logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 4 Aku Ingin Pisah

"Yank, Aku gak tau Dia siapa." Ucap suamiku kemudian ia berbaring.
"Kalo gak tau siapa, kenapa ayank fotoin? Trus sampe di save di laptop lagi." Aku merasa kesal, Aku cemburu apapun alasan yang akan ia berikan.
"Aku bener gak tau sayang, bisa jadi temen kantorku yang save di sini, soalnya laptopnya pernah dipinjam sama teman." Ia berusaha meyakinkan Aku walaupun Aku masih merasa alasan itu tidak terlalu masuk akal.
"Aku gak suka ada foto wanita lain di sini." Aku mengutarakan yang kurasakan, apapun sikap yang ia tampakkan, intinya Aku merasa sangat kesal melihat suamiku menyimpan foto wanita lain.
"Jangan marah yah sayang, Aku bener gak tau. Kalo kamu gak suka, dihapus aja fotonya."
Ia kelihatan tenang-tenang saja tanpa khawatir sedikitpun. Aku mencoba untuk percaya apa yang dikatakan suamiku karena Aku tak ingin bertengkar lagi. Jika ia memang bersalah, ia pasti akan menunjukkan sikap khawatir atau bahkan marah. Aku merasa perasaanku terlalu berlebihan. Sudah terlalu sering kami bertengkar setelah menikah bahkan untuk hal kecil sedikitpun. Aku berfikir kebahagiaan seperti apa sih yang dirasakan orang lain setelah menikah, kenapa Aku malah sering bertengkar. Kali ini aku harus mengubur masa lalunya dan memperbaiki keadaan ini agar kami tak bertengkar lagi.
******************
Seperti biasa, Aku memasak makanan untuk makan siang suamiku, sebentar lagi ia akan pulang untuk makan siang.
"Assalamualaikum.." Terdengar suara suamiku masuk ke dalam rumah.
"Wa'alaikum salam.. sini yank makan dulu." Aku sudah menyiapkan hidangan makan siang di atas meja. Suamiku mencuci tangannya kemudian kami pun makan bersama.
"Gimana tadi kerjanya yank?" Ucapku mencoba membuka obrolan.
"Alhamdulillah...kayaknya hari ini di kantor aja gak ke mana-mana" jawabnya.
"Loh kok makannya sedikit? Gak enak yah makanannya?" Aku melihat ia hanya makan beberapa suap saja tanpa ekspresi. Aku merasa tidak enak hati, mungkin saja masakanku tidak enak menurutnya.
"Bukan begitu yank. Lagi gak mau makan banyak aja. Oh iya, Aku pengen makan makanan yang biasa dimasak mama. Kamu bisa gak bikin yang kayak gitu? Atau masakin Aku yang lain juga boleh." Mendengarnya Aku merasa sakit hati walaupun ia mengatakannya dengan lembut.
"Berarti masakan Aku gak enak yah? Kalo sukanya masakan mama, minta aja mama datang buat masakin kamu tiap hari." Aku merasa sangat kesal. Entahlah, ia sebenarnya tidak salah tapi aku tetap merasa sakit hati karena aku sudah sangat capek memasak makanan untuknya tapi ia bahkan tidak makan banyak, paling tidak ia memuji atau menghargai usahaku.
"Udah yank, jangan marah. Bukan maksudku begitu, apa salahnya kan aku minta? Ia minum air putih kemudian bersiap-siap untuk berangkat kerja. Aku yang masih merasa kesal, Langsung masuk ke kamar tanpa bicara sepatah katapun.
"Buka pintunya..", ia menggedor-gedor pintu kamar. Aku hanya terdiam dan merasa kesal padanya. Aku tak ingin bicara apapun.
"Kenapa sih sikap kamu kayak gini? Aku ini mau berangkat kerja, kenapa hal sekecil ini kamu jadikan masalah besar?" Ia terdengar mulai kesal.
Aku sudah merasa kali ini kami akan bertengkar lagi. Biarlah,, aku merasa lelah untuk mengerti Dia, sementara ia pun tak menjaga perasaanku.
"Terserah kamu,, aku pusing dengan sikapmu yang tidak jelas seperti ini." Mendengar perkataannya, aku kemudian membuka pintu dan keluar.
"Apa? Kamu pikir aku gak punya hati? Kamu gak menghargai usahaku untuk buat kamu senang dengan memasak makanan untukmu, aku pun mencoba untuk melupakan masa lalu kamu soal foto yang tersimpan di laptopmu, yang gak ada pengertian itu kamu atau aku?" Dengan sangat marah, aku berbicara dengan nada yang agak tinggi.
"Kamu itu susah sekali di kasih tau, kelewatan kamu itu, masalah kecil saja dibesar-besarkan" ia pun berbicara padaku dengan nada tinggi.
Aku menangis, aku merasa kita ini tidak ada kecocokan, entah kenapa saat kami pacaran dulu kami tidak pernah sering bertengkar seperti ini.
"Udahlah..aku udah biasa dengan air matamu. Tiap ada masalah, kamu yang memulai terus kamu yang nangis jadi aku harus mengalah, aku udah hafal banget" ia tersenyum sinis padaku. Aku semakin sakit hati. Rasanya aku ingin pulang saja. Aku merasa tidak bahagia di sini.
Ia pergi meninggalkanku tanpa berpamitan padaku, aku tau ia pasti ke kantor karena jam istrahatnya sudah selesai, tapi melihatnya pergi begitu saja membuatku terluka. Aku hanya bisa menangis. Aku lelah dengan pertengkaran yang seringkali terjadi.
Krrriiiinngggg.... Krrriiinnggg... Krrriiinnggg..
Hp ku berdering, kulihat itu panggilan dari teman kuliahku bernama Sita. Aku menghapus air mataku dan mencoba berbicara dengan tenang agar ia tak curiga.
"Halo.. kenapa sita?"
"Heii Tita, ada hal penting nih.. aku cuma mau kasih tau kamu kalo jadwal ujian akhir dimajuin, jadi kalo kamu mau ikutan, kamu harus cepat menyelesaikan skripsimu agar segera di Acc sama pembimbingmu."
"Oh iya makasih yah infonya." Aku menutup telponnya walaupun sepertinya ia masih ingin melanjutkan pembicaraannya tapi aku masih dalam keadaan sedih.
**************
Sudah jam 5 sore, sebentar lagi suamiku pulang. Aku tetap menyiapkan teh dan juga cemilan untuknya walaupun aku bahkan tak ingin berbicara padanya karena merasa sakit hati.
Kulihat ia sudah pulang dan meminum teh sambil memakan kue yang aku siapkan di atas meja. Kami masih tak saling bicara. Aku tak berniat untuk bicara padanya lebih dulu.
Setelah ia tertidur, aku berfikir bahwa aku harus segera pulang untuk menyelesaikan kuliahku, Akupun merasa tidak sanggup jika harus terus bertengkar dengannya, itu cukup menguras air mata dan perasaanku. Aku mengambil selembar kertas dan menulis sesuatu untuknya sebelum aku pergi.
"AKU INGIN KITA PISAH." Aku menyimpan kertas itu di atas kasur dan tepat di waktu subuh sebelum ia terbangun, aku pergi meninggalkan rumah itu.
Aku terus menangis membayangkan rumah tanggaku yang masih seumur jagung harus kandas. Aku sebenarnya tak ada niat untuk berpisah dengannya, aku masih sangat teramat mencintainya. Hanya saja, aku tak ingin rumah tanggaku selalu dihiasi dengan pertengkaran, aku ingin bersamanya dengan penuh cinta. Entah apa reaksinya melihat suratku, apa yang akan ia lakukan setelah melihatnya. Aku harus menerima dengan besar hati tentang keputusan yang sudah aku ambil hari ini.
Aku berfikir mungkin ini bisa membuktikan bagaimana perasaannya terhadapku, apakah ia akan mempertahankan pernikahan ini atau ia akan mengacuhkan surat itu. Jika ia benar mencintaiku, ia akan mempertahankan pernikahan ini dan memintaku untuk sama-sama berjuang menghadapi masalah apapun dalam rumah tangga kami. Tapi jika ia menerima keputusanku untuk berpisah, itu artinya ia tak lagi mencintaiku dan aku harus berbesar hati menerima kenyataan ini.

Comentário do Livro (162)

  • avatar
    HapitttHapitsah

    BAGUS SEKALI

    16d

      0
  • avatar
    andiniviola

    pengharapan jangan terlalu di paksakan. harus dgn kesabaran

    18/08

      0
  • avatar
    GgKakwan

    bagus

    09/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes