logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 89 Kondisi Damian Terungkap

“Mama dengar kamu tadi mengajak adikmu pergi ke panti asuhan,” cetus Martha blak-blakan begitu tiba di kamar Rosemary.
Anaknya itu mengangguk mengiyakan. “Betul, Ma. Nelly yang memintanya sendiri tempo hari. Dan aku juga sekalian mengajak Damian karena dia juga pernah bilang mau melihat-lihat panti….”
Martha berdeham keras. Dia menatap tajam putri sulungnya itu. “Begini, Rose. Kalau kamu memang memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai agen asuransi demi melakukan pelayanan di tempat yang nggak penting itu, silakan. Tapi jangan pengaruhi adikmu untuk mengambil langkah yang sama denganmu. Bisa jadi gelandangan keluarga ini nanti kalau semua anggotanya bekerja cuma-cuma tanpa mendapatkan upah!” serunya berang. Kedua matanya melotot luar biasa saking marahnya.
Rosemary menatap ibunya prihatin. Kok bisa-bisanya Mama berpikiran sejauh itu, batinnya pedih. Begitu pentingkah materi baginya? Padahal dia sudah pernah merasakan hidup kekurangan dulu. Dan buktinya Tuhan memeliharanya hingga bisa hidup berkecukupan kembali.
“Ma…,” ucap wanita itu lirih. “Rosemary nggak mempengaruhi Nelly untuk melakukan pelayanan di panti. Dia cuma ingin tahu apa saja yang aku lakukan di sana. Damian juga.”
“Sebenarnya apa saja sih, yang kamu lakukan di tempat itu? Kamu kan tidak ada background menangani anak-anak berkebutuhan khusus!” cecar ibunya.
Rosemary menghela napas panjang. Dia berusaha sabar menghadapi ibunya yang tengah emosional itu.
“Di sana Rose kan dimentori oleh Chris, Ma. Dia yang mengajariku cara-cara menghadapi ABK. Aku berperan sebagai guru yang membimbing mereka membaca, menulis, berbicara tentang kejadian yang dialami sehari-hari. Juga aktivitas bina diri seperti mandi, memakai baju, menyisir rambut, makan, mencuci piring, dan sebagainya. Jadi ya merangkap sebagai guru akademik dan terapis. Cuma memang belum mendalam betul, Ma. Kan baru beberapa minggu Rose di sana. Masih banyak yang harus kupelajari.”
Martha menatapnya tak percaya. Dia menuding-nuding anaknya itu dengan tangan bergetar. “Kamu…kamu melepaskan pekerjaanmu yang nyaman demi menjadi…babu buat anak-anak yang nggak kamu kenal? Ya ampun, Rosemary Laurens! Di mana akal sehatmu? Tak kusangka kamu ini benar-benar tolol. Bodoh! Pantas dulu kamu begitu mudah termakan rayuan si Edward…..”
Hati Rosemary sakit sekali mendengar kalimat terakhir ibunya yang sangat pedas itu. Wajahnya seketika menjadi pucat. Tangannya memegang lehernya. Rasa panas bagaikan terbakar hebat muncul lagi menyerang kerongkongannya.
Ya Tuhan, dimana air mineralku? batinnya tersiksa. Lalu dilihatnya botol air minumnya berada di atas bufet di samping tempat tidurnya. Dia bergegas mengambilnya. Dibukanya tutupnya dengan tergesa-gesa. Lalu ditenggaknya air mineral di dalam botol itu dengan rakus hingga tinggal separuh.
Martha menyeringai sinis menyaksikan penderitaan putrinya. “Kerongkonganmu panas lagi bagaikan terbakar ya, Rose?” tanyanya dengan sorot mata penuh kemenangan. “Itulah hukuman Tuhan bagimu karena banyak berbuat dosa. Menjadi kekasih gelap pria beristri, menggugurkan darah dagingmu sendiri, dan yang terakhir membangkang terhadap Mama! Percayalah, sekalipun kamu bekerja sosial sepanjang hidupmu, gangguan psikosomatismu itu takkan sembuh. Karena dosa-dosamu terlalu besar! Ingat kata pepatah, surga berada di telapak kaki ibu. Jadi hidupmu takkan pernah damai sejahtera kalau tidak ada restu dari Mama. Mengerti?!”
Rosemary menelan ludah dengan perasaan getir. Mama memperlakukanku seperti anak kecil, keluhnya dalam hati. Sifat aslinya kumat lagi. Menyumpahiku kalau bertindak tidak sesuai dengan kehendaknya. Ah, sampai kapan dia akan bersikap kekanak-kanakkan seperti ini? Lelah sekali rasanya menjadi anak kandungnya. Tapi siapa yang bisa memilih dilahirkan oleh orang tua seperti apa?
“Dan satu hal lagi,” ucap Martha menegaskan. “Mama tidak akan pernah merestui hubunganmu dengan dokter internis yang menjadi mentormu itu. Mama tidak suka dia menjerumuskanmu melakukan hal-hal yang tidak berguna!”
“Tapi kami cuma berteman saja, Ma,” sergah sang putri mengelak dari tuduhan ibunya itu. “Sama seperti hubunganku dengan Damian. Sekadar berkawan baik!”
“Nah, soal itu juga mau Mama bicarakan,” kata Martha sembari menatap lekat-lekat Rosemary. “Kalau kamu memang jenuh dengan profesimu sebagai agen asuransi dan mau mencoba hal lain, kenapa tidak kamu pertimbangkan untuk menikah saja dengan Damian? Kamu bisa fokus menjadi ibu rumah tangga dan dia bisa menangani nasabah-nasabahmu untuk sementara waktu. Kalian akan menjadi pasangan yang luar biasa, Rosemary. Sama-sama sukses di bidang pekerjaan yang sama. Ideal sekali, bukan?”
“Ideal…,” gumam Rosemary menirukan ucapan terakhir ibunya. “Hal itulah yang selalu Mama tekankan dalam hidup ini. Semuanya harus menjadi ideal sesuai impian Mama. Termasuk suatu hal yang mustahil terjadi.”
“Mustahil apanya?!” teriak Martha keras. Dia tak terima putrinya semakin berani menentang kata-katanya. “Kamu dan Damian sudah bersahabat sangat lama. Kalian juga sama-sama tidak punya pasangan. Apa salahnya kalau diresmikan dalam ikatan perkawinan? Umur kalian sudah sama-sama matang. Karir juga sangat berhasil….”
Rosemary menghela napas panjang. Sori, Dam, sesalnya dalam hati. Terpaksa harus kuungkapkan kondisimu yang sebenarnya pada mamaku. Agar dia segera sadar bahwa impiannya menjodohkan kita itu mustahil untuk menjadi kenyataan….
“Ma…,” kata wanita itu lamat-lamat. Dia sebenarnya merasa tidak nyaman membuka aib orang yang dekat dengannya. Akan tetapi hal itu sekarang terpaksa dilakukannya agar perselisihannya dengan sang ibu tak berkepanjangan. “Aku dan Damian nggak mungkin menjadi pasangan. Karena dia adalah penyuka sesama jenis….”
Martha terbelalak. Selama beberapa saat, jantungnya serasa berhenti berdetak. Rosemary bilang apa barusan? pikirnya bingung. Damian itu…penyuka…sesama jenis? Gay maksudnya?
Menyaksikan ekspresi ibunya yang terkejut luar biasa bagaikan melihat hantu, Rosemary melanjutkan penjelasannya, “Setahu Rose, di kantor belum ada orang yang tahu tentang hal ini. Karena selama ini belum pernah terdengar desas-desus mengenai kondisi Damian itu. Aku dulu diberitahu oleh Edward. Kurasa dia pun tak memberitahu orang lain karena menganggap hal itu bukan urusannya. Jadi tolong Mama merahasiakan hal ini dan bersikap biasa-biasa saja jika suatu saat bertemu Damian.”
Martha yang shock terdiam untuk beberapa saat lamanya. Kemudian dia mengangkat tangannya dan menuding-nuding anaknya lagi.
“Kamu…kamu benar-benar mengecewakan, Rosemary Laurens!” teriaknya bagaikan orang kesurupan. “Rupanya ada sebuah dosa lagi yang kamu sembunyikan dari Mama. Berani-beraninya kamu menjalin persahabatan dengan kaum pendosa seperti itu!”
“Mama!” seru Rosemary kaget sekali. Dia sama sekali tak menduga ibunya akan melabel sahabatnya sebagai kaum pendosa.
Benar rupanya kekuatirannya selama ini. Martha bergabung dengan kelompok ibu-ibu sosialita yang fanatik dalam beragama tapi tidak mengasihi makhluk ciptaan Tuhan sebagaimana mestinya. “Damian itu orang baik, Ma. Mengenai orientasi seksualnya yang berbeda, kita tidak bisa menghakiminya sebagai kaum pendosa. Itu nggak fair!”
“Sudah, sudah, sudah!” seru Martha berkali-kali sembari menutup telinga dengan kedua tangannya. “Mama nggak mau dengar apa-apa lagi darimu, Rosemary Laurens! Sepertinya berita yang keluar dari mulutmu selalu mengecewakan. Kamu memang keturunan papamu, Lukman Laurens! Gemar berselingkuh dan berteman dengan orang-orang yang membawa pada kesesatan!”
Setelah puas melontarkan kata-kata yang menyakitkan itu, Martha berbalik dan berjalan cepat meninggalkan kamar putrinya. Rosemary nanar menatap kepergian ibunya. Kerongkongannya mulai terasa panas bagaikan terbakar lagi. Segera ditenggaknya air mineral yang tinggal separuh tadi.
Setelah merasa lega, wanita itu menghempaskan tubuh rampingnya di atas tempat tidur. Matanya berkaca-kaca.
“Ya Tuhan,” ucapnya lirih. “Inikah yang sering dikatakan orang-orang…di saat kita mau bertobat dan melangkah ke jalan yang lebih baik, iblis selalu punya cara untuk menggagalkannya? Sungguh tak kuduga reaksi Mama sekeras itu terhadap kondisi Damian. Rupanya dia semakin arogan semenjak bergaul dengan ibu-ibu sosialita yang sok suci itu. Yang lebih parah lagi, Mama tidak menyukai Chris sebelum bertemu dengannya! Dianggapnya Chris itu yang menjerumuskanku untuk melakukan pelayanan di panti. Aduh, Mama…Mama…. Apakah begini sikapmu dulu pada Papa sampai dia tidak tahan dan berselingkuh dengan perempuan lain?”
***

Comentário do Livro (70)

  • avatar
    Lahmudin

    rdg

    7d

      0
  • avatar
    RifqiMoch.

    ......

    25d

      0
  • avatar
    RobertErick kelvin

    bagus

    26/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes