logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

8. Diusir

Alana kegirangan saat Denuca datang membawa kantong keresek. Ia mengambilnya dan melihat makanan yang membuatnya ileran sendiri.
“Wah, makasih, Dok,” ucapnya dan langsung memakannya. Ia tidak peduli dengan penampilan Denuca yang sudah berantakan karena berjalan kaki.
Denuca langsung masuk dan mengabaikan Alana. Ia masih kesal.
***
“Ini kosmu?” tanya Denuca saat tiba di kosan Alana. Gadis itu mengangguk.
Denuca memerhatikan sekitar kos Alana. Terlihat sekali kos ini sederhana dan masih memiliki banyak kekurangan. Mungkin harga sewanya juga tidak mahal.
“Aku tidak bisa menawarimu masuk,” ucap Alana tidak enak.
“Ah, tidak apa-apa,” ucap Denuca. Dia segera berbalik tanpa kata lagi meninggalkan kosan Alana.
Deg.
“Alana, hus, kenapa jantungmu berdetak kencang?” batin Alana. Ia segera masuk dengan senyum di bibirnya.
[Lana, kamu sudah pulang?]
Alana segera membalas pesan Justin yang dilihatnya.
[Sudah.]
[Istirahat yang banyak. Besok aku jemput.]
Alana memilih menyimpan ponselnya. Ia merasa tidak enak pada Justin. Pria itu begitu baik kepadanya, tetapi Alana tidak bisa membalas perasaan Justin untuknya. Ia hanya memandang Justin sebagai temannya.
“Selamat malam, Nak.” Alana mengelus perutnya sebelum ia terbang ke dunia mimpinya.
***
Paginya Denuca ke rumah sakit. Ia menemui beberapa dokter yang ikut menangani Alana. Ia mengambil tempat d bagian kepala meja berbentuk n.
“Selamat pagi.”
“Pagi, Dok.”
“Baiklah, bagaimana keadaan Alana?”
“Sejauh ini kondisinya sudah membaik, Dok. Dia juga sudah mau mengikuti pemeriksaan rutin yang kami lakukan. Hanya saja kami masih belum menemukan titik akibat kehamilannya.”
“Iya, Dok. Sangat aneh dia hamil, tetapi tidak melakukan hubungan intim sama sekali. Mungkinkah dia pernah menelan sperma?” tanya salah satu Dokter di sana.
“Alana tidak pernah seperti itu,” bantah Aundrey yang ikut di sana. Gadis itu marah ketika sahabatnya dianggap buruk sementara mereka sudah tahu jika Alana terlihat frustrasi dan masih perawan.
“Baiklah ... saya akan menangani Alana. Kalian tidak perlu bersusah payah lagi,” putus Denuca membuat mereka sebenarnya ingin menolak karena kasus Alana sangat langka.
“Lalu, bagaimana dengan kelahiran bayi yang di kandungnya, Dok? Apa Alana akan disesar?” tanya Dokter Lonia.
“Dia akan melahirkan secara normal.”
“Tidak mungkin,” ucap Dokter Lonia. Sangat berisiko dan pasti gadis itu merasakan dua kali lipat sakitnya melahirkan dalam keadaan masih perawan.
“Aku sudah punya cara untuk itu.”
Mereka semua mengangguk dan Aundrey menatap Dokter Denuca dengan tatapan berterima kasih. Ia sudah mengirim pesan kepada Denuca untuk membantunya.
Dan, Aundrey tidak menyangka pria itu membantunya padahal bayaran Denuca sangat mahal jika tenaganya ingin digunakan.
“Kalian bisa bubar dan Lusi, tolong berikan data-data perkembangan Alana ke ruangan saya,” titah Denuca.
“Baik, Dok.”
Denuca meninggalkan ruangan rapatnya dan berjalan ke ruangan pribadinya. Ia duduk di kursinya menunggu Lusi membawa data-data perkembangan Alana.
Ceklek.
“Permisi, Dok. Saya membawa data-data yang Anda minta,” ucap Lusi menyerahkan data-data milik Alana.
“Hm.”
“Besok jadwal Bu Alana untuk datang cek up, Dok.”
“Baiklah. Kamu langsung membawa dia ke ruangan saya.”
“Baik, Dok.”
Lusi segera keluar dan Denuca langsung memeriksa data-data perkembangan Alana. Ia bisa melihat kondisi gadis itu kebanyakan down daripada up.
Ia mengingat Alana yang dulu dengan Alana yang sekarang. Gadis itu banyak berubah. Mulai dari postur tubuhnya dan wajahnya.
“Dia harus banyak mengonsumsi sayur-sayuran dan buah,” gumam Denuca.
Besok ia akan menunggu gadis itu datang. Hari ini, ia memilih untuk ke laboratorium untuk meneliti sesuatu. Ia begitu larut dengan alat-alat di sekitarnya.
***
“Justin, kamu tidak perlu memberikan ini semua untukku,” tolak Alana ketika Justin mengajaknya berbelanja untuk keperluan dapur di Cafe. Pria itu membelikan sayur, buah dan susu hamil untuk Alana.
“Tidak apa-apa, Lana. Aku hanya mau memberikannya,” ucap Justin.
Alana merasa ia terlalu membebani Justin. Sementara sampai sekarang hatinya belum terbuka untuk pria itu.
Ia mengikuti Justin ke kasir. Mereka pulang ke Cafe dan seperti biasa, Alana berjalan ke kasir memulai aktivitasnya dan Justin ke dapur untuk memasak.
“Astaga, besok jadwal cek up ke Dokter Lonia,” batin Alana. Ia hampir lupa dengan jadwalnya. Namun, ia teringat dengan Denuca. “Bukankah pria itu mengatakan menjadi dokterku?” batinnya. Namun, Alana masih bingung dan tidak percaya dengan Denuca.
***
Hari ini Alana pulang di antar Justin. Ia hanya mengangguk saat Justin melambaikan tangan ke arahnya karena di tangannya sendiri terdapat kantung belanjaan yang dibelikan Justin tadi pagi.
“Alana,” panggil Bu Jelsi disusul dengan ibu-ibu yang menatapnya dengan tatapan garang.
“Ada apa, Bu?” tanya Alana.
“Benarkah kamu hamil?” Alan langsung pucat pasi mendengar pertanyaan dari Bu Jelsi.
“Ngaku saja. Kamu kira kami tidak dengar suara mual-mualmu dan beberapa kali Bidang Aundrey ke sini.”
“Bener, bahkan saat aku ke Rumah Sakit mengunjungi temanku. Aku melihatnya masuk ke ruangan dokter kandungan,” timpal Ibu lainnya.
“Dia itu sudah pasti sering membawa teman pria menginap ke dalam kamarnya,” tuduhnya.
“Saya tidak pernah membawa pria manapun ke dalam kamar saya,” bantah Alana.
“Sudahlah, kamu hamil, ‘kan?” tanya mereka.
“Anak haram itu pasti tumbuh di rahimnya.”
Alana hanya diam menahan air matanya. Kediaman Alana membuat mereka bersorak. Bu Jelsi menyayangi Alana, tetapi ia tidak bisa berbuat banyak saat Alana hamil.
“Lana, saya minta maaf,” ucap Bu Jesli saat mereka semua berteriak mengusir Alana.
“Tidak apa-apa, Bu.”
Alana membawa barangnya keluar. Ia tidak mungkin membawa barang sebanyak itu dan sekarang dia tidak punya tempat tinggal.
Ia bahkan tidak punya uang untuk menyewa kos-kosan. Di saat dia bimbang, Denuca datang.
“Dokter,” ucap Alana saat melihat Denuca berdiri dengan tatapan tajam.
“Ck, sekarang pria lain lagi,” bisik Ibu lainnya.
“Bener, dasar Alana, polos-polos begitu perayu ulung,” bisik mereka.
Denuca membuka bagasi mobilnya. Dia mengambil tas Alana dan menyimpannya di sana. Alana ikut membantu Denuca membawa barang-barangnya ke dalam mobil pria itu.
“Masuk,” titah Denuca.
“Tapi, Dok. Barangku masih ada,” ucap Alana. Ia menatap nelangsa beberapa rak plastik miliknya dan beberapa baskom, piring dan alat kebutuhannya di sana.
“Masuk.”
Alana terpaksa masuk karena dia takut melihat Denuca begitu dingin. Bagaimana pria itu tidak dingin, saat ini hatinya panas. Dia menerima laporan tentang penghinaan untuk Alana dan bayi yang dikandung Alana.
Denuca meninggalkan kosan Alana. Ia hanya diam sepanjang jalan, sementara Alana melirik-lirik ke arahnya. Ia tidak tahu kenapa Denuca bisa datang di saat ia mengalami masalah.
“Kita mau ke mana?” tanya Alana.
“Apartemenku.”
“Tap—“ Denuca menoleh dan memotong ucapan Alana. “Kamu mau tidur di jalan dalam keadaan hamil?”
Alana menggeleng. Ia tidak mau di jalan. Apalagi pasti ia akan bertemu dengan orang-orang jahat. Memikirkan itu membuat Alana takut sendiri, padahal di sampingnya termasuk pria yang sering melakukan kejahatan.
“Kita sampai,” ucap Denuca.
Alana mengekori Denuca. Ia menatap sekeliling apartemen Denuca. Saat ia masuk ke dalam, Alana berdecak kagum.
“Hanya ada satu kamar di sini.”
“Lalu, aku tidur di mana?”
“Terserah. Yang jelas, aku tidur di kasurku. Kalau kamu mau silakan tidur juga, tetapi jika tidak, silakan di lantai atau di sofa,” ujar Denuca.
Alana menatap sofa di dalam kamar Denuca. Ia berjalan ke sana membuat Denuca meraup kasar wajahnya. “Kalau kamu ingin menyakiti bayimu maka tidurlah di situ,” ucapnya kesal dan masuk ke kamar mandi.
Alana kaget mendengar suara Denuca yang terdengar marah. Ia mengusap perutnya. Tidak ada maksud untuk menyakiti buah hatinya, tetapi tidak mungkinkan dia tidur di samping Denuca.
Denuca keluar dan melihat Alana masih berdiri di sana. Namun, ia memilih berbaring dan memejamkan mata.
Bisa Denuca rasakan setelah beberapa saat kini ranjangnya terasa bergerak. Ia tahu Alana pasti ikut berbaring di sana.
“Demi bayiku, aku akan memberikan kenyamanan untuknya,” batin Alana. Ia tidur dengan posisi membelakangi Denuca.
***
Bersambung ....
Note : Suasana di lingkungan tempat Alana memang Barat harusnya bebas, 'kan? Tetapi Author jelaskan di sini. Yang Author ciptakan di sini langkungan Penganut No sex before marriage. Barat bukan berarti semua manusianya sama, yekan? Sama halnya kita di Indonesia budaya timur, tetapi buktinya ada yang bernampilan seperti budaya Barat. So, semoga ngerti maksud note dari Author.

Comentário do Livro (245)

  • avatar
    ELYN

    makasiiiiii

    7d

      0
  • avatar
    JondepCarolina

    qwdfghhhh

    20d

      0
  • avatar
    Evelyn KimEryn

    I LOVE THIS STORY SO MUCH

    02/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes