidup kamu?". Ares kembali menatapku.
Tatapannya teduh sekali. Entah sudah berapa kali aku terbius dengan tatapan itu. Tapi aku tidak pernah bosan melihatnya. Sepertinya aku memang sedang dimabuk cinta.
"Iya". Aku mengangguk antusias. Ares tersenyum kegirangan. Dia merogoh sakunya lagi. Kali ini dia mengambil sebuah kalung dengan liontin gembok. Kemudian memakaikannya kepadaku.
"Ini gembokku. Kamu nggak boleh kemana mana". Jelasnya padaku.
"Cuma aku yang punya kuncinya". Lanjut Ares. Memperlihatkan pergelangan tangannya yang sudah dilingkari sebuah gelang dengan bandul kunci.
Aku hanya tersenyum. Bahagia sekali rasanya. Kalau boleh, aku ingin mendeklarasikan diri sebagai wanita terbahagia malam ini. Berlebihan sekali kan? Terserah. Pokoknya aku bahagia.
***
Aku tidak menyangka bahwa kehidupanku jauh lebih bermakna ketika aku memutuskan untuk berkomitmen dengan Ares. Hubungan kami semakin intens. Ares tidak hanya memberikanku kebahagiaan dan rasa nyaman. Dia bahkan memperlakukanku selayaknya putri. Beruntung sekali aku memilikinya. Dan aku harap dia merasakan hal yang sama.

Comentário do Livro (41)

  • avatar
    whana pullunknirwanawhana085co,id

    bagus sekali ceritax....

    30/06

      0
  • avatar
    GiyaiDebora

    Hai lagi apa ngapain perkenalkan nama saya Deborag

    09/06

      0
  • avatar
    hhImah

    bagus delali

    01/06

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes