logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 4 Benih Cinta

Malika yang mulai bete dan gelisah, memutuskan untuk pergi ke rumah Shereen. Mereka memang sudah bersahabat sejak kecil. Jadi bisa dipastikan jika mereka berdua selalu bersama meski terkadang tidak. Dikarenakan kesibukan pribadi masing-masing, yang membuat waktu kebersamaan mereka pun berkurang.
"Bete gue, apa gue ke rumah Shereen aja, ya?" pikirnya.
Berapa menit kemudian, ia pun bangkit dari ranjangnya. Mengganti pakaian rumahnya dengan stelan kasual yang sederhana. Ia pun ke luar kamar dengan langkah tergesa-gesa.
"Mau ke mana? Kamu nggak makan malam dulu?" sapa ibunya seketika.
"Eh, Ma? Aku pamit ke rumah Shereen dulu, ya. Nanti aja makannya." Malika meloyor pergi seusai berkata demikian.
"Dasar, anak muda," seloroh ibunya, menggelengkan kepala melihat tingkah laku putri tunggalnya itu.
***
Di kamar, Shereen sedang asyik berbaring memainkan gadget-nya. Tiba-tiba saja ada seseorang tanpa permisi membuka pintu kamarnya dan duduk di tepi ranjangnya. Shereen yang sedari tadi fokus memerhatikan layar ponselnya, menoleh ke arah orang yang baru saja masuk ke dalam kamarnya.
“Eh, kebetulan elo datang, Ka. Bete gue di rumah sendirian. Dari waktu kita pulang tadi sore sampai habis maghrib gini, nyokap dan kakak gue nggak ada di rumah," ujar Shereen, yang langsung mengubah posisi terbaringnya dengan duduk tepat di samping Malika.
“Ya, Reen, gue juga bete di rumah. Terus juga kayak gelisah gitu, deh sejak pulang dari tempat permainan biliar itu," sahut Malika tampak murung.
“Gelisah gimana maksud elo?”
“Yaa ... gimana, ya, gue jelasinnya? Pokoknya ini aneh banget. Gue juga sebenarnya ke sini mau omongin ini ke elo, Reen,” tutur Malika terlihat bingung dan ragu untuk mengatakan apa yang baru saja terlintas di benaknya.
“Ayolah cerita aja sih, Ka. Kayak baru temanan aja. Kita, 'kan sahabatan udah lama.”
“Gue nggak tahu, Reen. Kenapa, ya, tadi pas waktu kita semua udah pada pulang tiba-tiba gue tuh ... ehmmm ... gue tuh jadi kepikiran cowoknya Silva,” terang Malika jujur, terpancar kelegaan usai mengungkapkan isi pikirannya kepada sang sahabat.
“What? Maksud elo, Erga?” pekik Shereen, tak percaya dengan pengakuan jujur sahabatnya itu.
“Iya Reen, ya ampun nggak mungkin, 'kan gue bisa suka sama Erga. Dia, 'kan pacarnya Silva. Mana mungkin gue mengkhianati dia, sedang gue aja dekat juga sama Silva. Tapi kenapa, ya, malah jadi terbayang wajah Erga terus di pikiran gue, Reen?”
“Fix sih, itu mah elo emang benar suka sama Erga. Kalau elo mau gue bisa bantu elo kok.”
“Bantu apa?”
“Bantu elo mengungkapkan isi hati elo sama Erga, ya maksudnya nggak sampai bikin elo harus jadian juga sama dia. Gue juga tahu kalau dia pacarnya Silva.”
Usai mengatakan secara jujur kepada sahabatnya dan mendengarkan saran dari Shereen, akhirnya Malika menyetujui apa yang disarankan Shereen kepadanya. Walau ia sadar ini tak mungkin dan ini benar-benar gila, gimana perasaan Silva teman dekat sekaligus sahabatnya bila mengetahui hal tersebut?
Malika mulai lega dan tenang setelah mencurahkan isi hatinya kepada sang sahabat, Shereen. Ia pun kini sudah berada di kamarnya dan dapat tertidur lelap.
***
Di lain tempat, Silva tersenyum sendiri mengingat kejadian tadi siang. Walaupun ia sempat marah dan kesal, tapi ternyata Erga masih ingat dengan hari ulang tahunnya. Terbukti dengan kotak mungil berisi gelang emas putih cantik dengan aksen permata indah di setiap sisinya. Ya itulah kado spesial hadiah ulang tahun Silva dari Erga.
"Gue bahagia banget bisa memiliki elo, Ga. Elo benar-benar cowok yang baik dan idaman gue banget. Terima kasih, sayang atas kado spesialnya," gumam Silva dalam hati, sembari membuka kotak mungil berisi gelang emas putih nan cantik.
Dengan kebahagian yang diberikan Erga saat ini, apakah Malika bisa tega merusak segalanya, merusak persahabatan dan hubungan dua insan yang sedang kasmaran?
Tiada yang salah dengan menyukai ataupun mencintai orang lain. Hanya saja waktu yang terkadang kurang tepat dan salah prediksi. Kita juga tak bisa 100 persen menyalahkan orang ketiga bukan?
***
Malika mulai merasa bersalah setiap bertemu Silva. Namun, perasaannya tidak bisa dibohongi. Ia tak mungkin berkata jujur kepada Silva saat ini. Yang paling membuatnya merasa takut adalah ketika Silva mengetahui sendiri masalah ini. Pasti ia akan marah besar atau mungkin bisa membenci Malika seumur hidupnya.
Tiada yang lebih menyakitkan selain melihat orang yang kamu sukai, sejak awal telah dimiliki oleh orang lain. Memendam rasa seorang diri tanpa diketahui orang yang kita sukai itu cukup menyiksa batin. Apalagi jikalau sahabat sendiri berkhianat, apa tidak sama-sama menyakitkan?
Erga dan Silva tidak pernah tahu gimana perasaan Malika. Mereka tidak tahu apa yang selama ini Malika pikirkan. Mereka tetap bersama menjalin hubungan sepasang kekasih. Jelas di sini Malika yang menahan perih jikalau melihat Silva dan Erga berdua bermesra-mesraan. Lalu, salah siapa? Apakah salah Malika yang mulai jatuh cinta dengan kekasih sahabatnya?
Mungkin di satu sisi Malika memang bersalah. Sebab ia sudah berani menaruh hati pada tempat yang salah. Namun, bukankah rasa suka dan cinta selalu datang tiba-tiba. Seperti langit yang cerah lalu tertutup awan kelabu & secara bersamaan turunlah hujan dengan begitu deras tanpa peringatan apa pun. Begitulah perasaan hati Malika saat ini.
Lalu, apa yang harus Malika lakukan dengan perasaannya? Haruskah ia berkhianat? Semakin hari memikirkan itu semua membuat batin dan pikiran Malika semakin tersiksa.
"Apa gue benar-benar menyukai, Erga?" batinnya.
"Apa jadinya jika teman-teman 1 kampus tahu jika gue menyukai cowok sahabat gue sendiri? Mau ditaruh di mana muka gue? Apalagi zaman sekarang, 'kan lagi viral tentang pelakor atau perebut laki orang. Emang sih, mereka baru pacaran. Tapi tetap aja, julukan tuh selalu tersemat bagi para wanita yang merebut lelaki milik wanita lain," pikirnya merasa resah.
Dari tadi Malika tampak resah dan gelisah, ia lalu menghidupkan televisi di kamarnya. Terdengarlah suara, ku menangis ....
Sinetron drama kesukaan para ibu-ibu dikala senggang sehabis mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Tapi sepertinya bukan hanya ibu-ibu saja yang menyukai sinetron tersebut. Para gadis pun mulai menyukai sinetron yang penuh konflik dalam berumah tangga.
Tanpa sengaja, Malika merasa jika sinetron yang sedang ia tonton ini menyindir dirinya. Bayangkan saja judulnya, Aku Menjadi Madu Sahabatku Sendiri. Untung saja Silva belum menikah dengan Erga. Memang, apakah Malika mau menjadi madu dari sahabatnya sendiri?
“Sial, kenapa sinetron ini seperti menyindir gue,” batin Malika mengganti saluran televisinya.
***
Hi, Readers!
Ini novelku yang pertama di platform ini.
Semoga kalian suka dengan ceritaku ini, ya.
Terima kasih & selamat membaca.
Ikuti jejakku di IG: @yenifri29 & @yukishiota29

Comentário do Livro (13)

  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    05/08

      0
  • avatar
    riwprojects

    semangat kak Yuki bagussss kok

    24/06

      0
  • avatar
    Indra Suryanto

    Bagus

    16/06

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes