logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 2 Pertengkaran di awal pernikahan

Aku memutuskan untuk ikut suamiku keluar kota. Aku masih punya waktu sekitar 3 bulan untuk menyelesaikan skripsiku. Kurasa Aku bisa menghabiskan waktu sebulan bersamanya.
Setelah perjalanan udara 2 jam, kami melanjutkan naik taksi sekitar setengah jam dari bandara menuju rumah kontrakan yang sudah disiapkan Rizky untukku.
"Akhirnya sampai juga, jadi ini rumah kontrakannya yah yank?"
"Iya Alhamdulillah semoga kamu betah yah sayang".
Aku memasuki rumah itu. Tampaknya rumah itu terlalu luas untuk kami berdua. Terdapat 3 kamar tidur, 2 kamar mandi, ruang tamu, ruang makan, ruang keluarga dan dapur dengan ukuran ruangan yang cukup luas..
"Rumah ini kayaknya luas banget yank untuk kita". Ucapku sambil memperhatikan setiap sisi ruangannya.
"Sebenarnya Aku udah dari dulu ngontrak disini. Yah semenjak ditugaskan disini. Jadi Aku disini bareng teman-teman tapi karena Aku nikah jadi mereka ngalah cari kontrakan lain.hehehe...."
"Ya ampun baik banget sih temennya".
Aku memasuki kamar utama di rumah itu, ukuran kamarnya tidak begitu luas dibandingkan ruangan lain. Hanya saja di kamar itu terdapat kamar mandi juga di dalamnya jadi Aku memutuskan untuk tidur di kamar itu saja.
Hari telah berganti. Aku sekarang bersama Suamiku di kamar yang sama, ia masih tertidur pulas. Mungkin ia lelah karena setelah sholat subuh ia kembali tidur tak kuasa menahan ngantuk. Aku memandang wajahnya. Aku masih tak menyangka kami akan menjadi suami-istri secepat ini dan sekarang kami tinggal di rumah yang sama.
"Sayang bangun..Aku udah siapin sarapan buat kamu".
Aku membangunkannya sambil memegang pipinya.
"Hhmm" ia hanya bergumam kemudian membuka matanya dan tersenyum. Ia menarik tanganku hingga Aku jatuh di atas tubuhnya kemudian memelukku dengan erat.
"Sayang lepas.. ayo bangun..udah pagi banget nih.." Aku berusaha melepas pelukannya. Aku kemudian menarik tangannya hingga ia bangun dan berdiri.
"Ke kamar mandi dulu sana baru sarapan". Aku mendorongnya menuju kamar Mandi.
Aku sudah menyiapkan nasi goreng dengan telur kesukaannya untuk sarapan pagi ini, tidak lupa pula segelas teh hangat dan air putih.
"Sayang hari ini kamu libur kan?". Ucapku setelah menghabiskan sarapan dan membereskan piring bekas sarapan tadi. Terlihat suamiku sedang Asyik menonton TV sambil sesekali meminum teh yang ku buatkan tadi.
"Sayang? Kamu gak dengar Aku ngomong tadi?". Aku merasa kesal ia tak mendengar dan merespon pertanyaanku.
"Emangnya kamu bilang apa sayang?" Dia melihatku seolah ia tak mendengar apapun sejak tadi selain suara TV.
"Aku bilang hari ini kamu libur kan?". Aku mengulangi pertanyaanku berharap kali ini ia mendengarnya.
"Iya libur.. Aku ada janji sama teman-teman mau berenang".
"kok gitu? Trus waktu buat Aku kapan?" Tanyaku mulai kesal.
"Kan tiap hari ketemu kalo Aku pulang kerja". Ia hanya menjawab dengan tenang dan santai seolah tak mengerti yang Aku rasakan.
"Libur tuh seharusnya sama Aku, masa' tiap hari kerja sama teman, giliran libur juga masih mikir jalan sama teman". Aku merasa benar-benar kesal dengan sikapnya terhadapku. Aku kemudian masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya.
"Buka..bukaa..." Ia menggedor-gedor pintu dari luar. Aku tak mau menghiraukannya.
"Denger gak? Aku bilang buka pintunya..." Aku mendengar ia mulai menekankan suaranya. Aku kemudian membuka pintu kamar dan berdiri di depannya.
"Kamu ini.. apa salahnya orang kalo pengen jalan sama teman-teman, toh temanku semua laki-laki". Nadanya mulai terdengar kesal.
"Gak salah.. yang salah itu karena kamu maunya jalan sama mereka dibandingkan sama Aku. Aku juga pengen menghabiskan waktu sama kamu saat libur begini".
"Kan kalo sama kamu nanti juga bisa, tiap pulang kerja kita sama, libur depan juga bisa". Ucapnya dengan nada yang sedikit lagi menjadi amarah.
Aku merasa sangat kesal ia tak mengerti perasaanku.
"Jadi nanti Minggu depan kalo teman kamu ngajak lagi, jadi waktu buat Aku Minggu depan lagi, Minggu depan lagi, gituu maksud kamu?"
Aku mengatakan itu, dadaku terasa panas, kepalaku pun mulai panas karena merasa sangat marah.
"Brrraaaaakkkkkkk......braaakkkkk....braaaaaakkkkkkk....." Ia melempar barang-barang yang ada didekatnya. Aku lihat remote TV sudah tersungkur dilantai hingga baterainya berceceran, helm pun yang tadinya berada di dekat pintu, kini terlempar jauh di ruang tamu.
"Kamu ini... Orang mau pergi saja jadi masalah... Blaaaa...blaaa...blaaa...".
Aku menutup telingaku dan kembali masuk ke kamar, Aku mengunci pintunya dan duduk diatas kasur. Aku menangis terisak-isak, Aku mendengarnya masih marah-marah diluar sana. Aku tak mau mendengarkan ataupun peduli yang ia katakan. Aku sangat merasa sakit hati ia memperlakukanku seperti itu. Aku tak menyangka ia bisa sekasar itu berbicara padaku, selama ini yang kukenal ia adalah orang yang lembut padaku, adapun kalo ia marah, ia tak pernah sampai melempar barang-barang di hadapanku. Aku begitu terluka.
"Apa yang sebenarnya terjadi padanya? Apa sifatnya memang seperti ini? Apa aku salah menikah dengannya? Apa selama kami pacaran yang ia tunjukkan hanya baiknya saja?". Segala macam pertanyaan itu berkecamuk dalam hatiku.
Aku duduk sendiri di dalam kamar sambil terus menangis. Ia sama sekali tak menghiraukannya. Aku tak mendengar suaranya lagi. Entah ia pergi atau masih tetap di ruang TV. Aku tidak mau peduli. Yang Aku fikirkan adalah Aku sakit hati dengan sikap kasarnya padaku.
"Aku ingin pergi saja dari sini". Ucapku dalam hati. Tiba-tiba terbesit dalam fikiranku untuk pergi saja dari rumah. Aku tak ingin mendengar bentakannya lagi suatu hari nanti.
Aku perlahan membuka pintu kamar, kulihat ia hanya bersandar di dinding sambil menonton TV. Aku memperhatikan Dia seakan hanya melihat TV saja tapi fikirannya lain.
Aku pergi dari rumah dengan hanya membawa pakaian yang Aku pakai saja pada saat itu, hanya sepasang baju tidur. Ia tak mengejarku atau menghentikanku. Entahlah.. atau mungkin ia tak tau kalo Aku berniat pergi dari rumah itu.
Aku berjalan tanpa arah dan tujuan. Aku sendiri bingung ke mana Aku harus pergi. Sambil terus menangis Aku melangkahkan kaki semakin menjauh dan menjauh. Tak tau harus ke mana tapi Aku pun tak ingin berada di rumah itu dalam keadaan tersakiti. Walaupun ia tak menyakiti tubuhku tapi dengan ia membentak dan melempar barang-barang cukup membuatku sangat terluka.
Aku melihat sebuah mesjid diujung jalan. Aku melangkah dan memasuki mesjid itu. Namun tak ku sangka, tempat itu akan tutup setelah sholat berjamaah.
Aku sesekali melihat layar Hp yang kubawa, ia sama sekali tidak menelepon atau mengirim pesan padaku. Aku semakin terluka dibuatnya. Ia sama sekali tidak memperdulikanku bahkan saat Aku pergi, Apa ia sama sekali tak ada rasa khawatir?
Kringgg...kringgg...kringgg... Hpku berbunyi. Aku berfikir mungkin suamiku yang menelponku. Ternyata bukan. Ia adalah teman kerja suamiku di kantor bernama Rida, aku mengenalnya cukup baik karena bisa dibilang ia satu-satunya orang yang Aku kenal di kota itu, ia satu-satunya orang yang bisa Aku anggap teman. Ia pun punya kekasih yang juga teman kerja suamiku di kantor.
Aku mengangkat telpon itu mencoba berbicara tanpa suara tangisan.
"Halo Mba Rida.. Ada apa?" Tanyaku..
"Heii Tita kamu dimana? Ucapnya seakan ia khawatir denganku
"Aku di rumah, emang ada apa?" Aku mencoba membohonginya karena Aku tak ingin orang lain tahu tentang masalah yang Aku hadapi.
"Heii kamu jangan bohong, cepat bilang kamu di mana? Aku tadi dari rumah kamu sama Aska tapi kamu gak ada, Aku liat suami kamu cuma duduk diam depan TV gak ngomong apa-apa juga pas Aku tanya".
Aku mematikan telpon dari Mba Rida, Aku benar-benar tak ingin ia tahu kalo kami sedang bertengkar.
"Mba ada apa?". Seseorang menghampiriku dan bertanya padaku
"Gak ada apa-apa Mba" jawabku..
"Kalo gitu mba tolong keluar yah, mesjidnya mau ditutup". Ucap ibu itu yang merasa kasihan padaku tapi ia harus bertanggung jawab dengan mesjid itu.
"Oh iya Bu, maaf maaf..." Aku melangkah keluar. Aku kemudian duduk di depan pagar besi mesjid itu sembari berfikir ke mana Aku harus pergi.
Kenapa Dia Setega itu? Dia bahkan tidak mencariku atau menelponku? Apa Dia tidak mencintaiku lagi setelah menikahiku?

Comentário do Livro (162)

  • avatar
    HapitttHapitsah

    BAGUS SEKALI

    16d

      0
  • avatar
    andiniviola

    pengharapan jangan terlalu di paksakan. harus dgn kesabaran

    18/08

      0
  • avatar
    GgKakwan

    bagus

    09/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes