logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 9 Love Competition

Bukan saatnya untuk kembali bersedih kurasa, masih banyak waktuku untuk mempertimbangkan posisi Kak Juno sebagai suami masa depanku. Tersenyum miris, aku melangkah perlahan ke arah gerbang asrama mahasiswi.
Namun langkahku terhenti ketika melihat seorang pemuda tengah memperhatikan gedung asramaku. Berdiri tegak dengan tangan berlipat di bawah pohon taman yang rindang, karena rasa penasaran aku mendekatinya.
“Apa yang sedang kamu rencanakan malam-malam begini memperhatikan asrama mahasiswi dengan sikap mecurigakan?”
Ia menoleh, memperlihatkan wajahnya yang ternyata…ups! Sangat tampan dengan sorot mata yang tidak mungkin aku lupakan. Ia adalah laki-laki yang sama yang berteriak seperti orang gila memanggil nama temanku yang saat ini sedang kubenci, Dimi.
“It’s not your bussines.” Melirikku sekilas lalu kembali serius memantau deretan kamar yang masih menyala. Kini aku tahu apa tengah ia lakukan.
“Berpikir Dimi akan membuka jendela kamar dan melihatmu?”
Dugaan tepat yang membuat laki-laki itu membelalakkan mata terkejut disusul sorotan mata penuh kecurigaan. Aku mengangkat kedua tangan. “Bukan salahku kalau secara tidak sengaja aku melihatmu di danau meneriakkan nama Dimi.”
Aku tersenyum dalam hati melihatnya berusaha menutupi ekspresi malunya dengan sikap dingin. “Tetap saja itu bukan urusanmu, memang di Dunia ini yang memiliki nama Dimi hanya satu orang saja?” ucapnya, mencoba mengelak.
Aku jadi bertambah geli mendengarnya, laki-laki ini selain keras kepala juga tidak pandai berakting. Berdehem sejenak akupun meneruskan bicara, “Tapi di asrama yang tengah kau perhatikan saat ini yang memiliki nama Dimi hanya satu orang. Lagipula, aku adalah salah satu wanita yang membawa Dimi sampai ke kamarnya ketika pria yang mengantarnya pulang saat itu tidak berkenan menggendong Dimi yang tertidur.”
Ia mendengus pelan, tanpa sadar mengakui itu. “Memangnya aku siapa? Pangeran berkuda?”
Kuikuti gerakan tangannya yang melipat memeluk tubuh. “Setidaknya kau bisa mencuri start dan posisi Kak Juno saat ini bisa ada padamu.” Jawabku, membuat hipotesa sendiri.
Ia kembali menoleh ke arahku, tampak tidak suka sekaligus guratan penyesalan terlihat jelas di kedalaman matanya. Aku tersenyum tipis menyadari situasi ini membuat kami memiliki kesamaan. Kuarahkan tanganku padanya. “Diata, namaku Diata.”
Melirik tanganku sekilas, ia menunduk. Mengarahkan kepalanya agar sejajar denganku, dan berucap dengan sangat dekat. “Who’s care?”
“DIAT…ta…”
Suara lembut seseorang membuat kami berdua menoleh. Agak bingung melihat Dimi begitu terkejut dan Kak Juno yang tampak tersenyum memaklumi. Ada…apa? Laki-laki di hadapanku yang pertama kali sadar kalau gerak tubuhnya padaku menimbulkan kesan yang tidak biasa. Ia dengan sikap santai berdiri tegak sambil memasang topeng angkuh seperti biasa.
Tidak ada rasa perasaan salah tingkah sama sekali.
“Hai El!” Kak Juno mendekat, menyapa laki-laki di sebelahku. Oh ya, namanya El. Aku baru ingat, sekilas Dimi pernah bercerita tentangnya.
“El? Kamu ke sini lagi? kata Kak Juno kamu balik ke Singapore dan nggak tau bakal ke sini kapan, kukira kamu nggak bakal ke sini lagi.” Dimi juga mendekat, tampak terkejut sekaligus senang melihat El.
“Oh ya? He said that?” ucap El, kemudian menatap lurus ke Kak Juno seakan memperingatkan sesuatu. “Info yang bagus kawan.”
Kak Juno… ia tampak tampan dengan t-shirt abu-abunya, seribu kali lebih tampan dari pria arogan bernama El ini. Wajahnya yang selalu ramah tampak begitu menangkan hati, aku seakan larut dalam lelehan pesonanya.
“Kalian sedang apa?” namun suara Dimi membuat pesona Kak Juno memudar dan digantikan dengan aura suram pesaingku itu. Dimi tampak menerka-nerka kemudian tersenyum memandangku bergantian dengan El. Apapun yang tengah dipikirkannya kini, aku tahu pasti buruk.
“Oh I see… sekarang aku tahu alasanmu hadir di party kemarin.” Dimi mengedipkan sebelah mata padaku, mengira aku pergi ke tempat party untuk menemui El. I can’t believe it, lalu dengan cepat ia mengalihkan perhatian. “Kakimu tidak apa-apa kan, Dit? Kemarin aku ingin membawamu pulang tapi kau cepat sekali menghilangnya.”
“Iya, apa sudah diobati?” tanya Kak Juno, guratan khawatir di wajahnya membuatku tersipu malu. Tapi aku segera tersadar pada keadaan ketika El melihatku dengan pandangan “Kau sungguh tidak jelas.” padaku.
“Sudah kok, aku sudah tidak apa-apa. Maaf aku tidak menggubris panggilan kalian dan malah membuat khawatir, aku terlalu malu pada diriku sendiri.” ucapku, menyelesaikan permasalahan yang sedari tadi mengganggu pikiranku. Tidak apa Dimi mengira ada sesuatu antara aku dan El, asalkan itu bisa mengamankan posisiku.
Kak Juno tersenyum, “Syukurlah kalau kakimu sudah baikan.”
“Memang dia kenapa?” dengan wajah tidak sabar El bertanya, seakan tidak suka aku yang tengah menjadi pusat perhatian.
“Diata jatuh, kepo banget sih kamu.” Dimi maju dan mendorong bahu El pelan, seperti candaan sepasang kekasih menurutku.
Refleks El memegang tangan Dimi, menggenggamnya kurasa. “Kenapa? Kok kamu kelihatan senang aku kembali.
“Ya.”
Satu kata sudah cukup merubah suasana hati El sedemikian cepat. Aku tidak tahu apakah Dimi seorang playgirl sejati atau hanya kepolosannya saja yang membuat dirinya tidak menyadari kalau dirinya begitu diinginkan oleh pemuda di hadapannya. Oh ya, teringat seseorang yang diinginkan perhatianku langsung teralih pada Kak Juno.
Ia memperlihatkan ekspresi yang tak bisa kubaca, entah itu perasaan cemburu atau khawatir. Aku tidak tahu, tapi yang pasti ia berusaha menyembunyikannya dengan terus tersenyum.
***
Keesokan harinya di cafetaria bersama keempat teman dekatku, aku bisa merasakan Dimi tersenyum penuh arti. Ia pasti berpikir dalam waktu dekat ini aku akan bercerita tentang my secret love with El. Membayangkannya saja membuatku bergidik ngeri, tapi untungnya Dimi bukanlah tipe perempuan pengumbar gosip. Ia tidak akan cerita kepada temanku yang lain kecuali aku yang memulai. Yah… setidaknya aku tidak perlu merangkai kebohongan lebih banyak lagi.
Aku memilih mendengarkan ocehan Zia dan Stepani tentang dosen killer mereka sambil memakan salad buah dengan wajah tak minat. Kulirik Mina yang sibuk memainkan handphone-nya dan Dimi yang berusaha fokus mendengarkan detail cerita seperti petuah dosen yang bakal keluar di ujian nanti. Benar-benar menggelikan.
Stepani menyeruput minumannya sampai habis, lalu tersenyum puas ke arah kami. “By the way, sepertinya hari ini ada yang mau bayar Pajak Jadian nih.”
“Yes! Thanks God, hari ini nggak keluar uang.” Mina memekik senang. Kami semua kompak melirik Dimi, menutut bayaran.
Asal kalian tahu, Pajak Jadian adalah peraturan seorang teman yang baru saja jadian untuk mentraktir teman yang lain. Hukumnya wajib dan sangat penting. Selama aku berteman dengan perkumpulan unik ini, akulah yang paling banyak kena Pajak Jadian, kedua Stepani, ketiga Mina dan yang paling jarang Zia dan Dimi. Bukan berarti aku playgirl loh, aku hanya baik hati memberikan kesempatan kepada para pria yang telah memberanikan diri menyatakan perasaannya padaku.
Tidak lebih.

Comentário do Livro (50)

  • avatar
    JatiTaruna Muda

    keren bngt cerita nyaa banyak bnyak ya bikin cerita yng lbih kren lgii

    7d

      0
  • avatar
    Kimochi

    bahus

    27d

      0
  • avatar
    BotOrang

    aku suka crita in aku kash bintang 5

    21/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes