logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 6 Masjid

"Begitu, ya ... Gus."
"Iya ... terus setelah tahu dari dua hal itu, di samping itu kalian harus tahu, cerita apa yang harus kalian buat, alurnya bagaimana? Latar tempatnya seperti apa? Suasananya seperti apa? Bila kalian sudah mengetehaui aspek tersebut kalian juga harus menentukan endingnya seperti apa? Bahkan seharusnya sebelum cerita kau buat ... endingnya itu sudah ada dipemikiran."
"Ending itu enanknya dibuat seperti apa, Gus?"
"Ending itu terserah penulis. Bisa juga sedih, senang atau apapun. Saran saya kalau buat ending itu yang membuat penasaran."
"Pensarannya seperti apa?"
"Bentar, ya ... belum selesai saya jelasinnya, kalau tanya nanti dulu, biar kalian semua faham."
"Iya, Gus."
"Baik, aaya lanjutinkan. Eending yang bagi saya itu baik dalam sebuah cerita teater itu ending yang membuat penasaran. Penasarannya itu dengan cara mengggantung cerita. Bisa dibilang cerita itu sudah cukup sampai situ, dan cerita tersebut dirasa sudah cukup bila ceritanya berakhir seperti itu. Bukankah para penonton nanti penasaran soal akhir ceritanya? Iyakan? Pasti mereka akan bertanya-tanya lalu ceritanya gimana? Dan seperti apa akhir sebenarnya? Itulah yang akan membuat penonton lebih tertarik dari pada kita membuat ending yang mudah ditebak. Itu saran dari saya."
"Gus."
Aku menghentikan tangan kananku yang menulis di papan.
Merangsang suara yang masuk pada telingaku, kudengar suara itu dari arah utara barisan ke dua.
"Iya ... siapa tadi yang tanya?"
"Menurut Gus, naskah kami bagaimana? Kesalahan kami terletak di sebelah mana?"
"Kesalahan kalian sudah bisa di lihat dari sini. Kalian akan tahu saat kalian membaca ulang teks kalian dengan cara menyesuaikan aspek yang saya tuliskan di papan ini."
"Lalu, saran Gus ... bagaimana?"
"Saran saya ... ya, buatlah cerita yang jelas dan aspeknya seperti ini. Soal isi dalam cerita kalian angankan secara betul, sebelum menyerahkan teks ke saya. Kalian harus musyawarahkan apa cerita ini sudah sesuai atau belum. Apa ada yang perlu ditanyakan lagi? Oh iya, satu lagi. Tokohnya jangan semuanya ya, atur juga buat yang bagian properti, penata rias sama yang lainnya. Biar apa? Teaternya bisa berjalan. Kalau tokoh semua yang nangung jawabin nanti siapa?"
"Baik, Gus."
"Saya rasa ini sudah cukup, silahkan dimulai membuat naskahnya."
[24/3 14:47] Pak Hery: Panjenengan sekarang ada di mana Gus? Kepala sekolah diniah kelas empat sedang membutuhkan kehadirannya panjenengan.
Aku melihat pesan baru muncul di layar WhatshAapku.
Aku sudah menduga, bahwa hari ini aku akan kembali disibukkan dengan berbagai acara. Barusan saja, aku ingin mengendarai motorku untuk aku lajukan ke pesantrenku saja seperti tidak bisa.
Malah, sudah ada lagi undangan ke tempat lain.
Malam ini aku jamin kalau aku bakalan langsung tepar.
Bukankah ini semua adalah tujuan awalku? Apa yang aku inginkan dari dulu sekarang ada di depan mata, bahkan mampu aku jemput tanpa harus lagi menunggu lama.
Tentunya, tentang keinginanku itu kepada Allah. Agar aku dimudahkan tujuanku agar waktuku ada manfaatnya.
Yang meski dari pagi hingga petang, aku riwa-riwi harus klayapan. Hanya untuk mengamalkan ilmu agar tidak terputus hanya sampai di tengah jalan.
[24/3 14:49] Aku: Nggih, sebentar ... ini masih di depan parkiran Pondok Pesantren Al-Qomariyah. Mungkin sampai ke sana kurang lebih dua puluh hingga lima belas menitan, Karena mau sholat ashar dulu.
[24/3 14:51] Pak Hery: Nggih, tidak apa-apa ... kami akan menunggu.
Suara adzan aku dengar dari arah utara Masjid Agung Pondok Pesantren Al-Qomariyah.
Masjid yang terbangun kokoh dengan pilar-pilar tinggi berchat putih bercampur hijau keabuan.
Masjid itu terdiri hingga empat lantai, namun lantai yang ketiganya tidak difungsikan.
Yang di sana hanya berisi pelataran biasa, mungkin para santri pondok pesantren sinilah yang menikmati keindahan dari lantai tiga di setiap sore hari.
Lantai paling atas adalah tempat untuk para kyai melakukan pengamatan hilal pada saat hari-hari tertentu seperti datangnya muharram, bulan puasa ataupun hari raya.
Aku mengenal betul masjid ini, secara keseluruhan.
Kakekku seringkali setiap ada waktu selalu berkunjung ke sini. Masjid yang paling istimewah dari masjid lainnya.
Keindahan enterior yang menawan, kemegahan bangunannya yang tak terkecualikan, dinginnya ruangan yang teratur. Lampu-lampu remang. Begutu berbeda dengan mashid pada umumnya dengan lampu outih yang berkilau permata.
Aku lebih menyuakai malam, karena dari lantai empat dulu bersama kakek.
Aku melihat panorama khas yang indah hingga memberikan bekas tersendiri di hati.
Kami duduk, di sebuah sofa yang sudah tersedia di lantai empat sana.
Selain sofa, ruangan cukup terang dengan cahaya remang yang cukup. Tidak ada kipas angin, namun kami mengandalkan angin yang berembus masuk melalui jendela-jendela kaca yang terbuka.
Pelabuhan yang padat dengan kapal-kapal yang berlayar, lampu-lampu kota yang bagai kemerlip bintang di atas Laut malam.
Terlukis alami di balik kaca besar di hadapan kami.
Ya Allah, aku masih mengingat itu. Kebersamaan kakek masih terekam jelas di memori otakku, hingga aku berfikir ... kenapa itu semua terjadi begitu cepat?
"Assalamu'alaikum, Gus."
Para santri putra yang lekas memasuki masjid sesekali menghampiriku dengan wajah senyum mereka, sebenarnya aku tak mengenal salah satu di antara mereka. Namun aku cukup tahu, mereka santri putra sini, santrinya Umi Habibah yang sering kali aku badali saat kyai Najib tidak rawuh.
"Wa'alaikumsalam."
"Gus mau sholat di sini bersama kami?"
"Iya, mau apa kalau tidak sholat, mari sholat!"
"Kali ini gus sendiri yang akan mengimami kami?"
"Kali ini, salah satu di antara kalian saja, sambil latihan jadi seorang imam yang khusus."
***
Neng Lia
[24/3 15:11] Lenda: Assalamu'alaikum, apa ini benar, nomor kantor madrasah diniah?
Aku mulai mengirim pesan ke nomor yang ada di kolom bawah brosur, yang warnanya putih dan bertulis staf kantor dari madrasah diniah.
Aku sebelumnya sempat bingung, harus aku kirim pesan pertama yang bunyinya apa? Untungnya papi sudah memberitahuku.
Foto profil di nomor yang pertama, wajahnya tidak begitu jelas yang ditambah buram tanpa pencahayaan. Tidak mungkin itu karena koneksi di ponselku lemot.
Lalu aku putuskanlah, aku memilih nomor ke dua dari salah satunya.
Nomor yang belakangnya diakhiri nomor tujuh.
Usai mengirim, beberapa menit.
Aku geletakkan ponsel di ranjang.
Aku sengaja menyalahkan terus data seluler. Jaga-jaga kalau staf kantor madrasah diniah membalas.
Di dalam kontak juga aku sudah aku namai dengan nama staf kantor madrasah diniah, biar aku tahu ini nomor siapa?
"Nduk ... siramin tanamannya!"
Aku mendengar suara Papi dari arah kamar tidur utama.
Aku berjalan menuju singgahnya, tapi tidak tergesah masuk ke dalam.
Aku cukup membuka korden seusai pintu kamar bercat orenge itu terbuka cukup lebar.
"Nggih, kulo siramin habis ini tanamannya ... Papi. Selang airnya, di mana ... nggih?"
"Selang airnya kemarin Papi taruh di bawah meja, Nduk."
"Nggih, Papi."
Aku mendengar samar-samar dari arah kamarku, suara dering pesan WhastAap.
"Bentar nggih, ada pesan WhastAap. Mungkin dari kantor madrasah diniah."
Entah apa jawaban Papi,
Tetapi aku agak tidak merespons dan aku sudah terlanjur berlari masuk ke kamar. Tembok yang berdiri kokoh membuat suara Papi agak sulit menembus ke arah kamarku.
[24/3 15:23] Staf kantor madrasah diniah: Wa'alaikumsalam, benar. Ini nomor kantor madrasah diniah, ada apa?
[24/3 15:25] Lenda: saya mau tanya, madrasah diniah kelas enam apa besok masuknya?
[24/3 15:26] Staf kantor madrasah diniah: Madrasah diniah kelas enam mulai masuk tanggal satu, lihat di websetnya madrasah diniah, nggih.
[24/3 15:27] Lenda: Websetnya madrasah diniah seperti apa ya, saya kurang tau,
Betapa bingungnya aku, seharusnya aku tahu websetnya madrasah diniah itu seperti apa. Tapi aku kali ini benar-benar tidak mengetahui.
Pesan sudah terkirim, aku tidak tau benar soal apa balasan itu. Aku rasa bila aku cerna, webset itu bukannya WhastAap?
Tapi sepertinya berbeda. Entah, aku juga tidak begitu faham kalau mengenai hal seperti itu. Aku juga jarang mainan ponsel.

Comentário do Livro (115)

  • avatar
    AzahraWiwin

    ceritanya sangat inspiratif, bagus dan memotivasi kita semua. thanks

    24/07/2022

      0
  • avatar
    Dwi CahyaFardana Difka

    Cerita Ini Sangat Menarik Dan Alurnya Juga Indah

    21/07/2022

      0
  • avatar
    Selvia Putri

    seru banget novelnya

    7d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes