logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 72 Jatah Bulanan (1)

"Abang selalu mendukung yang terbaik untuk usahamu, Dek. Abang tak banyak bisa membantu, tapi yakinlah ... doa Abang akan selalu bersamamu."
Ranti lagi-lagi tersenyum.
"Abang tak masalah kan Adek tinggal beberapa hari nanti? Setelah wisuda Ryan, rencananya Ibu mengajak pulang kampung sebentar. Melihat rumah, mau memastikan kondisinya."
"Tak apa. Lagi pula Ibu sudah lama tak pulang ke rumah. Wajar saja. Mumpung ada waktu dak kesempatan. Tak usah risaukan Abang. Hanya siapkan saja stok lauk kering seperti biasanya sebelum Adek pergi. Kalian bawa mobil atau naik pesawat?"
Bayu kembali meneguk air dari dalam botol yang hanya tinggal separuh isinya itu.
"Ryan yang akan membawa mobil kita, Bang. Adek pikir lebih baik daripada naik pesawat. Anak-anak lebih nyaman karena tak harus naik turun."
Ranti diam sesaat setelah itu.
"Abang menitipkan pesan untuk Nina lewat Bang Ilham?" tanya Ranti dengan nada hati-hati.
"Ya, saat Bang Ilham datang kemari lusa kemarin. Nina sudah membayar hutangnya, Dek?"
Ranti menarik napas panjang.
"Bukan uang yang diantarkan Nina, Bang. Tapi kemarahan."
Sontak Bayu terperangah saat mendengar perkataan istrinya. Tak salahkah Ranti berbicara?
"Marah??? Abang salah jika meminta mereka membayar hutang yang memang jelas-jelas milik kita?" tanya Bayu sembari mengernyitkan dahinya. Bingung sekaligus tak percaya akan apa yang baru saja didengarnya.
"Nina marah karena Abang melibatkan Bang Ilham. Bahkan awalnya Nina menuduh Adek yang menyampaikan pesan itu."
Ranti berusaha mengucapkan kalimatnya dengan nada lembut. Tak ingin membuat suaminya emosi saat suasana cukup ramai saat ini. Ranti tak ingin menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di ruangan ini nantinya.
"Bagaimana Abang tak menitipkan pesan pada Bang Ilham? Nina tak pernah menjenguk Abang. Hanya datang pada saat sidang vonis waktu itu. Harusnya Nina berbicara langsung pada Abang, bukan dirimu."
Tampak Bayu cukup meradang saat mendengar semua kalimat yang disampaikan istrinya itu. Keluarganya benar-benar tak tahu diuntung. Sudah dipinjamkan, berbulan-bulan tak ada kata selesai.
"Hutangnya tapi dibayar kan, Dek? Biarkan dia mau marah atau apa pun, yang penting uang kita dikembalikan. Abang tak peduli!"
Ranti diam, tak tahu harus berkata apa. Haruskah Ranti jujur bicara tentang pengusiran yang sudah dilakukannya kemarin?
"Dek, mengapa diam? Biarlah Nina bayar berapa pun. Yang penting ada niatannya untuk membayar."
Ryan memilih sibuk dengan gawainya. Tak ingin ikut campur lebih dalam urusan rumah tangga kakaknya. Hanya indera pendengarannya yang lebih ditajamkan pemuda itu.
"Maaf, Bang. Kemarin Nina, Adek usir. Adek tak dapat menahan emosi saat mereka menyalahkan Adek dan berkata mengapa harus perhitungan dengan saudara. Jadi di mata mereka, kita perhitungan. Dan sepertinya tak ada gelagat yang itu akan dibayarkan. Jika memang berniat membayar, tentunya mereka akan meninggalkan uang itu saat pergi dari rumah kemarin."
Bayu menghela napas panjang berkali-kali. Oksigen yang dihirupnya seakan tak mampu mencukupi rongga dadanya. Sesak. Itu yang dirasakan Bayu saat ini. Mengapa yang berhutang justru lebih galak dari yang menghutangi?
"Sudahlah, Bang. Kita tunggu saja lagi."
"Keuanganmu bagaimana? Gaji Abang masih akan masuk ke rekening sampai segala proses pemberhentian Abang selesai. Setelah itu, Abang resmi menjadi pengangguran, Dek."
Mata Bayu kembali berkaca-kaca. Harga dirinya terhempas. Lengkap sudah penderitaan dirinya nanti.
"InsyaAllah aman, Kak. Abang doakan saja usaha kita terus berkembang."
Baru saja Bayu hendak membuka mulutnya tiba-tiba mereka dikejutkan dengan kemunculan ibunya. Sepertinya tak ada yang menemaninya.
Bayu beranjak dari duduknya, menyambut kedatangan wanita itu dan meraih tangan kanannya dengan hormat.
"Ibu ... sendirian?" tanya Bayu sembari mencium takzim jemari wanita yang telah melahirkannya itu.
"Iya ... Ririn kuliah. Bapakmu kerja. Ada hal penting yang harus Ibu sampaikan, Yu."
Firasat Ranti ada sesuatu yang akan terjadi setelah ini. Raut wajah ibu mertuanya sungguh tak bersahabat kala netra mereka beradu tadi.
"Ada masalah, Bu?" tanya Bayu dengan nada lirih.
Bukan hanya Ranti, Bayu pun merasakan firasat yang buruk atas kehadiran ibunya ini.
"Bukan masalah sebenarnya. Cuma ingin kejelasan saja."
"Kejelasan. Tentang apa? Bayu tak paham."
Ranti memilih diam saat menyadari firasatnya sebentar lagi akan terbukti.
"Kamu tetap memberi Ibu jatah bulanan kan, Yu?"
Sontak saja Bayu terperangah. Pikiran ibu sudah tak waras atau bagaimana? Untuk menafkahi keluarganya saja Bayu tak mampu. Apalagi untuk memberikan ibunya jatah bulanan seperti sebelumnya.
"Bu ... Ibu masih waras kan? Ibu tahu, aku ini tak lagi mampu menafkahi keluargaku sendiri. Oke ... untuk saat ini aku masih menerima gaji. Tapi sebulan atau dua bulan lagi, Bayu resmi menjadi pengangguran. Ibu tak malu berkata seperti ini?

Nada suara Bayu lebih tinggi dari sebelumnya. Laki-laki itu tak peduli lagi reaksi orang-orang di sekitarnya.
"Kalau ibunya Ranti saja masih dapat menumpang hidup pada Ranti dengan hasil usaha kalian, mengapa Ibu tak dapat lagi menikmati jerih payah anak Ibu sendiri? Usaha roti itu milik kalian kan? Kamu mau jadi anak durhaka karena tak ingat lagi dengan jasa orang tua?"
Ranti tak menyangka sepicik itu pikiran mertuanya. Jadi selama ini, wanita itu berpikir ibunya menumpang pada mereka?
"Ibuku tak pernah menumpang pada kami. Uang pensiun almarhum ayahku cukup untuk membiayai kebutuhan Ibu dan biaya kuliah adikku. Kalau untuk urusan makan, tak hanya pada ibuku. Orang lain pun akan kuberi jika berbuat baik dan membantu kami. Sampai di sini, Ibu paham?! Masalah jatah bulanan, Ibu tak perlu mengemis. Aku akan memberikan uang bulanan sejumlah yang biasa Bang Bayu berikan. Aku anggap ... bersedekah kepada orang yang sedang membutuhkan."

Comentário do Livro (75)

  • avatar
    Kurniasih Anza

    bagus ceritanya

    19/01

      0
  • avatar
    greatkindness

    nice story

    02/10

      0
  • avatar
    udinKomar

    oke

    14/06/2023

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes