logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 12 Pacar Nila Datang

Saat akhirnya Jingga pulang dari rumah Nindy, ia benar-benar mampir ke minimarket untuk membeli minuman jeruk kemasan seperti yang ia minum di sana tadi. Sesampai di rumah, ada sebuah motor asing yang terparkir di teras. Motor CBR berwarna biru metalic itu sedikit menutupi akses jalan masuk, sehingga Jingga terpaksa memarkir motornya di depan pagar.
Kemudian seorang cowok tampak terburu-buru keluar dari ruang tamu dan menyapa Jingga,
"Maaf, Mbak. Biar saya pinggirkan sebentar," ucap cowok itu sembari memajukan lalu mengarahkan lebih ke pinggir motor CBR tadi.
"Silakan, Mbak." Ia mempersilakan Jingga untuk masuk. Jingga pun melempar senyum ramah kepada si cowok, sambil menggumamkan ucapan terima kasih.
Rasa penasaran Jingga mengenai tamu cowok itu terjawab ketika Nila ikut keluar dan pura-pura memarahi si cowok,
"Kamu, tuh! Kebiasaan parkir di tengah jalan. Udah tahu motornya gede body gitu, menuhin jalan aja."
"Iya, iya, sory ...," sahut si cowok merasa tak enak hati.
Oooh, teman Nila. Atau pacarnya, palingan, pikir Jingga kemudian. Ia lalu memasukkan motornya ke dalam di sebelah motor CBR itu.
"Kenalin, Mbak. Ini Aldo, temen aku." Nila memperkenalkan si cowok berhidung bangir dan rambut cepak yang tingginya sekitar 170 sentimeter itu.
Jingga menyambut uluran tangannya sambil berkata, "Hai, aku Jingga, kakaknya Nila."
Mereka pun berbasa-basi sebentar kemudian tak berapa lama, Jingga pamit ke dalam.
* * *
"Gimana, Bu? Cakep, kan, pacar Nila?" Nila cengar-cengir di meja makan saat mereka tengah makan bersama malam itu.
"Heh, kamu itu. Jangan pacaran dulu. Kuliah selesein dulu, habis lulus baru boleh pacaran," tukas ibunya menggerutu.
"Ish, ini kan juga udah tinggal skripsi aja, Bu. Bentar lagi lulus aku mau langsung nikah, ya, Bu." Nila berkata dengan nada santai.
Tidak begitu halnya dengan tiga orang yang mendengar kalimat ajaib tersebut. Sang Ayah yang sedari tadi diam karena sedang sibuk mengunyah ceker krispy gorengan istrinya mendadak terbatuk-batuk. Sang ibu yang hendak menyendokkan nasi ke piring terbengong sampai tangannya berhenti di atas bakul nasi tanpa bergerak. Sementara Jingga terbelalak dan tersedak minuman yang tengah ia minum sehingga air tersembur ke depannya.
Nila tergelak sendiri melihat efek dari kalimatnya barusan. Ia tak menyangka keluarganya langsung bereaksi seheboh itu.
"Bercanda, tahuuuuu, wkwkwk, santai dong, Pak, Bu. Nila tahu Nila harus nungguin Mbak Jingga nikah dulu, kan?"
"Nilaaaaaa!!!" Bu Setyowati segera menegur anaknya yang bercandanya suka kebablasan itu.
"Kamu ini kelewatan bener kalau ngomong sama orang tua."
"Sampai kaget, Bapak." Pak Suhariadi ikut berkomentar setelah terlebih dahulu meminum segelas air putih dan menuangkannya juga untuk Jingga yang ia tahu barusan tersedak.
Jingga menerima gelas dari ayahnya dan segera meneguknya. Ia sedikit malu karena bereaksi seekstrim itu hanya untuk selorohan adiknya. Rupanya hatinya terlalu sensitif dengan hal-hal seperti itu sehingga membuatnya cepat baper.
Dalam hati ia berharap semoga keluarganya tidak curiga akan perasaan dalam hatinya yang sungguh akan hancur bila Nila ternyata akan menikah lebih dulu dari padanya. Tapi tampaknya mereka terlalu fokus menceramahi Nila hingga sedikit mengabaikan Jingga yang tetap hanya terdiam sepanjang sisa waktu makan malam.
Lidah Jingga mendadak terasa pahit dan perutnya pun seperti terlalu penuh sehingga ia hanya mengaduk-aduk sisa makanannya di piring tanpa menyuap. Lagi-lagi ia kehilangan selera makannya.
* * *
"Iya, gitu lah Ndy, masalahnya. Berat banget apa biasa aja sih, menurut kamu?"
Akhirnya Jingga memutuskan curhat kepada Nindy malam itu juga lewat panggilan aplikasi hijau. Ia benar-benar tak tahan untuk memendamnya sendirian. Sementara untuk curhat kepada ibunya juga tidak ada kesempatan karena selalu ada adiknya si sekitar mereka.
Terdengar suara desahan napas Nindy dari seberang.
"Emm, gimana, ya, Ngga. Emang berat sih kalo jadi kamu. Tapi udahlah jangan diseriusin dulu. Lagian kan adik kamu tadi bilang dia cuma lagi bercanda."
Jingga sama sekali tidak puas dengan jawaban tersebut. Ia kenal adiknya. Meskipun kadang memang terkesan cengengesan, dia itu bisa serius dalam hal-hal yang memang harus diseriusin.
"Entah itu tadi bercanda atau nggak, ya, Ndy. Tapi kemungkinan ke arah situ tuh emang ada. Tadi sore aja pas pulang dari rumah kamu aku ketemu pacarnya di depan. Nah, terus tiba-tiba aja dia ngungkapin mau nikah abis kuliah. Apa bukan kode keras itu namanya?"
Sejenak hening. Kemudian setelah beberapa lama, suara bijak Nindy kembali terdengar menenangkan.
"Udah, udah ... Kita andaikan aja itu emang rencana dia mau nikah habis kuliah, itu kapan? Masih lama, kan?"
"Setahunan lagi, dia sekarang udah semester 6," jawab Jingga mengingat-ingat.
"Nah, masih setahun ini. Kan kamu masih bisa nyalip dia. Gih, cari kekasih terus langsung minta dihalalin sana gak pake lama."
"Ehhh, dipikir nyari suami kayak nyari minyak goreng apa, ya. Cari, pilih, terus beli. Ish, suka ngawur, deh!"
Nindy tergelak di seberang sana. Ia lumayan puas. Setidaknya ia berhasil membuat Jingga sedikit lupa pada keresahan hatinya. Jingga ini terlalu sensitif, sehingga sedikit saja masalah mengusik hatinya, ia bisa sedih berkepanjangan, pikir Nindy dalam hati.
"Maksud aku masih banyak waktu buat kamu untuk menemukan cinta sejatimu. Jodoh akan segera datang padamu, sayang. Percayalah ...." Nindy berpesan saat mereka akan mengakhiri hubungan telepon.
Jingga sedikit tenang mendengar penghiburan dari Nindy. Tidak salah ia memilih curhat kepada temannya yang satu itu. Meskipun usianya lebih muda dari Jingga, tetapi sikapnya tampak jauh lebih dewasa dan pembawaannya lebih tenang daripada dirinya.
Ia pun mencoba memejamkan matanya dan tidur. Namun, sayang matanya tak dapat bekerja sama. Ia malah memikirkan beberapa sikap aneh Nila belakangan ini. Saat ia memarahi Jingga karena ketahuan sudah putus, misalnya. Kenapa adiknya malah memarahinya yang putus dari Miko daripada menyalahkan Miko yang selingkuh dari kakaknya? Sangat aneh, menurut Jingga.
Lain halnya jika memang dia sudah berencana ingin segera menikah. Tentu kabar putusnya sang kakak akan membuat rencananya tertunda lebih lama karena kakaknya bahkan belum punya pacar. Sementara dia harus menunggu Jingga menikah duluan.
Iya, pasti begitu alasannya. Jingga menarik kesimpulan sendiri. Dan pemikiran tersebut justru membuatnya semakin tidak dapat tidur.
Nila memang cantik dan ceria. Tipe yang banyak disukai cowok. Wajar bila ia sudah duluan dapat pacar. Dan siapa tadi pacarnya, Aldo. Tinggi, tampan dan sepertinya juga lumayan mapan. Tiba-tiba Jingga merasa iri kepada adiknya sendiri.
Ia sendiri tampaknya susah sekali bertemu cowok baik yang benar-benar tulus mencintai tanpa akhirnya menyakiti dan hanya meninggalkan luka hati.
* * *

Comentário do Livro (43)

  • avatar
    MardianaRina

    Ketika kita mengalami trauma yang sangat terpenting adalah menyendiri untuk memberikan waktu dan mengendalikan diri, juga ketenangan dan kepercayaan dalam dirinya untuk bangkit.

    04/02/2022

      10
  • avatar
    Qurratuainy

    sangat bagus

    23d

      0
  • avatar
    NazaMohd

    Naise

    28/05/2023

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes