logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 14 DIKA DAN TIRTA

“Yahh, gue sendirian. Adisty jalan sama tukang cilok yang ternyata polisi, untung bukan polisi tidur,” gumam Harita yang sedang duduk di teras rumahnya sambil memegang buku dan pandangannya lurus ke depan melihat lapangan basket yang kebetulan ada di depan rumahnya.
“Eva juga sebentar lagi dia menikah, terus gue sama siapa? huf,”keluhnya lagi lalu menenggelamkan wajah diantara lututnya. Harita merasa dunia ini tidak adil sahabat-sahabatnya sudah mempunyai pasangan, tapi dirinya masih saja sendiri.
“Ngenes amat percintaan gue,” batinnya.
“Kari...!” panggil Tika tiba-tiba muncul di depan rumah Harita dengan menggunakan sepeda.
“Astagfirullah, kaget Mbak!” Harita kesal, namun Tika hanya tertawa.
''Mau ikut gak?”
“Ke mana?”
“Keliling-keliling daerah sini, bosen dirumah.” 
“Kalau gitu aku ambil sepeda dulu Mbak. sekalian pamit sama ambu.” Harita lalu masuk ke dalam mengambil sepedanya.
“Ayo, Mbak Tika,” ajak Harita setelah keluar sambil menuntun sepedanya.  
“Ambu, Harita berangkat!” teriak Harita berpamitan.
“Iya, jangan lupa beli obat abahmu ya!” jawab ibu Harita.
“Iya, Ambu!” 
Keduanya bersepeda menelusuri jalan besar sambil bercerita tentang Eva dan Daniz. Saking asyiknya bercerita tiba-tiba.
‘BRAKK’ sebuah mobil menyerempet salah satu dari mereka dan akhirnya keduanya pun oleng dan terjatuh.
“Aduh…,” lirih Kari dan Tika bergantian lalu sekilas melihat dua orang yang keluar dari mobil yang menyerempet mereka.
''Maaf Mbak. teman saya kurang hati-hati,” ucap salah satu teman yang mengemudi mobil berjalan menghampiri mereka. 
Beberapa berkerumun melihat Tika dan Harita, menanyakan kondisi mereka.”Tidak apa-apa, Mbak. Tanggung jawab loh, Mas,” ucap salah satu warga.
“Iya, Bu. Pasti. Maaf.” Pengemudi itu pun melihat keadaan Tika dan Harita.
“Bisa bawa mobil tidak? Kita berdua sudah di jalur yang benar. Jalur sepeda,” ujar Kari kesal sambil berdiri dengan susah payah dan melihat Tika dibantu yang mengemudi mobil.
''Iya maaf, ban mobil kami kempes jadi sedikit oleng,” jelas seseorang yang membantu kari mendirikan sepedanya.
Pria bernama Dika itu memperhatikan lutut Harita yang berdarah lalu melihat temannya yang bernama Tirta.“Tirta, tolong ambilkan kotak obat di mobil,” titah Dika membuat Tirta sedikit kesal, karena bukan dia yang menyerempet, dia pula yang repot.
“Lo yang nyerempet, gue yang repot,” batin atin Tirta yang tidak terima diperintah, walaupun begitu Tirta menurut saja. 
Tika dan Harita duduk di trotoar jalan dan Dika duduk di sisi Harita. Dika merasa bersalah sudah membuat cedera Tika dan Harita.
“Mbak Tika, Mbak Tika tidak apa-apa, kan?” tanya Harita melihat Tika yang sedang melepas jaketnya yang sobek di bagian siku dan terlihat lengan mulusnya karena menggunakan kaos tanpa lengan.
“Tidak apa-apa, untung pakai jaket kalau tidak sikuku sudah berdarah-darah kayak kakimu,” jawab Tika diiringi tawa keduanya.
“Dika, ini kotak obatnya.” Tirta memberikan kotak obat pada Dika lalu melihat Tika yang sedang memeriksa jaketnya, tanpa sadar Tirta melepas jaketnya dan meletakkannya di pundak Tika.
“Eh,” Tika sedikit menghindar.
“Lengan kamu kelihatan, banyak orang yang ngeliatin.” Tirta lalu duduk di samping Tika
“Eum… Terima kasih ya,” jawab Tika malu-malu. 
Dika membuka kotak obatnya berusaha ingin mengobati luka Harita.“Maaf lutut kamu berdarah, biar aku obati ya,” ucap Dika. Harita hanya menurut saja saat Dika mengobati luka di lututnya.
Disisi lain Deniz dan Eva sedang melintas dan melihat Harita dan Tika sedang duduk di trotoar jalan. Eva pun meminta Deniz menghentikan mobilnya.
“Stop Deniz.” 
“Ada apa?” Deniz yang langsung menepikan mobilnya.
“Itu, Harita sama Mbak Tika. Mundur sedikit,” jawab Eva sambil menoleh kebelakang.
“Kenapa mereka?” gumam Eva lalu keluar dari mobil saat Deniz sudah berhenti tak lama Deniz keluar mengikuti Eva.
“Kari!” panggil Eva berlari kecil menghampiri Tika dan Harita.
“Eva, kenapa ada disini?” tanya Tika. 
“Iya, kebetulan lewat. Kalian kenapa? Kenapa lututnya babak belur begitu?” tanya Eva belum melihat wajah orang yang mengobati Harita.
“Keserempet mobil dia,” balas Tika. 
Eva melihat Dika, seketika naik darah.“ Elo ,Dik! Lo bisa bawa mobil tidak sih, bikin celaka temen gue aja lo!” geram Eva sedikit mendorong Dika.
“Ya maaf, Va. Gue gak sengaja.” 
Eva tiba-tiba memukul-mukul lengan Dika.“Benar-benar lo ya.” 
“Aduh! Sakit, Va.” cicit Dika sedikit menghindar. 
“Sayang, sudah.” Cegah Deniz dengan sigap merengkuh tubuh Eva.
“Awas lo gak tanggung jawab,” ancam Eva. 
“Iya, ini tanggung jawab. Ini sudah diobati.” Dika masih mengusap lengannya lalu melihat Deniz yang masih merangkul Eva. 
“Siapa dia, Va?”tanya Andika melihat Deniz.
“Dia Deniz, calon suami gue,” ucap Eva yang emosinya sedikit mereda. Dika kemudian mengulurkan tangannya dan di sambut Deniz
“Deniz yağmur,” ucap Deniz
“Saya Andika, teman masa kecil Eva,” balas Dika tersenyum dan masih memperhatikan Deniz. 
“Ya udah. Bawa sepeda mereka , biar mereka pulang satu mobil sama gue, awas kalau itu sepeda gak sampai rumah,” ucap Eva tidak mau dibantah lalu membantu Harita berdiri.
“Va, tapi gue mau mampir ke apotik sebentar, mau beli obat abah gue,” ujar Harita saat sudah berdiri. Karena ibunya meminta membelikan obat untuk ayahnya.
“Biar Dika aja sekalian yang belikan.” balas Eva mengambil resep dari kantong jaket Harita.
“Ini duitnya.” Harita mengeluarkan uangnya dari saku celananya. 
“Tidak usah , biar dia aja yang bayar.” Eva lalu memberikan resepnya pada Dika. dan meninggalkan Dika begitu saja sambil menuntun Harita di ikuti Deniz. Dika hanya terdiam dengan semua sikap Eva, memang dari dulu Dika selalu kalah dari Eva. Deniz yang melihat Eva bak preman hanya menggelengkan kepalanya.
“Mbak Tika, ayo!” panggil Eva.
Tika, Harita akhirnya pulang bersama dengan Eva serta Deniz. Sedangkan Dika menatap Eva yang berlalu begitu saja, mencoba untuk meredakan hatinya yang emosi dengan sikap Eva yang selalu semena-mena padanya dari kecil. Walau emosi ia tidak bisa marah dengan Eva. 
“Dika, ngelamun saja? Itu ban mobilnya ganti,” ucap Tirta menepuk lengan Dika. 
“Ah, Iya.” Dika kemudian memasukkan resep milik Harita ke saku celananya , kemudian menyusul Tirta yang hendak mengganti ban mobilnya. 
“Dik, Lo suka sama itu yang namanya Eva?” goda Tirta sambil menurunkan ban serep dari bagasi mobil.
“Gak, siapa juga suka cewek bar-bar kayak preman , ogah!” elak Dika sambil menurunkan dongkrak mobil. 
“Tapi, dia cantik loh, Dik,” goda Tirta lagi.
“Cantik? Iya sih. Sudah, ganti ban mobilnya. Nanti ke rumahnya. Lagian dia juga sudah punya calon suami, kan. Mana bule lagi cowoknya, gue gak ada apa-apanya Dimata Eva,” jawan Dika yang sebenarnya juga terpikat dengan paras cantik Eva. Tirta hanya tertawa lalu keduanya mengganti ban mobilnya.

Comentário do Livro (78)

  • avatar
    melonmitra

    mantapp

    1d

      0
  • avatar
    KaramokeyauYohanes

    2222

    20/08

      0
  • avatar
    Ivan Witami

    bagus

    19/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes