logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 5 Kenyataan Pahit

Setelah diterima di Cafe 'Koffiehuis' milik Haz di kawasan Jalan Cik Di Tiro, Shanum langsung mencari indekos supaya lebih dekat dengan lokasi kerja ataupun kampus. Apalagi, jam kerja Shanum mulai senja hingga tengah malam. Jika harus pulang ke rumah khawatir terjadi apa-apa saat perjalanan. Dia juga tidak mungkin selalu mengandalkan sahabatnya untuk antar jemput, meskipun Gio sendiri tidak merasa keberatan sama sekali. Meski begitu, Shanum merasa tidak enak hati dan mengkhawatirkan Gio.
Mendengar kabar tersebut, ibu dan adik Shanum merasa senang. Satu sisi mereka selesa cita. Namun, di sisi lain ada kekhawatiran yang dirasakan sang ibu. Beliau mengkhawatirkan kesehatan putrinya karena harus membagi waktu antara kuliah dan bekerja. Di tengah kekhawatiran itu, Shanum mampu meyakinkan kalau dia akan baik-baik saja. Shanum juga percaya karena yang mempekerjakannya adalah dosennya sendiri. Seorang pria yang selama ini dia kagumi.
"Shan, kamu yakin gak papa kerja di situ?" Gio mempertanyakan keyakinan sahabatnya untuk bekerja paruh waktu.
"InsyaAllah, Gio," jawabnya singkat.
"Tapi, Shan. Kamu gak curiga? Masa sih, Pak Haz langsung nerima kamu kerja gitu aja. Tanpa pertimbangan apapun. Tiba-tiba, lho, Shan." Laki-laki dengan model rambut poni pendek dan bermata hazel ini mulai mencurigai dosennya. Dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan.
"Gak lah, aku sih positif aja. Mungkin cafenya emang lagi butuh karyawan," terang Shanum sambil menyeruput jus alpukat yang dia pesan dari kantin kampusnya.
****
Koffiehuis, hari pertama kerja,
Cafe dengan nuansa Eropa itu menyajikan berbagai minuman dengan campuran bahan utama kopi. Beberapa dessert pun tak luput dari campuran berbau-bau kopi. Untuk makanan berat, tidak ada menu yang menyediakan nasi, hanya ada makanan berbahan dasar roti dan kentang. Cafe tersebut selalu ramai oleh mahasiswa karena letaknya yang memang dekat dengan kampus. Kalangan biasa pun tak sedikit pula yang datang untuk sekedar nongkrong dan berbincang-bincang sambil menyantap makanan atau minuman favoritnya.
Selain karena menu yang disediakan cocok dengan lidah orang Indonesia, interior cafe pun sengaja dibuat instagramable untuk menarik perhatian pengunjung. Meski tempatnya tidak besar, tetapi cafe yang banyak diminati kaum muda itu memiliki dua lantai. Lantai kedua tidak kalah menarik dengan lantai bawah. Tema outdoor dengan lampu hias yang menggantung semakin menyempurnakan keindahan cafe saat malam hari.
Shanum yang baru saja bekerja merasa sedikit canggung karena sama sekali dia tidak mempunyai pengalaman kerja di tempat lain. Kemeja putih, rok plisket hitam, jilbab hitam dan celemek coklat muda dikenakannya. Dia berdiri di sebelah kasir menunggu pengunjung datang.
"Shanum." Suara head waiter memanggilnya dari pintu dapur.
"Iya, Pak." Shanum segera mendekat.
"Saya cuma menyampaikan pesan atasan, kamu di sini masih dalam masa magang. Selama tiga bulan ini jaga attitude kamu, bahkan setelah selesai masa magang. Semua yang kamu lakukan akan kita pantau," papar laki-laki yang usianya tidak jauh dari Haz.
"Baik, Pak Rian. Saya paham." Gadis berwajah oriental itu mengangguk dan menundukkan kepalanya.
"Kalau ada apa-apa kamu bisa tanya atau hubungi saya, oke? Dan satu lagi, jangan panggil saya, Pak. Mas, aja." tutur Mas Rian dengan santai.
"Ok, Pak. Eh ... Mas," jawab Shanum. Dia kembali bekerja dan berdiri di sebelah kasir dengan memegang bolpoin dan buku menu.
Waktu senja mulai berakhir, cahaya oranye keemasannya mulai menghilang dari langit. Semakin gelap, cafe tersebut semakin ramai. Shanum mulai disibukkan dengan pekerjaanya. Dia melayani setiap tamu yang datang, mencatat menu, mengantarnya kepada chef di dapur, dan membawa kembali pesanan para pengunjung. Saat mengantar minuman di meja dekat jendela, mata shanum tertuju pada mobil Kia Rio Matic putih yang terparkir di depan cafe. Seorang wanita berusia 25 tahun keluar dari kendaraan roda empat tersebut. Kacamata hitam bermanik dilepasnya ketika masuk. Kerudung merk Gucci di ikatnya ke belakang leher. Gayanya yang classy membuat siapa saja yang melihatnya terkagum-kagum. Saat menyusuri setiap tempat duduk, lengannya tanpa sengaja tersenggol gelas kotor yang dibawa Shanum.
Wanita tersebut berhenti. "Hey, kamu." Dia menunjuk Shanum yang sedang berjalan menuju dapur.
"Saya?" tanya Shanum, dia menghentikan langkahnya dan berbalik ke belakang.
"Iya, kamu. Waiter baru ya?" decak wanita itu sambil mendekati Shanum. Semua mata tertuju pada mereka.
"Kamu tau gak harga baju ini berapa? Gaji kamu gak bakal cukup buat beli ini baju!" teriaknya dengan kesal.
Shanum terkejut dengan ucapan wanita berlekuk tubuh ideal itu. "Maaf, masalah Anda apa, ya?" tanyanya.
"Masih nanya kenapa? Baju saya kotor gara-gara kena gelas kotor yang kamu bawa!" bentaknya, sambil mengarahkan jari telunjuk ke dahi Shanum.
Suasana semakin tegang dan emosi wanita itu mulai tak terkendali. Shanum yang melihat baju orang itu bersih tanpa noda merasa sedikit geram dan hampir terbawa emosi karena diperlakukan dengan tidak wajar. Mendengar teriakan, Haz datang dari lantai atas dan menghampiri kedua perempuan muda tersebut. Melihat Haz berjalan dari arah tangga, wanita itu langsung mendekatinya dan menggandeng lengan Haz dengan manja.
"Sayang, kamu itu kalau mempekerjakan orang baru yang teliti dong, liat nih, baju aku kotor kena gelas kopi gara-gara waiter baru itu nyenggol aku tadi," keluhnya.
[Apa? Sayang?] gumam Shanum dalam hati. Dia berjalan menuju meja kasir untuk menyimpan gelas, lalu mendekati Haz.
"Maaf, bukan gitu kejadiannya, Pak. Bisa aku jelasin," pungkas Shanum. "Aku nyenggol gak keras. Lagian, baju ibu itu 'kan gak kotor, Pak." Shanum menjelaskan dengan hati-hati.
"What? Ibu itu? Wah, ngledek kamu, ya," pekiknya sambil meletakkan kedua tangannya ke pinggang. "Saya calon istri pimpinan kamu, jadi jaga sikap kamu!" paparnya dengan ketus.
"Udah, udah, Reina. Berisik tau gak? Kamu udah bikin keributan di tempat saya. Sekarang ayo ikut saya." Ditariknya tangan Reina menuju keluar cafe.
"Oh, iya. Sorry, Shan." Haz melambaikan tangannya ke arah Shanum.
Shanum terlihat masih shock dengan kejadian yang baru saja dia alami. Betapa terkejutnya dia kalau hari itu akan dipermalukan dan direndahkan oleh orang yang tidak dia kenal. Lebih tercengang lagi kalau ternyata Haz sudah mempunyai calon istri. Kenyataan pahit yang masih belum bisa dia percaya. Beberapa waiter masih memperhatikan Shanum yang berdiri di depan tangga.
"Shanum, ga usah diambil hati, ya. Reina emang orangnya kaya gitu." Mas Rian menghampiri Shanum dan menenangkan hatinya.
"Kamu gak papa, 'kan?" tegur Mas Rian.
"Oh, iya, Mas. Aku gak papa kok. Maaf aku mau ke musolah dulu." Shanum pergi dengan wajah shock.
Di dalam musala, dia duduk dan tertegun. Nanarnya kosong menatap dinding. Perasaannya kini seperti banyak jarum yang menusuk kalbunya. Dia berharap apa yang baru saja dia dengar hanyalah mimpi karena dia masih belum siap menerima kenyataan kalau ternyata Haz sudah mempunyai tambatan hati. Sesekali dia menepuk pipinya.
[Bangun, Shan. Ini bukan mimpi. Apa yang baru saja kamu lihat dan kamu dengar adalah benar. Reina adalah calon istri Haz]
gerutunya dalam hati.
[Ah, tapi ... 'kan baru calon, belum jadi istri] batinnya.
"Astaghfirullah, Shan. Gak boleh gini. Sadar, Shan. Sadar!" Dia menepuk kepalanya lalu berdiri mengambil air wudu untuk salat magrib.

Comentário do Livro (404)

  • avatar
    Xaviera

    Bagus banget nget... ceritanya😍😍

    18/05/2022

      0
  • avatar
    Damaya_29

    Senangnya Shanum bisa ketemu si anu🙈

    17/05/2022

      0
  • avatar
    ishaqlaila

    secangkir teh, secangkir harapan. selalu ada jalan utk rekonsiliasi. mantap

    04/05/2022

      1
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes