logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Guci Pernikahan

Michael menikmati makan siang bersama Fendy, sesekali ia mencuri pandang melihat pada guru cantik dan masih muda itu. Senyuman Fahima begitu manis dan tulus ketika bersama siswa-siswanya. Entah mengapa seakan ada magnet yang terus menarik Michael sehingga ia merasa tidak puas melihat wanita itu.
Pria itu berkeliling di pantai Tongsai dan memeriksa semuanya, sesuai permintaan papa, karena tempat itu milik pribadi keluarga Hardianto. Hingga sore hari Michael dan Fendy masih berada di lokasi pantai bernuansa Chines itu. Selesai berkeliling, bos besar berjalan ke tepi pantai dan melihat para siswa bersiap untuk pulang dengan bis.
“Baiklah semuanya, kalian telah menyelesaikan belajar di SD dan akan melanjutkan ke jenjang SMP.” Fahima berdiri di depan siswa kelas enam sekolah dasar.
“Ingat, selalu rajin belajar dan beribadah, bersikap baik dan sopan, menghargai dan menghormati seuma orang. Beradap dan berilmu.” Guru cantik itu tersenyum.
“Berikan pelukan pada Bu guru!” Fahima membentangkan tangannya dan semua siswa menyerbu dirinya. Mereka tertawa bersama dan beberapa anak perempuan menangis karena sangat menyukai Fahima. Sebelum anak-anak masuk ke bis dengan teratur, wanita itu memberikan pelukan dan tinjuan lembut dengan siswa-siswinya.
“Dia seperti Mama.” Michael tersenyum dan terus memperhatikan Fahima hingga bus itu meninggalkan lokasi pantai.
“Tuan Muda, mobil sudah menunggu.” Fendy melirik Michael.
“Ah, aku harus mengambil guci pernikahan di rumah Oma.” Michael berjalan menuju mobil yang terparkir di pintu masuk.
“Maaf Tuan, apa Anda akan menginap di sini?” tanya seorang pria keturunan Tionghoa yang menjadi penanggung jawab pantai Tongasai.
“Tidak, aku akan menginap di hotel Paraday.” Michael masuk ke dalam mobil diikuti Fendy. Mobil mewah melaju dengan kecepatan sedang menuju perkampungan Chines bernama desa Kunday.
Sebuah rumah besar dengan halaman rumput hijau terawat, berpagarkan teralis besi, tujuh patung kuda dengan warna putih dan hitam menyumbut kedatangan Michael. Pria itu turun dari mobil dan melihat lapangan basket, aula dengan dinding kaca sebagai tempat pertemuan. Begitu hening. Michael tersenyum, ia merasa nyaman dengan suasan tenang itu.
“Bus tadi?” Michael menaikkan alisnya. Bus sekolah yang tadi Michael lihat di pantai berhenti di depan rumah keluarganya. Fahima turun menemani seorang bocah laki-laki sangat tampan dengan kulit putih bersih.
“Sudah sampai.” Fahima tersenyum.
“Terima kasih, bu.” Anak laki-laki itu memeluk Fahima yang berjongkok.
“Belajar yang rajin, selalu pertahankan prestasi kamu.” Wanita itu mengusap kepala siswanya.
“Bu, mendekatlah.” Anak itu melambaikan tangannya.
“Ada apa?” Fahima mendekatkan wajahnya dan sebuah ciuman mendarat di pipi.
“Terima kasih.” Anak laki-laki itu berlari masuk ke dalam pagar yang telah terbuka.
“Hah, anak yang sangat berani.” Fahima mengusap pipinya dan kembali ke mobil.
“Waaaah, Kakak El.” Anak itu memeluk Michael.
“Apa kamu mengenalku?” tanya Michael heran karena dirinya jarang pulang ke Bangka.
“Tentu saja, Mamaku selalu memperlihatkan foto-foto kakak El dan kakak Jo,” ucap bocah itu.
“Pasti sikap kamu menurun dari Jordan.” Michael melihat Bus yang telah pergi.
“Benarkah?” Joe tersenyum.
“Aku melihat kamu berani mencium seorang wanita.” Michael tersenyum.
“Kakak harus tahu, Guruku adalah yang tercantik dan baik di sekolah.” Joe berjalan masuk ke dalam rumah.
“Ya, dia cantik.” Michael mengikuti Joe.
“Mama, ada Kakak El.” Joe berjalan masuk ke kamarnya untuk membersihkan diri dan berganti pakaian.
“Halo El, apa kabar?” Mama Joe memeluk Michael.
“Baik Bibi, ini adalah asisitenku Fendy.” Michael melepaskan pelukannya.
“Dimana Oma dan Opa?” tanya Michael.
“Di kamar papa dan mama kamu,” jawab mama Joe.
“Aku akan menemui mereka.” Michael berjalan menuju kamar orang tuanya ketika masih tinggal di rumah itu.
“Kenapa kamu terburu-buru?” tanya Bibinya.
“Aku hanya datang untuk mengambil guci pernikahan saja.” Michael menghentikan langkah kakinya.
“Apa kamu tidak menginap?” tanya wanita itu.
“Tidak.” Langkah kaki jenjang itu semakin cepat. Fendy hanya terdiam, ia dapat melihat Tuannya tidak suka pada wanita itu.
“Duduklah, Fendy,” ucap mama Joe.
“Terima kasih, Nyonya.” Fendy tersenyum dan duduk di sofa yang ada di ruang tengah.
Michael tidak menyukai keluarga itu karena mereka tidak begitu menyetujui pernikahan Mama dan Papanya. Nyonya Li hanya wanita miskin yang tidak punya apa-apa, tetapi berhasil membuat Hardianto jatuh cinta hingga menikah. Selain cantik Nyonya Li juga sangat lembut dan baik.
“Halo, Oma, Opa.” Michael berdiri di depan pintu yang terbuka.
“El, masuklah!” Wanita dengan rambut yang telah putih itu tersenyum dan berjalan mendekati Michael.
“Apa itu guci pernikahan?” tanya Michael.
“Ya, guci ini diberikan turun temurun pada calon istri keluarga Hardianto.” Wanita tua itu bersemangat.
“Tetapi kenapa tidak diberikan pada Mamaku?” Michael mendekati guci berwarna merah dengan ukiran burung phonix dan bunga lotus. Sepasang suami istri yang sudah tua itu menjawab pertanyaan cucu mereka yang sudah sukses di Jakarta.
“El, apa kamu akan makan malam bersama?” tanya Opa.
“Tidak, aku hanya datang untuk mengambil guci yang seharusnya menjadi milik mamaku.” Michael menyentuh guci dengan hati-hati.
“El….” Kalimat Oma terhenti.
“Terima kasih, aku akan membawa guci ini ke Jakarta, permisi.” Michael memeluk guci dan keluar dari kamar.
“Kenapa anak itu sangat pendendam?” Oma terlihat sedih.
“Ini adalah hukum karma karena kita telah memperlakuan Li dengan tidak adil.” Opa melihat kepergian Michael.
“Tuan.” Fendy segera berdiri ketika melihat kedatangan Michael.
“Kita kembali ke hotel sekarang, aku mau tidur dengan tenang.” Michael berjalan keluar dari rumah menuju mobilnya.
“El, tidak bisakah kamu melupakan masa lalu?” Mama Joe mengikuti Michael.
“Mama adalah wanita yang baik sehingga ia mau memaafkan keluarga Papa.” Michael masuk ke dalam mobil, ia memeluk guci pernikahan.
“Permisi, Nyonya.” Fendy membungkuk dan masuk ke dalam mobil. Tidak ada yang tahu cerita tentang keluarga Hardianto yang ada di Bangka.
“Bahkan, kalian tidak mengizinkan Mamaku memiliki guci ini.” Michael memperhatikan setiap detail dari guci antic itu.
“Ini asli dan bernilai tinggi. Apa mereka takut Mama akan menjual guci ini?” Michael terlihat kesal.
Mobil memasuki kawasan hotel Paraday. Terletak di tengah-tengah lanskap tropis, Paraday Beach Resort & Spa - Sungailiat menghadap Pantai Tenggiri. Resor ini menawarkan sebuah kolam renang outdoor, spa, dan kegiatan olahraga air.
“Selamat datang, Tuan Michael.” Manager Hotel menyambut langsung kedatangan tamu terhomat itu.
“Terima kasih.” Michael berjabat tangan dengan Leo−Manager hotel.
“Aku sangat lelah dan ingin beristirahat.” Michael meminta guci yang di pegang Fendy. Guci itu hanya tinggi tiga puluh sentimeter.
“Aku akan mengantarkan, Anda. Mari ikut saya.” Leo berjalan bersama Michael dan Fendy. Kamar paling bagus dan mewah di hotel itu.
“Tuan, apa anda mau makan malam?” tanya Leo.
“Antarkan ke kamarku!” Michael masuk ke kamarnya.
“Baik.” Leo pergi meinggalkan Michael dan Fendy.
“Fendy, kamu bebas melakukan apa saja, tetapi jangan mengganguku,” ucap Michael.
“Baik, Tuan.” Fendy berjalan menuju kamarnya.
Michael membuka bungkusan guci dan meletakkan di atas meja di samping tempat tidur, ia membuka baju, merebahkan tubuh pada kasur embuk. Pria itu terus memikirkan opa dan oma serta bibinya. Dia sangat marah pada orang-orang yang telah menghina mamanya yang lahir dari keluarga miskin.
“Papa mencintai wanita yang tepat.” Michael tersenyum sinis. Dia melirik pada guci cantik yang ada di atas meja samping tempat tidurnya.
“Aku akan membawa pulang guci ini dengan selamat untuk mama.” Michael menyentuh ukiran indah pada guci.

Comentário do Livro (125)

  • avatar
    Aniie Purwanty

    kapan lanjutannya ya ka? udh nungguin lama ini 🥺🥺

    02/04/2022

      0
  • avatar
    AmzarAdam

    good

    13d

      0
  • avatar
    Oeng Skymo

    Seru bangat

    13d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes