logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

MEMBLOKIR KARTU MILIK AKBAR

Bab 3
MEMBLOKIR KARTU MILIK AKBAR
"Pak, tolong bantu saya untuk memblokir semua kartu kredit dan debit milik pak Akbar. Semuanya, tanpa kecuali."
"Baik, Bu. Ada lagi?"
"Iya. Carikan tim audit terbaik. Saya mau keuangan perusahaan di audit."
"Kenapa bukan tim kita sendiri, Bu? Kita juga punya tim audit."
"Pak Akbar dan Pak Rama teman dekat. Saya curiga mereka terlibat."
"Baik, Bu. Akan segera saya laksanakan."
Tunggu saja, Mas. Pembalasan baru saja akan dimulai. Aku tidak akan membiarkan uang perusahaanku kau gunakan untuk menghidupi gund*kmu itu.
Aku pastikan, aku akan mengambil semua yang sudah kau curi dariku.
Setelah pak Firman pergi, Kienan kembali berkutat dengan berkas-berkas dari sekretaris Akbar. Dia terlalu lama meninggalkan urusan kantor. Dia lebih suka berkutat dengan urusan rumah dan yayasan amal milik keluarganya, sehingga banyak berkas-berkas yang harus dia pelajari.
Setelah berkutat cukup lama dengan berkas-berkas tersebut, Kienan menyandarkan kepalanya di kursi. Dia merasa pening.
Tidak lama kemudian, berkas-berkas yang dia minta dari para kepala divisi datang. Melihat setumpuk berkas, kepalanya semakin pening.
Sebagai wanita hamil, apalagi kehamilan ini yang pertama dan sangat ditunggu-tunggu,dia ingin dimanja. Sayang, keadaannya sekarang sudah berbeda. Dia harus berjuang seorang diri.
Kalau seandainya orang tuanya masih ada, pasti dia punya tempat untuk berbagi. Mereka tidak akan membiarkan punya semata wayang mereka menanggung beban itu seorang diri. Tak terasa, air matanya menetes. Kienan merindukan orang tuanya.
Setelah cukup beristirahat, dia membuka berkas-berkas itu lagi. Hal pertama yang dia buka adalah berkas dari divisi keuangan.
Tepat seperti dugaannya, ada banyak kejanggalan. Ada pembelian sepuluh unit AC, lima belas komputer, pengambilan tunai dalam jumlah banyak, dan masih banyak lagi.
Kienan bisa mengatakan hal itu merupakan kejanggalan karena menurut laporan Akbar selama ini, perusahaan sedang mengalami penurunan, sehingga mereka harus mengurangi pengeluaran, termasuk biaya model untuk iklan.
Tetapi,di laporan tersebut, ada biaya model iklan yang jumlahnya tiga kali lipat dari biasanya.
Kienan menghela napas kasar. Kalau seperti ini, perusahaannya bisa bangkrut.
Perusahaan tersebut adalah peninggalan orang tuanya. Dulu, mereka merintis semuanya dari nol. Dia masih ingat, saat itu ia berusia lima tahun saat papanya di PHK dari perusahaan tempatnya bekerja.
Berbekal uang pesangon dan menjual sawah peninggalan kakek nenek Kienan, papanya merintis usaha sendiri. Jatuh bangun pernah mereka rasakan.
Saat Kienan kelas satu SMP, perusahaan milik papanya perlahan mulai merangkak. Sedikit demi sedikit, kehidupan ekonomi meningkat.
Melihat perjuangan berat orang tuanya dan dia sebagai anak satu-satunya, Kienan kuliah mengambil jurusan manajemen bisnis agar kelak bisa meneruskan bisnis papanya.
Orangtuanya meninggal karena kecelakaan, dua tahun setelah dia menikah. Sejak hari itu, Akbar yang biasanya menjadi wakil direktur, menggantikan posisi sang mertua. Sementara Kienan, dia hanya ingin menjadi ibu rumah tangga karena tanggung jawab kepada perusahaan sudah diambil alih oleh suaminya.
Kini, tanggung jawab itu kembali kepadanya. Sepertinya, melihat dari laporan para kepala divisi yang dia lihat sekilas tadi, perjuangannya akan berat.
Dia membutuhkan tim yang kuat, solid, dan dapat dipercaya untuk memperbaiki semuanya.
Hal pertama yang dia lakukan adalah melakukan audit, seperti rencananya tadi. Setelah itu dia akan mengganti staf yang terlibat.
Sepanjang hari ini, Kienan berkutat dengan berkas. Bahkan, dia makan siang tanpa meninggalkan ruangannya. Dia hanya meminta tolong kepada Annisa untuk membelikan makanan.
"Annisa, tolong belikan makan siang di restoran depan! Tolong belikan juga buah-buahan yang sudah dikupas buat cemilan!" ujar Kienan melalui interkom.
"Baik, Bu!" sahut Annisa.
Tak lama kemudian, Annisa datang membawa pesanannya. Sebenarnya, dia gak mood untuk makan. Namun, dia sadar, anak dalam kandungannya butuh asupan makanan.
Dia tidak boleh sakit. Dia harus sehat. Itu yang selau dia ucapkan dalam hati. Demi buah hatinya.
Tok … tok … tok ….
Pintu ruangannya diketuk.
"Silahkan masuk!" teriak Kienan dari dalam.
"Maaf, Bu, ada pak Firman ingin bertemu dengan Ibu!" ujar Annisa.
"Ow, iya. Suruh beliau masuk!"
Tak berselang lama, pak Firman masuk ke dalam ruangan Kienan.
"Bagaimana, pak Firman?" tanya Kienan setelah pak Firman duduk di depannya.
"Saya sudah memblokir semua kartu milik pak Akbar. Ini laporannya!" sahut pak Firman.
Kienan membuka berkas-berkas tersebut. Dia mendesah. Tagihan kartu kredit Akbar membengkak. Bahkan, ada pengeluaran senilai lima ratus juta untuk DP pembelian rumah.
Kienan memijit pelipisnya. Kepalanya semakin pusing.
"Baik, Pak! Terima kasih laporannya! Bagaimana dengan tim audit?" tanya Kienan.
"Saya sudah menghubungi mereka. Mereka akan datang besok pagi!" jawab pak Firman.
"Bagus. Terimakasih pak Firman atas bantuannya!"
"Sama-sama, Bu! Kalau begitu, saya permisi! Selamat sore!"
"Selamat sore, Pak!"
Setelah pak Firman berpamitan, Kienan pun segera beranjak pulang dengan setumpuk berkas. Dia akan melanjutkan pekerjaannya di rumah. Hari ini, tenaganya benar-benar terkuras.
****************
"Sayang, kita belanja dimana, nih?" tanya Akbar kepada Rachel.
"Di mall Mahkota Raya saja. Lengkap. Jadi, gak perlu muter-muter," jawab Rachel.
"Oke, siap," jawab Akbar mantap.
Tiba-tiba, ponsel Akbar berbunyi.
"Halo, Pak Wisnu! Ada apa?" ujar Akbar.
"Pak Akbar, disini ada Bu Kienan. Beliau mengambil alih perusahaan dan memerintahkan semua kepala divisi untuk mengirim laporan tiga bulan terakhir," ujar suara di seberang sana.
"Biarkan saja, pak Wisnu! Biar dia pusing sendiri! Saya sudah lepas tangan," jawab Akbar enteng.
"Bagaimana jika kecurangan kita ketahuan, Pak? Saya tidak mau masuk penjara," ujar pak Wisnu.
"Tidak perlu takut, pak Wisnu! Tim audit perusahaan ada dipihak kita. Tinggal kasih uang saja, beres. Mereka tidak akan buka mulut."
"Baik, Pak, kalau begitu! Saya percaya dengan Bapak!"
Akbar memutus sambungan telepon.
"Pak Wisnu, ya?" tanya Rachel.
"Iya. Rupanya, Kienan bergerak cepat. Dia sudah mengambil alih perusahaan. Untungnya, aku lebih gesit. Ha …,"ujar Akbar sembari tertawa.
"Dia pasti kaget melihat kondisi perusahaannya," sahut Rachel.
"Biarin ajalah, dia pusing sendiri. Bagian kita, bersenang-senang. Ha …."
Mereka tertawa bersama menikmati keberhasilannya.
Tak lama berselang, mereka sudah sampai di Mall yang mereka tuju.
Rachel berbelanja banyak sekali. Mulai dari pakaian bayi, sepatu bayi, dan pernik-perniknya, boks bayi, kereta dorong, bahkan mainan-mainan juga mereka beli.
Menurut hasil USG, anak mereka berjenis kelamin perempuan. Rachel membeli semua pernak-pernik tersebut berwarna pink. Bahkan, kamar untuk anak mereka pun sudah disiapkan dengan nuansa princess Frozen.
Setelah merasa kelelahan berkeliling dan sudah cukup belanjanya, mereka menuju kasir.
"Totalnya empat puluh lima juta, Pak!" ujar si kasir.
Akbar menyerahkan kartu kreditnya.
Kasir tersebut menggesekkan kartu tersebut pada alat yang tersedia, tapi gagal.
"Maaf, Pak! Ada kartu lain?"tanyanya.
"Kenapa?" tanya Akbar heran.
"Maaf, Pak! Yang ini tidak bisa!"
Lalu, Akbar menyerahkan kartu lain.
"Maaf, Pak! Ada kartu lain lagi? Yang ini juga gak bisa!" ujar kasir itu lagi.

Comentário do Livro (305)

  • avatar
    SahibIntan

    Jalan cerita yg bagus, penulisannya juga smooth. Ending nya agak penasaran. Looking forward to read another book by this writer. Success ya mbak!

    15d

      0
  • avatar
    BurdamMarten

    sangat baik

    20d

      0
  • avatar
    EjheheAhmed

    beri aku 100.juta

    23d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes