logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Pura-pura Ganteng

Pura-pura Ganteng

Mail Ji


Bab 1: Anak Misterius

Maret, 2001
Papua, Indonesia
Suatu siang di sebuah desa yang terpencil di Papua yang jauh dari suasana perkotaan dan keramaian.
Di pekarangan sebuah gubuk tampak seorang Ibu dan anaknya serta sebuah radio jadul yang sedang menyiarkan sebuah lagu.
Sang Ibu sedang menjahit pakaiannya yang lusuh dan menikmati lagu yang disiarkan radio. Sedangkan anaknya sedang asyik bermain di dekatnya.
Dia adalah seorang anak laki-laki berkulit hitam bernama Black bermain mobil rakitan ibunya yang terbuat dari kulit buah-buahan. Di samping berkulit hitam, Black juga suka bermain di tanah yang berdebu dan tidak suka mandi.
"semua minggir! Mobil ini keluaran terbaru" kata Black (10) berlari sambil menarik mobil rakitannya yang terikat dengan tali.
Beberapa kucing yang ada di sekitarnya pun menyingkir.
"mobil ini tahan banting dan akan melaju kencang" kata Black berlari kencang dan akan menabrakkan mobil mainannya ke sebuah pohon.
"crash.." kata Black melepaskan tali yang mengikat pada mobil mainan dengan bersemangat.
Mobil-mobilannya itu pun melaju sendiri dengan kencang dan menabrak sebuah pohon.
Brakk..
Pluk..
Tiba-tiba kotoran burung mengenai mobil mainannya.
Black pun marah.
"dasar binatang, beraninya membuang kotoran di mobilku. Akan ku habisi kau" kata Black.
Tanpa basa-basi ia segera memanjat pohon tersebut.
Sedikit lagi sampai ke puncak, namun burung-burung yang ada di pohon tersebut terbang semua.
"ma.." kata Black dari jarak sekitar 3 meter di atas pohon.
"iya sayang" kata Ibu Black (35) yang tatapannya fokus pada jahitan.
"buatin Black mobil yang ada bola penghancurnya dong" kata Black turun dari pohon dan menarik mobilannya berjalan ke arah Ibunya.
"itu aja uda cukup sayang, ngomong-ngomong kamu uda mandi belum?" kata Ibu Black.
"iya ma, entar" kata Black menghampiri dan mencium pipi Ibunya.
Black selalu berkata sebentar pada Ibunya saat disuruh mandi dalam artian jika dia mengingat perkataannya itu.
Namun, kenyataannya dia sering melupakannya. Akhirnya dia terbiasa dengan tidak mandi.
Namun Ibunya tetap menyayanginya dan membimbingnya.
Black menyimpan mainannya di tanah dan duduk di samping Ibunya yang bajunya dibasahi keringat akibat terik matahari.
Curah keringat juga membasahi baju Black lantaran ia bermain di bawah terik matahari.
Tak lama pandangan Black mengarah ke langit.
"ma, aku mau bertanya sesuatu?" kata Black.
"apa sayang?" kata Ibu yang sejak tadi tatapannya pada jarum dan benang kini beralih ke anaknya.
"kenapa matahari cuma ada satu?" tanya Black.
Perlahan Ibunya tersenyum. Lalu tampak di wajahnya menahan luapan tawa agar tidak tertawa di hadapan anaknya.
"kenapa ma?" tanya Black.
Karena tak terbendung lagi, Ibu Black menaruh jarum dan benang yang ada di tangannya ke pangkuannya. Dan akhirnya Ibu Black pun tertawa terbahak.
"hahahaha huahaha hua hahahaha" tawa Ibu Black sembari menepuk-nepuk pundak anaknya.
"ada apa ma? apa ada yang salah?" kata Black keheranan.
"hahahaha, satu saja matahari tapi kamu uda hitam begitu. Uda ah pertanyaannya yang masuk akal hahaha." kata ibunya sambil berhenti tertawa dan hendak melanjutkan jahitannya kembali.
Black terdiam.
"benar juga ya" kata Black.
"mama gitu loh" kata ibunya.
Ibu Black kembali mengambil peralatan jahitnya.
"satu lagi ma" kata Black.
"apa lagi sayang?" kata Ibu Black.
"adakah sesuatu yang lebih terang dari sinar matahari?" tanya Black penasaran.
Ibu Black terdiam sejenak.
"em apa ya? mau tahu aja atau mau tahu banget?" ledek sang ibu dengan tersenyum kecil.
"mau tahu banget ma" kata Black kegirangan.
"serius?" kata ibunya sambil menjahit.
"aku serius ma" kata Black semakin penasaran.
"sini kuping mu mama bisikin" kata Ibu Black.
"iya" kata Black sambil mendekatkan telinganya ke Ibunya.
~
Di hari yang sama.
Tengah malam di suatu rumah sakit persalinan daerah Macazzart.
Ngea ngea.. Tangisan bayi di ruang persalinan.
Tampak bu Dokter dan beberapa Suster tergeletak di lantai tak sadarkan diri setelah ditampar. 
Tidak lama terdengar suara pria yang sedang marah.
"Aku tidak mau punya bayi yang aneh seperti ini. Aku tidak mau. Aku malu.." kata pria tersebut di depan istrinya.
Ternyata sang istri melahirkan anak yang punya sisik di seluruh kulit dan wajahnya. Bayi tersebut tidak tampak seperti bayi manusia biasa walau pun tangisnya seperti bayi pada umumnya.
Pria itu pun mengambil bayinya di ruang persalinan dengan paksa.
"Tidak... Jangan mas.. Jangan.." kata seorang istri menangisi bayinya yang akan dibuang.
Bayi itu dibawa pergi oleh ayahnya sendiri. Dia dibuang di tepi jalan yang gelap dan sepi seorang diri.
Setelah ditinggalkan, ayahnya tersebut pergi tanpa rasa bersalah sedikit pun.
Tidak jauh dari tempat itu, pak Doni seorang tukang becak melihat ulah bejat si bapak tersebut.
"tu orang tega benar membuang anaknya sendiri!" kata pak Doni.
Pak Doni diam-diam mendekati anak bayi yang hanya berbalut selimut yang tergeletak di sisi jalan tersebut.
Pak Doni pun menggendongnya.
"Astagfirullah." gumam pak Doni (45) dalam hati setelah melihat kulit bayi tersebut.
Pak Doni melihat ke sekitarnya tak ada seseorang yang bisa dimintai pertolongan.
"dekat sini tidak ada rumah warga, tidak mungkin aku meninggalkan anak ini sendirian di sini" kata pak Doni.
Karena kasihan, pak Doni pun membawanya pulang ke tempat tinggalnya di salah satu komplek yang dipadati orang-orang miskin, yakni gubuk di bawah kanal yang ada di suatu lorong Macazzart.
Pak Doni menaikkan bayi itu ke atas becaknya dan berangkat.
Sesampainya di gubuk, pak Doni sesekali memerhatikan anak tersebut.
"cup, cup, ngeri juga" kata pak Doni mencoba mengelus pipi anak tersebut.
Tak lama anak itu menangis. Para tetangga yang ada di sekitarnya terbangun dan kaget. Mereka pun berkumpul mendatangi rumah pak Doni.
Pak Doni pun menceritakan apa yang terjadi mengenai anak itu.
"kasihan ya anak itu" kata para tetangga saling berbisik.
"baiklah para hadirin tamu yang tak diundang sekalian, aku memutuskan akan merawat anak ini" kata pak Doni.
Para tamu bertepuk tangan. Sebagian lagi menguap karena sudah mengantuk.
"hooaaaaaaammp aku mau pulang tidur ah" kata salah seorang tetangga pak Doni.
"dan yang tidak kalah penting, aku menamakan anak ini sebagai Ridwan Sau agar kelak ia juga menjadi seorang artis" kata pak Doni hendak menamakan anak tersebut dengan nama seorang artis yang ada di Macazzart. Kebetulan pak Doni salah satu penggemarnya.
"waw tegasnya" kata beberapa tetangga yang tersisa setelah mendengarkan sikap pak Doni.
"terima kasih pak, bu, terima kasih" kata pak Doni.

Comentário do Livro (258)

  • avatar
    SherliSherli

    kerenn

    7d

      0
  • avatar
    AjaRoni

    bagus

    7d

      0
  • avatar
    ZahroAisyah

    bagus

    28d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes