logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 7 Keluarga Besar Sutawijaya

Lantai marmer yang berkualitas tinggi dengan harga yang sangat fantastis, beradu dengan hentakan sendal jepit milik Bara. Semua pasang mata pekerja di dalam rumah utama Raden terfokus kepada Bara yang diseret oleh dua ajudan kekar milik Raden. Terlebih Bara masih menggunakan kimono dengan rambut yang masih terlihat basah.
"Keparat lo pada! Lepasin tangan gue! Gue bukan kerbau yang diseret-seret kayak gini!" teriak Bara mengumpat kasar mencoba memberontak pada dua ajudan kekar milik kakeknya itu.
"Tuan muda bisa diam tidak? Jangan sampai kita berdua memakai kekerasan pada tuan muda," ancam salah satu ajudan kekar yang tidak takut pada Bara.
Bara mendengus kesal untuk kesekian kalinya. Kalau sudah kayak begini, dirinya pun sudah tidak bisa melawan. Apalagi ajudan kakeknya yang sangat terlatih, bukan orang sembarangan.
"Heh, asal lo tahu ya. Gue juga punya hak buat pecat lo-lo pada!" seru Bara yang mengancam pada dua ajudan milik Kakeknya itu.
"Kita berdua tidak takut dengan ancaman tuan muda. Karena, Tuan muda tidak punya hak untuk memecat kami. Sedangkan kami berdua malah mempunyai hak untuk membunuh tuan muda atas perintah dari bos besar kami," balas ajudan milik Raden, yang tidak mau kalah dari Bara. Malah nyawa Bara yang seakan malah terancam di situ.
Setelah pintu utama terbuka lebar, mata Bara kontan hampir ingin menggelinding ke lantai dingin. Terlebih ada sosok Ratna balita yang duduk di atas pangkuan kakeknya dan di kelilingi oleh semua keluarga besar Sutawijaya.
"Mampus dah gue," gumam Bara dengan lirih meneguk ludahnya kasar.
Glek ...!
Tungkai kaki Bara terasa ingin copot saja ketika semua pasang mata yang kelewat dingin menatapnya tajam secara terang-terangan.
"Wah ... Pemeran utamanya sudah datang, nih. Bagaimana, sudah puas menghambur-hamburkan harta punya Make, hah? Malah sampai kebobolan jadi anak ya, Bar," sambut Bramantyo meledek Bara dengan pongah dan sombong, yang berjabat sebagai kakak kandung tertua Bara.
"Sejak kapan mulut lo jadi ceriwis, Mas? Kok, sudah kayak emak-emak komplek yang mulutnya kayak mercon, ya," balas Bara sengit tidak mau kalah dari Bram, Bara pun melangkah maju menghampiri Bram setelah terlepas dari kekangan ajudan kekar milik kakeknya.
"Kenapa, lo? Enggak senang gue ada di sini? Takut semua saham Kakek berpindah tangan ke gue, hah?" tanya balik Bram dengan dagu kokoh terangkat tinggi seakan menantang Bara.
"Cuih ...." Bara meludah ke samping dengan sinis.
Lalu, menunjuk dirinya sendiri sekali juga dengan sebelah alis terangkat. "Gue, takut sama lo? Enggak mungkin lah! Yang ada lo takut sama gue. Mending lo urus wanita simpanan lo yang ada di apartemen butut milik Lo itu, deh."
Rahang Bram mengeras tegang, sedangkan di kedua sisi tubuhnya. Tangannya mengepal kuat seakan mempusatkan semua emosinya di dalam kepalan tangannya.
"Sialan, lo! Jangan bawa nama dia di sini, karena ini bukan urusan dia sama lo. Harusnya lo yang takut karena lo bakalan kena sidang dari Kakek." Bram langsung meringsek maju mencengkeram kimono Bara dengan amarah yang besar.
Lantas semua orang yang berada di ruang tamu rumah utama milik Raden bangkit mencoba melerai kemarahan Bram pada Bara.
"Bram! Bara!" teriak Raden kencang hingga bergema di dalam ruang tamu rumah miliknya.
Mau tidak mau Bram melepaskan cengkeramannya pada kimono Bara. Lalu, menendang tulang kering Bara sebelum pergi meninggalkan ruang tamu menuju ke arah taman.
"Ssshtt ... Tuh, bocah sudah gila kali, ya. Untung tulang kering, bukan bagian atas gue," ucap Bara sambil meringis kesakitan dengan tubuh membungkuk guna mengusap tulang keringnya yang terasa nyeri.
Raden menggelengkan kepalanya heran tidak habis pikir dengan kelakuan dua cucunya itu.
"Heh, bocah setan! Ngapain saja kamu sampai pakai kimono ke sini, hah?! Cepat kamu ganti baju dulu sana!" usir Raden dengan garang dan juga sekaligus melototkan matanya lebar.
"Eh, Kakek setan. Ngapain nanya-nanya, emang mau dengar alasan aku pakai kimono kayak gini? Mending kita ngopi dulu saja dari pada main tarik urat enggak jelas itu," balas Bara balik dengan sombong dan juga sinis sambil mengangkat sebelah alisnya meledek kakeknya itu.
"Bara ...!" geram Raden marah sambil berkacak pinggang. "Mulut kamu itu kayak enggak pernah disekolahkan! Suka melawan dan membantah ucapan orang tua!"
Bara tertawa geli sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Hahaha ... Kenapa, Kek? Sejak kapan ada sekolah yang khusus buat mulut, Kek? Kalau ada, berarti Kakek dulu yang sekolah, supaya mulut Kakek enggak comel dan ceriwis. Intinya Kakek jangan marah-marah mulu, yang ada nanti Kakek malah berdekatan dengan maut."
"Bajingan sekali mulut kamu, Bara!" pekik Mona, selaku Tante dari Bara yang menikah pada adik papahnya Bara.
Bara berdecih sinis tidak suka ketika Mona juga ikut campur urusannya dengan Bram dan juga kakeknya.
"Tante bisa diam enggak, sih? Sekali-kali mulutnya dijahit, dong. Biar enggak usah ikut campur urusan orang, Tan," ucap Bara yang bernada sinis.
"Emang enggak punya sopan santu kamu, Bara!" seru Mona yang tidak terima atas ucapan Bara yang penuh dengan penghinaan pada dirinya.
Andre, suami dari Mona langsung menahan lengan istrinya yang ingin melayang ke arah wajah sombong Bara.
"Sudah lah, Mon. Kamu tahu sendiri kelakuan Bara seperti apa. Kamu jangan memperkeruh suasana di sini, Mon," tutur Andre mencegah istrinya agar tidak bertindak seenaknya.
Akhirnya Mona pun mengikuti ucapan dari Andre, suaminya. Meskipun ada rasa gondok yang menyelimuti hatinya.
"Sebenarnya Kakek mau apa 'sih sama aku? Giliran tadi diusir, terus sekarang malah dipaksa buat ke sini. Mau Kakek apa, hem?" tanya Bara mengendikkan dagunya menatap lekat kedua manik Raden.
Raden menghela napasnya yang terasa sesak. "Bokong kamu bisulan, Bar?" tanya Raden sinis pada Bara.
Bara memutar kedua bola matanya jengah. Ia sangat tahu pertanyaan yang merangkap sebagai sindiran dari Raden untuk dirinya. Lantas ia pun dengan malas duduk di seberang sofa di mana Raden duduk.
"Jadi, mau Kakek apa?" tanya Bara sekali lagi.
"Mau saya, kamu harus tinggal di sini dan masuk ke dalam pengawasan ketat saya, Bara," ucap Raden tegas dengan lugas.
"Loh, enggak bisa gitu, Kek! Aku sudah dewasa, bukan anak kecil lagi!" tolak Bara mentah-mentah.
"Oke, kalau begitu kamu harus siap-siap menerima kejutan spesial dari saya, Bara," ucap Raden dengan mengangkat sebelah alisnya tinggi. Menatap dan tersenyum remeh pada Bara.
***
Halo para pembaca Permen Kaki CEO. Terima kasih sudah membaca bab terbaru dari Permen Kaki CEO. Jangan lupa untuk memberikan review, subscribe, and, star vote.
Ada apakah Bara dengan Bram hingga saling berselisih padahal saudara kandung?
See you next bab guys ...

Comentário do Livro (54)

  • avatar
    Pred

    lanjutkah

    11d

      0
  • avatar
    QaisaraNik

    bagusss

    11/02/2023

      0
  • avatar
    Syifa Yuhanis Mazlan

    saya suka baca novel ini

    26/01/2023

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes