logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 3 Dosa Yang Sama

Bugh!
Bugh!
Danu tersungkur, tak menyangka akan mendapatkan bogem di perut dari Andika, kakak Airin.
“Kamu tak ingat kata-kataku?” Kalau kamu lupa, akan aku ingatkan,” teriak Andika dengan penuh amarah.
Lelaki berkulit putih dan bermata elang itu memegang kerah baju Danu, dia begitu emosi mendengar kabar Airin terjatuh.
Intan memang sengaja dia pekerjakan, ketika tau kalau adiknya sakit karena stroke.
Niat awalnya karena tidak mungkin Danu bisa merawatnya sendirian, ternyata firasatnya sebagai seorang kakak benar.
Tadi pagi, Intan menelpon dan menceritakan semua kronologi yang terjadi, sampai Airin masih kritis.
“Kalau kamu sudah tak mampu menjaga adikku, ceraikan dia! Dengan senang hati akan ku Terima kembali,” ucapnya lagi.
Danu tertunduk, dia pasrah di hadiahi pukulan. Kalau dia masih mau menerima fasilitas mewah dan menggunakan harta Airin sesuka hatinya, maka dia tak boleh menampakkan sifat aslinya kepada keluarganya atau keluarga Airin.
“Ma— af, aku tidak tau apa yang terjadi dengan Airin.” Dengan terbata, Danu meminta maaf.
“Aku tidak butuh maafmu, yang aku butuhkan kamu menjaga adikku dengan baik.” Andika kembali mempererat pegangannya di kerah baju Danu.
“Dik, dipanggil dokter.” Intan tiba-tiba datang memanggil Andika.
Dengan kasar, dilepaskannya kerah baju Danu.
“Kita belum selesai!” ucap Andika kepada Danu.
Andika bangkit, lalu mengikuti langkah Intan, meninggalkan Danu dan keluarganya di ruangan ICU tersebut.
“Mas, sana masuk jagain kak Airin,” ucap Mira.
Danu bangkit dari tempatnya, merapikan bajunya yang kusut, lalu melangkah memasuki ruangan tempat Airin di rawat.
Kaki Danu terasa berat, masih terbayang setahun yang lalu, Airin harus di rawat di ruangan itu untuk pertama kalinya. Karena pecah pembuluh darah pada pinggang, akibat terjatuh. Airin mengalami stroke dan lumpuh di kedua kaki secara permanen.
Pelan Danu melangkah mendekati tempat tidur Airin, nampak monitor yang di penuhi kabel-kabel yang tersambung ke badan istrinya.
Belum lagi infus yang terpasang di tangan. Ada sesuatu yang perih di dada Danu, tapi dia tak tau apa itu.
 
Danu duduk di samping Airin, terlihat Airin yang sedang menutup mata, wajahnya terlihat putih pucat.
Di pegangnya tangan Airin, Danu tertegun. Dia baru sadar kalau tangan yang sekarang dia pegang tak seperti tangan Airin yang dulu.
Tangan ini hanya tulang berbalut kulit, tanpa daging. Terlihat keriput.
Dengan lembut di ciumnya tangan itu, tanpa di sadari oleh Danu, sebutir bening keluar dari mata Airin yang terpejam.
Lama Danu mencium tangan Airin, menghirup lembut wangi tangan wanita yang dulu sangat di cintainya.
Danu semakin tertunduk, dia kembali memutar memori kenangan mereka.
Flashback on
“Maaf, kalau ruangan dosen di mana yagh? Tanya seorang gadis kepada serombongan mahasiswa lelaki yang sedang duduk di depan kelas mereka.
“Dari sini terus, baru belok kiri, nagh di sana ada tulisan ruangan dosen, itu tempatnya,” jawab Danu.
“Makasih!”
Setelah mengucapkan terimakasih, gadis itu berlalu dari hadapan para pria tersebut.
“Kok nggak di kejar, Dan?” sahut teman Danu.
“Nggak, entar dia punya gebetan kayak Lala,” tolak Danu.
Serempak yang lain ikut tertawa.
Beberapa hari setelah pertemuan itu, Danu dan gadis itu kembali di pertemukan di sebuah tempat makan.
Saat itu, ternyata sangat gadis sedang bersedih karena di putuskan oleh pacarnya.
Danu yang melihat kejadian itu, akhirnya memberanikan diri mendekati gadis yang ternyata bernama Airin.
Butuh waktu tiga bulan untuk Danu mendapatkan no. Telpon gadis pujaannya itu.
Butuh waktu satu tahun untuk menjadi kekasih gadis berlesung pipi tersebut. Sayang, kebahagiaan mereka harus terhalang oleh restu kedua orang tua Airin.
Mereka tak merestui hubungan pasangan yang saling mencintai tersebut, alasannya Airin masih terlalu muda untuk menikah.
Namun, kalau cinta sudah tumbuh dalam hati dua manusia. Maka segala rintangan akan mereka hadapi.
Begitupun dengan Airin dan Danu, mereka lebih memilih kawin lari dan Airin memilih ikut pulang ke kota Danu.
Untung, keluarga Danu menerima Airin dengan baik.
Mereka hidup bahagia sampai kejadian naas itu menimpa mereka.
Suatu pagi, karena terlambat bangun akhirnya Danu buru-buru ke kantor, pagi itu ada meeting dengan perwakilan dari perusahaan luar negeri yang ingin kerjasama dengan perasaannya.
Sampai di kantor, Danu baru sadar ternyata dokumen untuk bahan rapat tertinggal. Maka dia meminta kepada istrinya untuk mengantarkan berkas tersebut ke kantor.
Malangnya, dalam perjalanan, mobil yang di kendarai Airin kecelakaan.
Walau selamat, tapi Airin harus rela untuk selamanya duduk di kursi roda.
Sejak saat itu kehidupan rumah tangga mereka berubah.
Airin yang larut dengan kesediaanya dan Danu yang butuh kehangatan. Membuat sebuah celah untuk orang lain masuk menjadi benalu di rumah tangga mereka.
 
Flasback off.
 
Danu menyugar kasar rambutnya sesat lalu kembali menatap wajah istrinya, dia mengelus lembut pipi yang dulu sering di ciumnya. Penyesalan kini hadir di relung hatinya yang paling dalam.
Ada sebuah tekad untuk berhenti menghianati Airin. Tapi, bagaimana dengan kebutuhan yang tak bisa lagi istrinya itu tunaikan?
Untuk menikah lagi, dia tak mendapat restu dari orang tuanya.
Tiiiiiiiit... tiiiiiiiiiiiiit... tiiiiiiiiiiiiit!
Kembali suara monitor berbunyi, menandakan ada yang tidak beres pada Airin.
Danu segera menekan tombol merah yang menempel di dinding tepat di samping kepala istrinya.
Seorang dokter masuk, diikuti oleh beberapa perawat. Seorang perawat meminta Danu menunggu di luar.
“Maaf, mohon bapak untuk menunggu di luar.”
“Tapi, ” tolak Danu
 
“Bapak harus mengerti, kami akan berusaha menyelamatkan pasien.” Perawat mendorong Danu agar keluar.
Mau tak mau, Danu terpaksa keluar. Dia duduk di depan ruang ICU.
“Tuhan, jika aku masih pantas untuk berdoa, maka tolong selamatkan istriku. Aku mencintainya. Tuhan kalau bisa di ulang, maka biarkan aku yang menggantikan posisi dia,” pinta Danu dalam diamnya.
*****
Maya sedang menunggu antrian di poli umum, saat dia melihat bu Marni dan Mira berjalan menuju kantin.
Dia melangkah menemui perawat yang berjaga di depan ruangan poli.
“Sus, minta maaf. Nomor antrian saya masih lama nggak?” tanyanya.
“Setelah pasien ini bu,” jawab suster dengan ramah.
“Makasih.”
Maya kembali duduk di tempatnya, tidak berapa lama namanya di panggil, setelah konsultasi dan mendapatkan perawatan seperlunya, Maya pamit pulang.
Setelah keluar dari ruangan dokter, Maya mencari apotik rawat jalan untuk mengambil obat yang telah diresepkan.
Ternyata Apotik berdampingan dengan ruang ICU, saat melewati ruang ICU. Maya melihat Danu duduk sendiri di kursi tunggu.
Tanpa fikir panjang, Maya mendekati Danu.  Niatnya untuk bertanya sedang apa dia di situ.
Tapi belum sempat kakinya melangkah seseorang membekap mulutnya dan menariknya menjauhi ruangan ICU.
*****
Maya memukul tangan yang membekapnya, dia di seret ke toilet.
Setelah mereka masuk ke dalam toilet wanita, barulah bekapan di mulutnya di lepas.
Maya berbalik, saat melihat siapa orang tersebut. Dia mendengus kesal.
“Heh, apa sih mau kamu?” tanyanya pada orang tersebut.
“Nggak salah! Harusnya aku yang nanya, ngapain kamu di sini? Ngikutin kami!” tuduh gadis yang tak lain adalah Mira.
Tadi dia dan ibunya ke kantin untuk sarapan, sesampainya di kantin mereka berinisiatif menawarkan kepada Danu untuk dibelikan makanan. Tapi, saat di hubungi hapenya tak aktif.
Maka Mira menyusul kakaknya itu, saat melihat Maya mendekat. Dia langsung berlari kemudian membekap dan menyeret wanita itu ke toilet.
“Jangan asal ngomong, aku mau ke apotik,” ucap Maya santai.
“Apotik atau apotek? Namanya pelakor nggak akan mau bicara yang sebenarnya,” ejek Mira.
Maya memutar bola matanya. “Terus! Ngapain kamu bawa aku ke sini?” tanya Maya ketus.
“Aku bawa kamu ke sini, karena tempat ini pantas buat kotoran seperti kamu,” hina Mira lagi.
Entah mengapa jika melihat muka Maya, dia tak tahan untuk mengeluarkan kata-kata kasar.
“Hehehehe, boleh saja kamu menganggap aku kotoran. Tapi, kakak kamu suka aku, berarti dia suka kotoran,” balas Maya sambil tersenyum sinis.
Wajah Mira memerah. “Dasar pelakor!! “
“Jaga mulutmu, atau ku sumpal dengan sendalku,” ancam Maya.
“Coba kalau berani!” tantang Mira.
“Ka—“
Belum selesai Maya berucap, pintu toilet terbuka, masuklah dua orang yang tak mereka kenal.
Melihat hal itu, memberi kesempatan untuk Maya pergi dari situ.
“Awas, kamu!” ancam Maya sebelum berlalu pergi.
Dia tetap meneruskan langkahnya ke apotik, saat melewati ruang ICU, matanya awas mencari Danu. Sayang, orang yang di cari sudah tak ada.
Langkah Maya yang tadinya semangat, berubah gontai. Setengah malas dia memasuki apotik, memberikan resep yang di berikan, setelah menunggu sebentar, obat yang dia tunggu telah siap.
Kembali dia keluar menyusuri koridor rumah sakit, niatnya segera pulang kerumah.
“Aduh,” pekik Maya.
Dirinya di tabrak seseorang. “Kalau jalan liat-liat dong,”
Maya tertegun setelah mengatakan itu, hatinya tiba-tiba menghangat, ternyata yang menabraknya barusan adalah Danu.
Danu bergeming, baru saja dia berjanji untuk melupakan Maya demi Airin. Ternyata, Tuhan kembali mempertemukan mereka di sini.
“Sayang, kamu kenapa?” Maya mengelus lembut pundak Danu.
Danu tak menjawab, hatinya masih bimbang.
Bukan dia sudah tak mencintai Maya, tapi tidak etis rasanya bertemu selingkuhan di saat istrinya berjuang melawan maut.
“Aku nggak apa-apa,” jawab Danu, tangannya sengaja menepis tamgan Maya yang masih mengusap bahunya.
“Tapi.... “
“Kamu, pulang dulu. Nanti aku hubungi,” perintah Danu.
Setelah mengatakan itu, Danu melangkah pergi.
Tak terima di tinggalkan, Maya mengikuti langkah Danu.  Belum beberapa langkah, terdengar teriakan.
“Heh, pelakor! Ngapain kamu ikuti anak saya?”
Ternyata bu Marni yang berteriak,orang-orang yang sedang berada di tempat tersebut serentak menatap ke arah Maya dan Danu.
“Bapak-bapak, Ibu-ibu, wanita ini pelakor, dia yang mengganggu hubungan rumah tangga anak saya dan istrinya. Sekarang menantu saya di rawat di sini, ehh... dia nyusulin anak saya,” terang bu Marni.
Tak mau mendapat masalah, Maya menghentakkan kaki kemudian meninggalkan Danu dan ibunya.
“Bu, ngapain sih, teriak kayak gitu. Bikin malu!” protes Danu, setelah Maya pergi.
“Kamu itu, istri sakit, bukannya berdoa malah ketemu selingkuhan!” ucap bu Marni.
Danu diam saja, dia malas meladeni ibunya yang salah paham.
Tanpa mereka ketahui, ternyata dari tadi Andika, kakak Airin melihat Danu dan Maya.
Susah payah Intan menenangkan Andika. “Jangan terpancing, kamu fokus dulu sama kesembuhan Airin, urusan mereka gampang.”
*****
Danu bersyukur, Airin masih bisa tertolong. Walaupun masih dalam kondisi kritis, tapi setidaknya masih ada harapan.
Selama seminggu di rawat di rumah sakit, Danu selalu berada di sampingnya. Tak sedetik pun dia beranjak, bahkan untuk makanan dia selalu di antarkan.
Melihat hal tersebut, bu Marni dan Mira sangat bahagia, bahkan Mira rela mencuri hape Danu, supaya dia tak bisa menelpon Maya.
Karena fokus dengan Airin, Danu tak lagi memikirkan Maya, pelan-pelan nama wanita itu telah hilang dari ingatannya.
Jika Danu bisa dengan mudah melupakan Maya, lain lagi dengan Maya.
Sudah beberapa hari ini dia gelisah, tak bisa tidur karena memikirkan Danu.
“Tidak boleh seperti ini, aku harus menemui Danu, menanyakan kejelasan hubungan kami,” fikir Maya.
“Tapi, bagaimana caranya supaya aku bisa bertemu dengannya? Aku ke kantornya dia tak ada, ke rumahnya juga tak ada orang. Mau tak mau, aku harus ke rumah sakit.”
Sore itu, Maya dengan mantap melangkahkan kakinya ke rumah sakit, beruntung saat memasuki parkiran di lihatnya Danu turun dari mobil.
Maya mengamati kekasihnya, menunggu beberapa saat. Setelah yakin kalau dia sendirian, barulah Maya mengikuti Danu.
Di Koridor yang lenggang, Maya menarik tangan Danu untuk ikut dengannya.
Sesaat Danu kaget, tapi saat menyadari kalau itu Maya. Dia tak jadi berontak.
Rasa rindu tiba-tiba muncul di hatinya, ada perasaan yang menuntut untuk di keluarkan.
Maya menariknya meninggalkan rumah sakit, dalam perjalanan. Danu tak lepas menatap Maya, mengapa di matanya Maya begitu cantik.
Untuk sesaat Airin hilang dari ingatannya, hanya Maya yang bertahta di kelopak mata Danu.
Pelan mobil yang mereka naiki memasuki kawasan hotel bintang lima, Maya sudah menyiapkan semua.
Dia ingin membuktikan, apakah benar Danu tak menginginkannya lagi.
Sampai di depan hotel, mereka memasuki loby, Maya mendekati resepsionis. Menanyakan kamar yang telah dia booking, setelah mendapatkan kunci kamar.
Ditariknya, tangan Danu dengan lembut. Tak ada penolakan, dia bagai kerbau yang di cucuk lobang hidungnya.
Menurut kemanapun dia di tarik, mereka menaiki tangga menuju lantai lima, kemudian menyusuri koridor hotel yang berwarna putih gading.
Sampai ke kamar 505, Maya membuka pintu, menuntun Danu masuk ke dalam kamar.
Lagi, Danu tak mampu menahan dirinya. Godaan dari Maya terlalu menantang untuk dia  lewatkan.
Ranjang Hotel kembali jadi saksi pertemuan dua insan. Kembali, malaikat mencatat dosa mereka.
Saat Danu dan Maya melepaskan kerinduan mereka, hape Danu terus saja berdering, nama Mira berkali-kali memanggil.
Entah apa yang terjadi dengan Airin.
*****
 
 
 
 
 
 
 
 

Comentário do Livro (55)

  • avatar
    Nur Mutya Mutya

    makasih

    23d

      0
  • avatar
    Yeldi Alfitra

    bagus sekali

    08/02/2023

      0
  • avatar
    DeaFifit

    kerenn

    24/11/2022

      1
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes