logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 3 Tawaran Kerja

[Gerald caffe]
"Rey! Kamu saya pecat!" ucap pemilik caffe. Pria yang usianya bisa ditaksir 50 tahun itu, tampak memarahi salah satu karyawannya yang bernama Reyhan. 
"Loh kenapa Pak, baru juga sebulan saya kerja di sini. Sudah main pecat-pecat aja," protes Reyhan Adiatama. 
"Memangnya salah saya apa Pak?" sambung Reyhan.
"Dasar gak tahu diri! Kamu itu sudah melakukan kesalahan fatal! Kamu selalu seenak jidatmu. Datang selalu terlambat dan pulang selalu lebih awal. Seperti, kamu saja pemilik Caffe ini!" tegas Pemilik caffe itu.
"Tapi Pak-"
"Sudah-sudah saya gak mau dengar alasan apa pun dari mulut kamu! Lebih baik angkat kaki dari sini!" bentak Lelaki itu.
"Kalau begitu sebelum saya pergi, boleh saya minta uang pesangon saya pak?" tanya Reyhan. Lelaki tinggi itu menatap wajah Pak Gerald seperti meminta belas kasihan kepada bosnya. Tidak apa menurut pemuda itu jika ia dipecat. Tapi, setidaknya ada kemurahan hati dari atasannya untuk memberikan pesangon sesuai jam kerjanya selama sebulan ini, untuk kebutuhannya dan keluarganya. Syukur-syukur bila dapat digunakan untuk mencari kerja yang lain lagi.
"Gak ada, enggak ada. Cepat pergi!" Pak Gerald mendorong tubuh Reyhan dengan kasar sampai keluar pintu caffenya. "Dasar karyawan aneh! Sudah kerja malas-malasan malah minta gaji! Gak tau diri sekali," lirih Pak Gerald melangkah masuk ke caffenya.
Sementara itu Reyhan Adiatama, pergi menjauh dari caffe. Lelaki berperawakan tinggi itu tidak menyangka. Dia diusir secara tidak pantas. Reyhan mendengus kasar. Ini sudah sekian kalinya dia dipecat. Mungkin benar semua ini salahnya, kinerjanya terlalu buruk di mata orang lain.
***
"Kemana aku harus pergi?" batin Reyhan. Ia terus melangkah tidak tentu arah. Rasanya, ia tidak ingin pulang ke rumah malam ini.
Reyhan takut Ibunya akan kecewa jika tahu anak laki-lakinya dipecat lagi.
Reyhan menyadari satu hal. Sepertinya… dari tadi ada seseorang yang sengaja mengikutinya dari belakang. 
'Siapa ya kira-kira? Apa dia begal atau penjahat? Ah tidak mungkin, mana ada yang mau membegal orang miskin kayak aku gini, gak ada barang berharga yang aku bawa saat ini!' batinnya.
Tap Tap Tap!
Suara sepatu seseorang itu makin terasa di telinga Reyhan. Dia berlari kencang untuk menghidarinya. Tapi, ternyata sesosok itu lebih gesit dari dirinya. Mungkin, efek seharian Reyhan tidak makan, membuat gerak tubuh dan kakinya juga terbatasi. 
Derap sepatu seseorang itu makin mendekat. Membuat Reyhan penasaran. Siapakah orang tersebut? Reyhan berhenti melangkah dan melihat sekitarnya. Namun, tidak menoleh. Matanya saja ia gerakan ke sisi kanan dan kiri. 
"Hiatt!" ucap Reyhan. Lelaki itu mengunci badan seseorang yang ingin menyerangnya. "Kena kau!" ucap Reyhan. Sehingga membuat seseorang yang dari postur tubuhnya bisa dilihat dia adalah seorang laki- laki. Lelaki itu meringis kesakitan, disebabkan tubuhnya dihempaskan Reyhan ke aspal.
"Siapa sebenarnya kau? Kenapa mengikuti lelaki penganguran sepertiku? Jika kamu mengincar barang berharga. Jujur saja, aku tak punya! Tapi jika nyawaku. Aku akan memerangimu sampai titik darah penghabisan," tegas Reyhan. Lelaki itu tidak takut pada apapun. Kecuali murka Allah dan Ibunya.
Lelaki itu bangkit dan berbalik arah ke hadapan Reyhan. Ia juga bertepuk tangan atas ketangkasan Reyhan dalam menghadapi musuhnya.
"Bagas!" Reyhan tidak percaya dengan seseorang yang ada dihadapannya sekarang. Pria itu adalah Bagas Perwira, sahabat karibnya sewaktu SMA.
"Iya ini aku Rey. Apa kabar kamu sekarang? Kelihatannya… buruk, karena kamu baru aja dipecat, kan?" tanya Bagas tersenyum ke arah Reyhan. 
"Hey! Dari mana kamu tau, aku baru saja dipecat. Jangan-jangan sejak tadi kamu membuntutiku ya?" tanya Reyhan melirik sahabatnya itu, yang telah banyak berubah setelah beberapa tahun tidak bertemu.
''Kamu tepat Reyhan," jawab Bagas.
"Kamu ini seenaknya saja mengikutiku! Tanpa Izin. Bagaimana kabarmu sekarang Gas? Kayaknya baik, aku lihat kamu makin terlihat segar dan bugar." Reyhan mengamati pria yang tepat dihadapannya itu dengan jeli.
"He he. Maafkan aku, ya seperti yang kamu lihat sekarang!" jawab Bagas terkekeh. Ia mendekati Reyhan dan menepuk-nepuk pundak temannya itu, "Makin gagah saja temanku ini." Senyum manis terukir di bibirnya
"Ahh, Kamu bisa aja. terkesan berebihan sekali pujianmu. Sebenarnya ada apa kamu sampai membuntutiku ke sini? Apa aku pernah punya utang sama kamu saat SMA? Jadi kamu terus mengejar-ngejarku." Reyhan terkekeh. Tujuan pemuda tampan itu hanya untuk mencairkan suasana, agar kedua teman yang sudah lama tidak bertemu tidak terlihat canggung.
"Bukan, bukan karena hal itu," sahut Bagas cepat.
"Santai Gas, aku juga hanya bercanda. Kamu gak perlu tegang atau menggangap serius! Jadi ada hal apa kamu tiba-tiba mencariku?" tanya Reyhan.
"Hmmm hampir saja." Bagas mengusap-ngusap dadanya, lega. "Bagaimana kalau kita duduk santai di resto depan sana dulu. Nanti aku akan ngomong apa tujuanku ketemu kamu di sana," ucap Bagas merangkul lengan Reyhan. Tanpa persetujuan Reyhan. Lelaki manis itu membawa sahabatnya menuju resto yang berjarak beberapa meter dari tempat mereka berdiri. 
***
[Yolanda Resto]
"Kamu pesan saja apa yang kamu mau. Nanti, aku yang bayar," ucap Bagas tersenyum pada sahabatnya itu. Setelah mereka duduk di resto. Bagas sengaja memesan meja di lantai atas karena ia ingin melihat pemandangan di luar jendela.
"Wihh! Udah mapan aja sekarang!" ucap Reyhan.
"Mapan dari mana coba? Aku ini kerja juga ikut orang! Kalau aku mapan udah punya beberapa gedung bertingkat kali," ucap Bagas merendah.
Mungkin, pengertian Bagas dan Reyhan arti mapan itu tidaklah sama. Bisa membuat Ibunya bahagia karena hasil keringat darinya saja itu sebuah kemapanan untuk Reyhan. Tapi, untuk Bagas bisa jadi itu hal yang kecil.
"Hei malah melamun! Cepat pilih menunya. Biar cepat makan, Aku lihat kamu tampak lesu bisa jadi kan kamu belum makan dari tadi pagi." Bagas tertawa kencang.
Krukk krukk krukk.
Tiba-tiba saja perut Reyhan sedang berbunyi. Seakan menyetujui perkataan sahabat itu.
'Dasar perut tidak tahu diri!' umpatnya dalam hati.
Gara-gara perutnya berdendang ria Reyhan tersenyum malu-malu ke arah Bagas.
"Kali ini tebakan kamu tepat lagi," sahut Reyhan, kembali memandangi buku menu yang ada di tangannya.
Bagas hanya tertawa melihat tingkah dari sahabat lamanya itu. Tanpa bicara apapun. Sebab ia juga sibuk dengan benda pipihnya.
Seketika nada dering ponsel Bagas berbunyi nyaring.
"Sebentar aku tinggal dulu teman! Atasanku menelpon," kata Bagas melirik sekilas ke arah Reyhan. "Kamu pesen aja duluan. Aku nanti saja,"
"Baiklah! Tapi kamu gak berniat kaburkan? Aku gak punya uang saat ini untuk bayar makanan semahal ini," cemas Reyhan. Ia takut dikerjai Bagas.
"Enggak akan! Kamu tenang saja, aku gak akan tega menipu seorang pengangguran!" Bagas terkekeh. Ia melangkahkan kaki menjauh dari meja itu.
'Sialan,' umpat Reyhan dalam hati. Akan tetapi ia tahu Bagas hanya bercanda tidak benar-benar serius mengejeknya.
Setelah Reyhan memesan menu makanan serta minuman yang dipilihnya. Lelaki itu tiba-tiba saja teringat akan Ibu dan adik-adiknya di rumah.
'Mereka berdua sudah makan apa belum ya?' batin Reyhan bertanya-tanya. Reyhan melamun sejenak memikirkan keluarganya. Makanan lezat dihadapannya terasa hambar jika tidak disantap bersama Ibu dan adiknya.
Reyhan memang sangat peduli pada Ibu dan Raisa, adik perempuannya. Reyhan adalah anak pertama, usianya 25 tahun. Sedangkan, adiknya sekarang berumur 15 tahun. Ayah mereka telah lama pergi meninggalkan mereka.
Entah kemana mereka pun tidak tahu. Sedangkan Ibunya sejak mereka berdua kecil. Sudah menjadi buruh cuci dari pintu ke pintu untuk menghidupi keluarganya. Sejak kecil Reyhan dan Raisa juga membantu ibunya mencari uang untuk makan dan sekolah. Mereka berjualan apa saja yang mereka bisa jual.
Sampai lulus SMA, Reyhan memutuskan untuk berhenti melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, walaupun dia termasuk anak yang cerdas. Tapi, keadaan merekalah yang jadi hambatan, serta rasa kasihannya yang tinggi kepada ibunya yang tidak sanggup lagi bekerja. Di masa tua pun Ibu Reyhan harus menelan obat setiap harinya. karena, penyakitnya yang tak kunjung membaik.
Reyhan termasuk pemuda yang pantang menyerah. Lelaki itu  terus mencari kerja, walaupun sering diberhentikan. Alasan lelaki itu dipecat terus menerus,  karena ia selalu datang terlambat. Itu disebabkan ia selalu bergantian dengan adiknya yang masih sekolah untuk menjaga Ibu mereka.
"Rey, kok belum di makan?" Sesaat kemudian, Bagas datang menghampiri Reyhan yang tengah asik melamun.
"Oh Gas. Kamu sudah kembali. Maaf sebelummya. Boleh, aku bungkus saja makanannya? Untuk Ibu dan adikku di rumah?" tanya Reyhan yang sebenarnya ada rasa tidak enak hati oleh sahabatnya itu.
"Makan saja makananmu di meja.  Nanti buat orang di rumah, gampanglah! Biar nanti aku suruh pelayan membungkusnya." Bagas menunjuk menu makanan Reyhan, senyum ramah tergambar di wajah tampan lelaki bermata coklat itu.
Reyhan sangat terharu akan kebaikan temannya itu. Dia berjanji akan membalas kebaikan temannya itu, dengan apa pun.
"Terimakasih Gas, kamu memang teman yang sangat baik." Reyhan memuji Bagas dengan mata yang berbinar.
"Santai aja," 
"Suatu saat aku pasti akan membalas kebaikanmu ini." sahut Reyhan.
"Terserah kamu lah, tapi ingat! Aku gak minta apa pun dari kamu! Aku cuma kasian aja dengan keadaanmu yang sekarang. Cepat makanlah nanti keburu dingin,"
Reyhan kemudian menyantap dengan lahap makanan yang dihadapannya dengan cepat. Mungkin, saking laparnya. Sementara, Bagas hanya memesan kopi hitam. Lelaki itu menghirupnya dengan perlahan. Ia terlihat menikmati.
Beberapa menit kemudian, Reyhan telah tuntas menghabiskan makanannya. Saat ini lah yang tepat untuk Bagas mengatakan sesuatu.
"Rey!" 
"Ya, ada apa?" tanya Reyhan alisnya mengkerut. Seperti sedang memikirkan apa yang ingin disampaikan oleh Bagas.
"Sebenarnya... kedatanganku ke sini karena aku ingin menawarkan satu hal," ucap Bagas menatap serius ke arah Reyhan. "Aku ingin menawarkan pekerjaan untukmu. Tapi harus kamu ketahui pekerjaan ini tidaklah mudah, gajinya mungkin sangat besar. Tapi juga sangat beresiko," ucap Bagas menatap lekat mata Reyhan. Lelaki itu sangat hati-hati ketika menyampaikan ucapannya.
Reyhan terdiam sejenak. Ia terus saja berpikir. 
'Pekerjaan beresiko? Gaji besar? Ah, aku tidak boleh berpikir aneh-aneh tentang pekerjaan yang ditawarkan Bagas,' batinnya.
Pekerjaan apakah kira-kira yang ditawarkan Bagas untuk Reyhan?
Next

Comentário do Livro (91)

  • avatar
    Momz Brio

    bagus cerita nya

    22/07

      0
  • avatar
    WahyuningsihNita

    Bagus ceritanya gk muter2👍

    29/04

      0
  • avatar
    Ade Priatna

    terimakasih

    17/06/2023

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes