logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

5. Mencoba Menerima Keadaan

Di ruangan Dokter Lonia, Alana menangis tersedu-sedu. Ia tidak menyangka dihadapkan kenyataan pahit. Ia bingung dengan keadaannya yang bisa hamil tanpa ia tahu penyebabnya.
“Dia benar masih perawan. Hasil tes menunjukkan jika ia masih perawan,” ucap Dokter Lonia. Aundrey mengusap bahu Alana dengan raut wajah bingung juga.
Ia tidak mengerti dengan keadaan temannya. Akan tetapi, bagaimana bisa gadis itu hamil. Hanya ada satu kemungkinan, tes-tube baby D yang sedang diperbincangkan di media milik dari pemilik rumah sakit tempatnya bekerja.
Melihat kondisi Alana yang masih serba kekurangan, gadis itu tidak mungkin mengeluarkan uang banyak untuk biaya tes-tube baby D. Apalagi gadis ekspresi frustrasi Alana sudah membuktikan bahwa gadis itu memang tidak pernah memakainya.
“Terima kasih, Dok. Saya mohon bantuannya,” ucap Aundrey sebelum pergi.
“Sama-sama.” Dokter Lonia merasa bingung juga dengan kondisi Alana. Pemikirannya sama dengan Aundrey tentang pemakaian tes-tube baby D, tetapi gadis itu tidak mungkin tidak tahu dan terlihat terpuruk.
***
Sejak kejadian di rumah sakit. Alana sama sekali tidak keluar dari kosannya. Ia mengurung diri dan menolak bertemu siapapun.
Justin menunda memberikan acara kejutan lamaran untuk Alana. Dia hanya khawatir sekarang dengan kondisi gadis itu.
Sifat Alana yang ceria mulai berubah menjadi pendiam. Matanya selalu bengkak dan mulai kurusan.
Hari-hari yang ia jalani tampak suram. Rasa bimbang dengan kehadiran bayi yang ada di perutnya membuat ia bertanya-tanya tentang bagaimana bisa makhluk kecil itu tumbuh di dalam perutnya.
***
Tok ... tok ....
“Alana!”
“Lana!”
Alana mengusap air matanya. Ia berjalan sempoyongan ke luar dan melihat Aundrey di sana. Sudah beberapa hari bidang cantik itu datang membujuknya ke rumah sakit.
“Aku tidak bisa, Aundrey,” lirih Alana dengan mata berkaca-kaca.
“Lana, please. Ini demi kamu dan bayi di dalam perutmu. Kamu harus mengikuti tes agar kita tahu penyebabnya,” bujuk Aundrey.
“Tapi, aku takut,” lirih Alana. Ia takut dengan kondisinya dan takut akan sekitarnya. Perutnya mulai tampak perubahan. Meski masih terlihat samar.
“Lana, terlepas dari bagaimana hadirnya bayi di dalam perutmu. Dia adalah anakmu,” ucap Aundrey. Ia memeluk sahabatnya yang menangis di depannya.
“Aku akan mencari cara bagaimana agar kamu mendapat pertolongan. Mungkin dengan bantuan seseorang yang ahli dalam bidang ini. Biar dia yang membantu TiM Dokter untuk menanganimu,” batin Aundrey. Ia telah memilih seseorang yang bisa membantu Tim dokter untuk menangani Alana. Ia yakin dengan otak jenius yang dimiliki orang itu akan memberi mereka titik terang.
***
“Selamat pagi, Dok,” sapa Aundrey.
“Pagi, Drey,” balas Dokter Lonia. Ia memperbaiki letak kacamatanya dan tersenyum lembut ke arah Alana.
Tampak sekali perubahan drastis Alana yang terlihat kurus dan tidak terurus. Alana yang dipandang begitu menunduk membuat Dokter Lonia tersentak di tempatnya.
Ia merasa tidak enak memandang Alana begitu terang-terangan memperhatikan kondisi fisik gadis itu.
“Silakan berbaring, Lana,” ucap Dokter Lonia.
Alana menurut dan berbaring. Sel gel diolesi di atas purutnya. Terlihat gumpalan di dalam tampilan monitor mulai membesar. Kehamilan Alana sudah mau memasuki satu bulan.
“Kondisi kehamilanmu sedikit lemah. Jangan telat makan,” ucap Dokter Lonia.
Alana menatap monitor itu dengan tatapan haru. Ada rasa haru melihat janinnya, tetapi di satu sisi, ia sangat sulit menerima kenyataan kehamilannya yang tidak masuk akal.
“Maaf, Mama, Nak. Mama seringkali mengabaikanmu dan tidak makan tepat waktu,” batin Alana sedih.
Sudah cukup ia terpuruk dan bahkan ia hampir membunuh dirinya sendiri. Akan tetapi, ia masih ingat akan dosa bila mengakhiri hidupnya.
“Maafkan, Mama, Nak.” Air mata Alana bercucuran membuat Aundrey dan Dokter Lonia menatapnya iba.
Setelah Alana puas menangis, Dokter Lonia membersihkan sel gel di atas perut Alana. Ia lalu, membawa Alana bertemu dengan Tim Dokter yang akan membantunya.
“Tenanglah, Lana. Mereka tidak akan berbuat macam-macam,” bisik Aundrey saat temannya terlihat gugup.
“Silakan duduk, Bu Lana.” Lusi tersenyum mempersilakan Alana. Ia sudah ditunjuk untuk ikut dalam Tim memeriksa Alana. Suster yang mendampingi mereka.
Alana duduk dan mendengar saksama perkataan dokter-dokter hebat di depannya. Ia hanya tidak mampu mencerna setiap alat medis yang mereka katakan.
“Eum, Bu Alana. Anda tidak berencana menikah?” tanya salah satu Dokter membuat Alana menggeleng.
Ia merasa minder sebelumnya ditambah dengan kondisinya yang hamil membuat ia tambah minder. Tidak akan ada laki-laki yang bersedia menikah dengannya. Yang ada dia akan dipandang sebagai wanita hina.
Melihat Alana sedih, Dokter Lonia menginstruksi agar menjelaskan yang lain. Ia tidak mau melihat Alana tertekan dan berakibat fatal pada kandungan Alana.
“Kalau begitu kami pamit dulu, Dok,” pamit Aundrey. Ia mengangguk dengan rekan-rekannya sebelum keluar bersama Alana.
“Dia harus menikah. Akan menyakitkan dia melahirkan secara normal dalam keadaan perawan,” komentar salah satu Dokter.
“Benar, Dok. Doter Lonia, kami harap Anda mempertimbangkan saran kami.”
“Baiklah. Saya akan bicarakan empat mata dengan Aundrey karena kita tidak bsa bicara terang-terangan di depan Lana. Mentalnya masih terguncang dengan kondisinya. Sangat bahaya di usia kehamilannya yang masih rentan,” papar Dokter Lonia sebelum mereka bubar di dalam ruangan itu.
Tinggal Luis yang berada di sana. Ia seger melaporkan kepada Denuca tentang informasi dan keadaan Alana.
***
Hakodate, Jepang.
Di hotal bintang lima Hotel Sato Nakiru sedang berlangsung pesta besar-besaran yang digelar salah satu pengusaha terkaya di Asia, Mr. Kato Yoshi.
Gadis-gadis cantik dengan pakaian seksi dan elegan menyambut indra penglihatan pria berjas hitam.
Ia mengambil tempat di sisi pojok bersama kedua temannya. Matanya sibuk mencari pria yang sejak tadi mengirim pesan kepadanya.
“Denuca.”
“Kau dari mana saja?”
“Habis menyusup ke atas. Di atas ada kelompok Shibuya. Masih menjadi rahasia siapa klan yang menjadi pemasok mereka,” bisik Axelio.
Pelayan menghampiri keempat pria itu dan memberikan wine. Denuca dan ketiga temannya tampak asyik dan santai meski mata mereka tengah berkeliaran melihat tamu-tamu di pesta Mr. Kato Yoshi.
Mereka memasang wajah datar saat Mr. Kato Yoshi menghampiri mereka. Ledakan dan kehancuran Onetor lima tahun yang lalu masih membekas diingatan mereka.
“Selamat datang Mr. Denuca, Mr. Axelio, Mr. Draco dan Mr. Jevras.”
“Ya. Acaramu sungguh luar biasa.”
Mr. Kato Yoshi tertawa mendengar ucapan Denuca. Ia jelas tahu maksud pria itu. Sudah rahasia umum jika pesta yang digelarnya melibatkan banyak klan mafia. Sisanya hanya perusahaan biasa. Untuk itu mereka tidak akan gegabah pada tempat ini.
“Mr. Waston tidak hadir?” tanya Mr. Kato Yoshi.
“Tidak, Mr. Waston sedang sibuk.”
Denuca menyeringai saat melihat ke arah tangga begitu banyak pria berjas hitam turun dengan mata yang berkeliaran menatap sekitar. Terlihat juga salah satu tangan pria di depan menyalipkan sesuatu di balik jasnya.
“Kami harus pergi sekarang.” Denuca menggerakkan dagu meminta ketiga temannya berdiri. Mereka sudah paham maksud Denuca.
“Kalian terburu-buru,” ucap Mr. Kato.
“Ah, sayang sekali. Kami harus pergi sekarang. Pestamu sangat menarik.”
Denuca meninggalkan Mr. Kato yang menyeringai. Sepeninggal keempat pria itu muncul seorang pria yang di belakangnya begitu banyak komplotannya.
“Mereka datang sudah pasti menerima perintah Mr. Waston,” ucap Mr. Kato Yoshi.
“Kita tidak boleh terlihat sampai terbentuknya Roxanne.”
“Tentu, aku tidak akan membuat usaha tiga tahun kita hancur begitu saja,” ucap pria yang berasal dari Miami, Jordy Drew.
***
Brak!
Denuca ingin membunuh pria yang menabraknya hingga ia kehilangan jejak pria yang diikutinya.
“Dokter Denuca.”
Denuca tersentak. Ia kembali mengingat pria di depannya.
“Saya Justin yang membawa Alana ke rumah sakit.”
Akhirnya Denuca mengingat pria di depannya. “Oh, ya, kau ke sini?”
“Iya, Dok. Kebetulan pesta sebesar ini mengundang koki di Cafe kami untuk datang memasak,” ucap Justin.
“Oh, ya. Justin, saya harus pergi sekarang.”
Justin menatap punggung Denuca yang sudah menghilang. Ia tidak menyangka bertemu dengan dokter itu di tempat ini.
“Hufhh ... kapan pesta ini berakhir? Aku sangat khawatir dengan keadaan Alana,” gumam Justin. Ia sudah berulang kali menelepon Alana, tetapi gadis itu menolaknya dan meminta waktu agar tidak diganggu dulu.
Justin yakin, Alana akan melompat kegirangan seandainya dia tahu jika Cafe mereka terpilih di pesta mewah seperti ini membawa makanan mereka.
Cafe Justin memang tidak sama dengan kebanyakan Cafe lain. Di dalam Cafenya terdapat koki yang begitu pintar memasak, ditambah ia ikut serta memasak. Keahlian Justin soal memasak tidak dapat diragukan.
Drttt ....
[Justin, besok aku akan masuk kerja.]
Senyum Justin langsung merekah membaca chat Alana. Ia dengan cepat membalas pesan dari pujaan hatinya.
[Baiklah. See you tomorrow, Lana.]
***
Bersambung ....

Comentário do Livro (245)

  • avatar
    ELYN

    makasiiiiii

    7d

      0
  • avatar
    JondepCarolina

    qwdfghhhh

    20d

      0
  • avatar
    Evelyn KimEryn

    I LOVE THIS STORY SO MUCH

    02/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes